BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama memiliki peran yang amat penting
dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan
suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa
pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi
nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan,
yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkwigan keluarga,
sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk
peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berakhlak mulia. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilainilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi
berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat
dan martabataya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan
mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk
mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta
bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis,
Baling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun
sosial.
Mengingat betapa urgennya pendidikan
agama bagi umatnya, maka peran guru yang profesional sebagai ujung tombak di
dunia pendidikan sangat diharapkan untuk dapat mentransfer ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan agama kepada peserta didiknya
dengan berbagai metode.
Metode pembelajaran atau strategi
mengajar adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum.
Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran
ini, menjawab pertanyaan "how" yaitu bagaimana menyampaikan materi
atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif.
Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari
perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
penulis menyusun beberapa rumusan masalah sehingga apa yang akan di bahas tidak
akan melebar luss, berikut
beberapa permasalahan yang akan di bahas:
1. Apa yang dimaksud
dengan Pendidikan Agarna. Islam?
2. Apa yang dimaksud
dengan Metode Pendidikan Agama Islam?
3. Apa Saja Metode
Pendidikan Agama Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas
penulis menentukan tujuan dalam Penyusun menyusun makalah ini yaitu:
1. Mengetahui Apa yang
dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam?
2. Mengetahui Apa yang dimaksud
dengan Metode Pendidikan Agama Islam?
3. Mengetahui Apa Saja
Metode Pendidikan Agama Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah
yang bisa digunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta'lim (mengajar),
ta'dib (mendidik), dan tarbiyah (mendidik). Namur menurut al-Attas dalam Hasan
Langgulung, bahwa kata ta'dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama
Islam, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas,
sebagaimana kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara. Pendidikan
merupakan media tranfer ilmu pengetahuan dan pewarisan tradisibintelektual
Islam dari generasi kepada generasi berikutnya.[1]
Dalam perkembangan selanjutnya,
bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk
kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam hingga populer
sampai sekarang. Ajaran Islam sebagai sebuah sistem yang
diyakini oleh penganutnya yang memiliki nila-nilai tentang kebenaran hakiki dan
mutlak untuk dijadikan sebagai pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
didalamnya aspek pendidikan.[2]
Dengan demikian,
Pendidikan Agama Islam di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.[3]
Nazarudin Rahman menjelaskan bahwa ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI, yaitu sebagai
berikut:
1.
Pendidikan
Agama Islam (PAI) sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing,
pengajaran atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan
yang hendak dicapai.
2.
Peserta
didik hares disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
3.
Pendidik
atau Guru Agama Islam (PGAI) hares
disiapkan untuk bisa menjalankan tugasnnya, yakni merencanakan bimbingan,
pangajaran dan pelatihan.
4.
Kegiatan
pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
B.
Pengertian
Metode Pendidikan Islam
1.
Pengertian
Dari segi bahasa metode berasal dari dua
perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berati "melalui" dan hodos
berarti "jalan" atau "cara". Dengan demikian metode dapat
berati cara atau jalan yang hares dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[4]
Secara terminologi metode diartikan sebagai tata cara untuk melakukan
sesuatu[5]lebih
dari itu metode didefinisikan sebagai cara kerja atau cara yang teratur dan
sistematis untuk melaksanakan sesuatu.[6]
Dan hampir sama dengan arti tersebut metode diartikan sebagai cara utama yang
dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, dengan menggunakan teknik dan
alat-alat tertentu.[7] Sedangkan
dalam kamus besar bahasa Indonesia tahun 1988 sebagaimana yang dikutip oleh
Erwati Aziz, metode mengandung arti cara yang teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.[8]
Dari
pengertian diatas adapula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu
sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan
disiplin tersebut.[9]
Ada lagi yang berpendapat bahwa metode
sebenamya berati jalan untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian yang terakhir
ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan
suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.
Sedang yang dimaksud dengan metode
pendidikan adalah cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Kata
"metode" di sini diartikan secara luas. Karena mengajar adalah salah
sate bentuk mendidik, maka metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode
mengajar. Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan
agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu
pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula mengandung dan sebagai cara untuk menggali, memahami dan
mengembangkan ajaran Islam, sehingga terns berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Inilah pengertian-pengertian metode yang dapat dipahami
dari berbagai pendapat yang disusun para ahli.
Adapun
pengertian metode sebagai diungkapkan oleh beberapa ayat Al-Qur'an, ternyata
memperlihatkan muatan, nuansa, dan kaitan yang amat luas. Kata toriqah terkadang digunakan sebagai sarana
untuk mengantarkan kepada suatu tujuan, terkadang Al-Qur'an menunjukan tentang
sifat dari jalan yang ditempuh itu, dan terkadang pula berard suatu tempat.
Dengan demikian, metode atau jalan oleh Al-Qur'an dilihat dari sudut objeknya,
fungsinya, sifatnya, akibatnya dan. sebagainya. Ini dapat diartikan bahwa.
perhatian. Al-Qur'an terhadap metode demikian tinggi. Al-Qur'an lebih
menunjukan isyarat-isyarat yang memungkinkan metode dikembangkan lebih lanjut.
Namun demikian, secara. eksplisit Al-Qur'an tidak menunjukan arti dari metode
pendidikan Islam, karena. Al-Qur'an memang bukan ilmu pengetahuan tentang
metode. Pemahaman yang luas dan mendalam terhadap ayat-ayat yang mengisyaratkan
pentingnya metode sangat dituntut untuk menemukan cara yang tepat dalam
menyampaikan pendidikan dan pengajaran. Karena disadari, tentu ada, metode yang
baik untuk pelajaran dan guru tertentu, tetapi tidak cocok untuk pelajaran
lainnya. Dalam bahasa. Arab kata metode divangkapkan dalam berbagai kata.
Tekadang digunakan kata at-tariqah, manhaj, dan. al-washilah. At-tariqah berard
jalan, manhaj berarti sistem, dan al-wasilah berarti perantara atau. mediator.[10]
Berikut adalah salah satu Ayat Al-Qur;an tentang metode Pendidikan
* $pkr'¯»t ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir.[11]
Kisah ini diceritakan
sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini.
Beliau menguraikan : Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah
kenabian. Namun karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu
muncul. Dukungan dari Allah sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat
dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di
belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu
Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak
ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan
nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ;
“yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” [12]
Nilai tarbiyah yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas, yaitu bahwa
metode tabligh adalah suatu metode yang dapat diperkenalkan dalam dunia
paendidikan modern. Yaitu suatu metode pendidikan dimanaguru tidak sekadar
menyampaikan pengajaran kepada murid, akan tetapi dalam metode itu terkandung
beberapa persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar mengajar.
Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah :
a. Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah
hasanah, suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya.
b. Aspek kemampuan intelektual yang memadai.
c. Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu
meraba dan membaca kejiwaan dan kebutuhan murid-muridnya.
d. Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam
yang istiqomah.
e. Apabila keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh
seorang guru, maka materi yang disampaikan kepada murid akan
merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.[13]
Dengan demikian, kata. Arab yang dekat
dengan arti metode adalah. attariqah. Kata at-toriclah, menurut Muhammad Fuad
Abd al-Baqy diulang sembilan kali.[14]
Dari pendekatan kebahasaan tersebut
nampak bahwa metode lebih menunjukan kepada jalan dalam and jalan yang bersifat
non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide, gagasan-gagasan yang mengacu
kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang
ditentukan. Namun demikian, secara terminologis atau istilah kata metode bisamembawa
kepada pengertian yang bermacam-macam sesuai dengan konteksnya.
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi seperti dikutip oleh As-Syaibani mendepinisikan metode
mengajar dalam bukunya Ruh At-Tarbiyyah watta'lim : "la adalah jalan yang
kits ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid segala macam
pelajaran,sekaligus merupakan rencana yang dibuat untuk menyampaikan pelajaran
di dalam kelas. Muhammad Abd. Rohim Ghunaimah mentakrifkan bahwa metode
mengajar sebagai : Caracara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan
maksud-maksud pengajaran.[15]
Hasan
Langgulung mengatakan, karena pelajaran agama sebagaimana diungkapkan dalam
Al-Qur'an itu bukan hanya satu segi saja, melainkan bermacam-macam yaitu ada
kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah sembahyang,
ada asfek affektifnya, seperti penghayatan pada nilai-nilai keimanan dan
akhlak, dan ada asfek psikomotorik seperti praktik shalat, haji dan sebagainya.
Maka metode untuk
mengajarakannyapun bermacam-macam, sehmgga metode tarbiyah Islamiyah itu dapat
diartikan sebagai metode pengajaran yang disesuaikan dengan materi atau bahan
pelajaran yang terdapat dalam Islam itu sendiri. Karena muatan ajaran Islam itu
luas, maka metode tarbiyah Islamiyah pun cakupannya luas pula.[16]
2.
Fungsi Metode
Fungsi metode secara umum dapat
dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi
pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam konteks lain
metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang
diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini
segera dapatdilihat bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan suatu
tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan obyek
sasaran tersebut. Dalam Al-Qur'an sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini,
metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan
penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi
dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang
memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan saluran
penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip umum dalam
memfimgsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam
suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga
pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya
metode yang ditawarkan pars ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku
kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau mencari jalan paling sesuai
dengan perkembangan jiwa anak dalam menerima pelajaran.
Dalam
menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di
atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dalam menghadapi
manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang
dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna. Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan
oleh Al-Qur'an senantiasa mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani
manusia itu sendiri.
Dengan demikian, jelaslah bahwa metode
amat berfungsi dalam menyampaikan materi pendidikan. Namun,
hal itu merupakan perspektif Al-Qur'an hares bertolak dari pandangan yang tepat
terhadap manusia sebagai mahluk yang dapat dididik melalui pendekatan jasmani,
jiwa, dan akal pikiran. Karena itu ada materi yang berkenaan dengan dimensi
afektif, dan psikomotorik, dan ada materi yang berkenaan dengan dimensi
kognitif yang kesemuanya itu menghendaki pendekatan metode yang berbeda-beda.
C.
Macam-Macam Metode Pendidikan Agama Islam
Dalam pendidikan Islam ada mats
pelajaran agama Islam. Pengajaran agama Islam mencakup pembinaan ketrampilan,
kognitif dan efektif. Nah, bagian afektif inilah yang amat rumit itu. Ini
menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama pada umumnya. Pembahasan
metodologi untuk mendidik rasa beragama banyak pakar yang menawarkan
metode-metode tersebut. Salah satunya adalah an-Nahlawi.[17]
Menurut an-Nahlawi – seperti dikutip
oleh Ahamad Tafsir- (Tafsir : 135147), dalam Al-Qur'an dan hadits dapat
ditemukan berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik
jiwa, dan membangkitkan semangat. Metode-metode itu, katanya mampu menggugah
puluhan ribu muslimin untuk membuka hati umat manusia menerima tuntunan Tuhan.
Metode dimaksud adalah :
1.
Metode
hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.
Metode
kisah Qur'ani dan Nabawi
3.
Metode
amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.
Metode
uswah hasanah (keteladanan)
5.
Metode
pembiasaan
6.
Metode
`ibrah dam mau' izah
7.
Metode
targhib dan tarhib[18]
Dengan metode-metode ini diharapkan kita
bisa menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa mkmatnya. benbadah
(salat, puasa, dan lain-lain), rasa hormat pada orang tua, dan sebagainya. Hal
ini agaknya sulit ditempuh dengan cara empiric dan logic. Di sini penyusun
mencoba mencari alternatif yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan
metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini kita mendidik bukan melewati akal
tapi langsung masuk pada perasaan anak didik. Orang-orang di Pesantren telah
melakukan cara ini. mereka mendidik atau menanamkan rasa beragama dengan
membiasakan membaca wirid, aurad, puji-pujian, dengan contoh tingkah
lake, dan sebagainya. Dan kelihatannya mereka cukup berhasil dalam
usaha-usahanya itu. Di sekolah bagaimana? mari kits renungkan metode-metode
yang ditawarkan an-Nahlawi berikut ini.
a.
Metode Hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi
Hiwar
(dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai
suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan pada suatu tujuan yang dikehendaki
(dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan
itu materi pembicaraan tidak dibatasi, bisa masalah agama, filsafat, sains dan
lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan sampai pada kesimpulan , kadang-kadang
tidak ada kesimpulan karma salah sate fihak tidak puas terhadap pendapat pihak
lain. Hiwar mempunyai pengaruh terhadap jiwa pendengar atau pembaca yang
mengikuti topik pembicaraan secara series dan penuh perhatian. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal :
Pertama, dialog berlangsung hidup dan
dinamis kerena kedua belah pihak atau semua yang hadir terlibat langsung dalam
pembicaraan; kedua belah pihak saling memperhatikan. Dan terus mengikuti poly
pikir teman-temannya, sehinga dapat menghasilkan sesuatu yang bare, yang
mungkin belum diketahui sebelumnya.
Kedua, Pendengar atau pembaca tertarik
untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena is ingin tabu kesimpulannya. Ini
biasanya diikuti dengan penuh perhatian dan semangat.
Ketiga, metode ini dapat membangkidm
perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang
menemukan sendiri kesimpulannya.
Keempat, biwar dilakukan dengan baik, sopan santun,
menghargai pendapat orang lain sehingga menimbulkan kesan yang baik pula diantara
pars peserta.[19]
Menurt an-Nahlawi dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.
terdapat berbagai jenis hiwar, seperti :
1) Hiwar khitabi atau
taabudi
2) Hiwar washfi
3) Hiwar qishashi
(percakapan tentang sesuatu melalui kisah)
4) Hiwar jadah dan
5) Hiwar Nabawi.
Hiwar khitabi atau ta'abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara
Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan, "Wahai,
orang-orang yang beriman, "dan hambaNya menjawab dalam kalbunya dengan
mengatakan, "Kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi. "Dialog antara
Tuhan dan hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat
kita gunakan, dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang
pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-Nya. Logikanya, kita pun dapat
menggunakan dialog dalam pengajaran. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Huraerah yang menggambarkan dialog Rasulullah dengan Tuhannya. [20]
Aku mendengar Nabi SAW. bersabda,
"Allah ta'ala berfirman". "Aku membagi shalat ke dalam dua
bagian, untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku adalah apa yang
dimintanya." Apabila seorang harnba. mengucapkan 'Segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam, `maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Apabila
mengucapkan `Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,' maka Allah berfmnan,
`Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Apabila mengucapkan 'Yang menguasai hari
peinbalasan,' maka Allah berfirman, 'HambaKu telah mengagungkan Aku' Dahl lain
yang menunjukan adanya hiwar ialah hadits berikut
Apabila Rasulullah SAW. membaca
"Bukanlah Allah Maha Kuasa menghidupkan orang coati T' dia mengucapkan,
Maha Suci Engkau Yang Maha Besar. "Dan bila dia
membaca : "Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, maka dia mengucapkan
`Mahasuci Rabbku Yang Maha Tinggi.( HR. Abu Dawud dan Baihaqi).
Kedua
hadits di atas merupakan dalil adanya hiwar ta'abbudi, yaitu dialog tentang
pengabdian kepada Tuhan.Tasbih, tahmid, takbir dan ta'awwuz yang
diucapkan Nabi kepada Tuhan jelas merupakan suatu munajat kepada Allah,
sekaligus merupakan dalil adanya hiwar dalam hadits-hadits Rasulullah SAW.
Melalui hiwar ta'abbudi atau khitabi,
Al-Qur'an menanamkan hal-hal penting sebagai berikut :
a) Agar tanggap terhadap
persoalan yang diajukan Al-Qur'an, merenungkannya, menghadirkan jawaban
sekurang-kurangnya dalam kalbu.
b) Menghayati makna
kandungan Al-Qur'an
c) Mengarahkan tingkah
laku agar sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an
d) Menanamkan rasa bangga
karena dipanggil oleh Tuhan, "Hai, orang-orang yang beriman ..."[21]
Dalam
hiwar khitabi ini dialog dimulai dari pihak kesatu, yaitu
sipembicara, sedangkan pihak kedua yang menyambutnya memperhatikan dengan
emosinya, lalu terpanggil untuk menyambutnya dengan pikiran dan perasaannya.
Adapun hiwar washfi ialah dialog
antara Tuhan dengan malaikat atau mahluk gaib lainnya. Dalam surat as-Shaffat
ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka :
Dan mereka
berkata : 'Aduhai celakalah kits ! Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang kalian selalu
mendustakannya. (Kepada malaikat diperintahkan) : kumpulkanlah orang-orang
zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka
sembah selain Allah. Matra tunjukanlah kepada mereka jalan ke neraka". (QS.
As-Shaffat [37]:20-23).
Di sini Allah berdialog dengan malaikat.
Topik pembicaraannya tentang orang-orang zalim. Dalam surat as-Shaffat ayat
27-28 :
@t7ø%r&ur öNßgàÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ tbqä9uä!$|¡tFt ÇËÐÈ (#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ
Artinya : Sebagian dari mereka menghadap kepada, sebagian yang
lain sambil berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada
pemimpin-pemimpin mereka) : `Sesunguhnya kalianlah yang datang kepada kami dari
kanan".(QS. As-Shaffat [37]:27-28).[22]
Menurut an-Nahlawi (1989:309) hiwar
washfi menyajikan kepada kits gambaran yang hidup tentang kondisi psikis
ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar
washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran
tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oleh pernbaca atau
pendengar dialog itu; pendengar itu seolah-olah terlibat dalam dialogi
tersebut. Lantas ada pemihakan. Kemudian dipihak mana aku ? Hiwar washfi seolah-olah
mengingatkan pendengar dialog itu, jangan kalian ter erumus seperti mereka itu.
Hiwar qishashi terdapat dalam Al-Qur'an, yang baik bentuk maupun
rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam
Al-Qur'an. Kalaupun di sana kisah yang keseluruhannya merupakan dialog
langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai
sandiwara. Sebagai contoh adalah kisah Syu'aib dan kaumnya dalam surat Hud.
Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah
mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh
kaum Nabi Syu'aib.Mari kits lihat ter emahan sebagian dari surat Hud ayat 84-95
: Dan kepada. penduduk Madyan Kami utus Syu'aib. la. berkata, "Hai, kaumku,
beribadahlah kepada Allah, jangan bertuhan selain-Nya... Jangan mengurangi
timbangan, says khawatir nanti kalian mendapat azab dari Tuhan." ....
Mereka berkata, "hai, Syu'aib, apakah kamu menyuruh kami meninggalkan apa
yang disembah oleh pimpinan kami atau melarang kami berbuat apa yang kami
kehendaki tentang harts kami ? "Syu'aib berkata-kata, Hai, kaumku.... (dan
seterusnya). Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan
orang-orang yang beriman bersamanya..., dan orang-orang yang zalim itu dibinasakan
oleh suara yang mengguntur.... Ingatlah, kebinasaanlah yang ditimpakan kepada.
penduduk Madyan seperti binasanya kaum Tsmaud (Hud :84-95).
Hiwar seperti ini banyak ditemukan dalam Al-Qur'an. Hiwar
ini dapat berpengaruh pada kejiwaan pendengarnya.Hal itu disebabkan oleh halhal
sebagai berikut :
a)
Kekuatan
hiwar ini terletak pada pengisyaratan, yaitu pengisyaratan agar tidak memihak
kepada orang zalim; alasan orang zalim itu lemah.
b)
Hiwar
ini membawakan alasan yang kuat, yaitu alasan yang datang dari Nabi clan dari
Tuhan; alasan ini mengalahkan alasan orang zalim.
c)
Hiwar
ini mengisahkan dialog secara berseling. Ini akan menajamkan persoalan yang
didialogkan sehingga tedalin kisah panjang yang kuat slur ceritanya.
Dengan hiwar ini diharapkan pars pelajar
memihak kepada yang benar dan membenci pihak yang salah.[23] Hiwar
jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam
surat an-Najm [53] [1-5]:
ÉOôf¨Y9$#ur #sÎ) 3uqyd ÇÊÈ $tB ¨@|Ê ö/ä3ç7Ïm$|¹ $tBur 3uqxî ÇËÈ $tBur ß,ÏÜZt Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ ¼çmuH©>tã ßÏx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ
Artinya : "Demi
bintang ketika terbenam, kawan kalian (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula
keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan haws nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikankepadanya
yang diajarkan oleh Jibril yang perkasa. (surat an-Najm [53] 1-5).
Hiwar jadali mempunyai implikasi pedagogic sebagai berikut:
a)
Mendidik
orang menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang kuat.
b)
Dengan
alasan yang kuat, mendidik orang menolak kebatilan karena pikiran itu rendah.
c)
Mendidik
orang menggunakan pikiran yang sehat.
Hiwar Nabawi adalah
hiwar yang digunakan pars Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Dia
menghendaki agar sahabatnya mengajukan pertanyaan.
Metode ini menarik perhatian para.
Sahabat karena sering sekali Jibril datang kepada. Nabi Muhammad bertanya.
Setelah Jibril itu pergi, rasul mengatakan bahwa itu adalah Jibril, datang
untuk mengajari mereka. Memang ayat 101 surat al-Maidah melarang orang bertanya
, yaitu tentang hal-hal yang bila ditanyakan akan menyusahkan. Oleh karena itu,
datanglah Jibril untuk menjelaskan bolehnya bertanya apabila dimaksudkan untuk
mengambil manfaat seperti untuk mengajar.
Dari uraian ini kits mengetahui bahwa
metode hiwar adalah metode pendidikan Islami, terutama untuk menanamkan rasa
iman, yaitu pendidikan rasa (afektif).[24]
b.
Metode kisah Qur'ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan
agama Islam (sebagai suatu mats pelajaran), kisah sebagai metode pendidikan
amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain :
1)
Kisah
selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti
peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya,makna-makna itu akan
menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
2)
Kisah
Qur'ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan
tokoh dan konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam
konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau
merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. Kisah
itu, sekalipun menyeluruh, terasa wajar, tidak menjijikan pendengar atau
pembaca. Bacalah kisah Yusuf, misalnya. Inilah salah satu keistimewaan kisah
Qur'ani, tidak sama dengan kisah-kisah yang ditulis orang sekarang yang isinya
banyak ikut mengotori hati pembacanya.
3)
Kisah
Qur'ani mendidik perasaan keimanan dengan cara
a) Membangkitkan berbagai
perasaan seperti khauf, raja, rids dan cinta;
b) Mengarahkan seluruh
perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;
c) Melibatkan pembaca atau
pendengar ke dalam kisah , itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah
Qur'ani bukanlah hanya semata kisah atau semata-mats karya seni yang indah; ia juga
suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Jika diringkaskan,
tujuan kisah Qur'ani adalah sebagai berikut :
a) Mengungkapkan
kemantapan wahyu dan risatah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima Qur'an dan
keputusan Rasul-Nya. Kisah-kisah itu menjadi bukti kebenaran wahyu dan
kebenaran Rasul SAW.
b) Menjelaskan bahwa
secara keseluruhan. ad-din itu datangnya dari Allah
c) Menjelaskan bahwa Allah
menolong dan mencintai rasul-Nya; menjelaskan bahwa, kaum mukmin adalah umat
yang satu, dan Allah adalah Rabb mereka.
d) Kisah-kisah itu
bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, yang menghibur mereka dari kesedihan
atas musibah yang menimpa.
e) Mengingatkan bahwa
musuh orang mukmin adalah setan, Menunjukan permusuhan abadi itu lewat kisah
akan tampak lebih hidup dan jelas.
Ditinjau
dari dampak paedagogis, kisah Nabawi tidak berbeda dari kisah Qur'ani di atas. Akan tetapi, bila, ditinjau secara, mendalam,
temyata, kisah nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan
pentingnya, keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri
nikmat Allah. Pokoknya kisah nabawi kebanyakan merupakan rincian yang lebih
khusus dari ajaran Islam.[25]
Kisah Qur’ani dan nabawi memiliki keistimewaan yang
mempunyai dampak psikologi dan edukatif yang sempurna, rapi dan jauh
jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman.
Keistimewaan kisah
Qur’ani dan Nabawi yaitu:
1.
Kisah yang
memikat dan menarik perhatian pembaca, tanpa memakan waktu lama.
Seperti
dalam Q.S. Yusuf ayat 3 dan 11
ß`øtwU Èà)tR y7øn=tã z`|¡ômr& ÄÈ|Ás)ø9$# !$yJÎ/ !$uZøym÷rr& y7øs9Î) #x»yd tb#uäöà)ø9$# bÎ)ur |MYà2 `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 úüÎ=Ïÿ»tóø9$# ÇÌÈ
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling
baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum
(Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.(Q.S.
Yusuf ayat 3).
(#qä9$s% $tR$t/r'¯»t $tB y7s9 w $¨Z0Bù's? 4n?tã y#ßqã $¯RÎ)ur ¼ã&s! tbqßsÅÁ»oYs9 ÇÊÊÈ
Mereka berkata:
"Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf,
padahal Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.(
.( Q.S. Yusuf ayat 11)
2.
Kisah yang
mendidik perasaan keimanan dengan cara
a.
Membangkitkan
berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta.
b.
Mengarahkan seluruh
perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah.
c.
Melibatkan pembaca
atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah
Qur’ani bukanlah hanya semata-mata seni yang indah, ia juga suatu cara Tuhan
mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Jika di ringkaskan tujuan kisah Qur’ani
adalah sebagai berikut:
a)
Mengungkapkan
kemantapan wahyu dan risalah yang di bawa oloeh Rasul SAW.
b)
Menjelaskan bahwa
secara keseluruhan, al-Din itu datangnya dari Allah.
c)
Menjelaskan bahwa
Allah menolong dan mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum mukmin adalah
umat yang satu dan Allah adalah Rabb mereka.
d)
Kisah itu bertujuan
menguatkan keimanan kaum muslimin, menghibur mereka dari kesedihan atas musibah
yang menimpa.
e)
Mengingatkan bahwa
musuh orang mukmin adalah syaitan, menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah
akan tampak lebih hidup dan jelas.[26]
c.
Metode amtsal (Perumpamaan)
Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan
membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah
ayat 17:
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ
Artinya
: Perumpamaan mereka adalah seperti
orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat.
Dalam surat al-Ankabut ayat 41 Allah
mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba [29] [41]:[27]
$yJ¯RÎ) crßç7÷ès? `ÏB Èbrß «!$# $YZ»rO÷rr& cqà)è=ørBur %¸3øùÎ) 4 cÎ) tûïÏ%©!$# crßç7÷ès? `ÏB Èbrß «!$# w cqä3Î=ôJt öNä3s9 $]%øÍ (#qäótGö/$$sù yZÏã «!$# XøÎh9$# çnrßç6ôã$#ur (#ráä3ô©$#ur ÿ¼ã&s! ( Ïmøs9Î) cqãèy_öè? ÇÊÐÈ
Artinya
: Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu
membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu
memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.
Cara seperti itu dapat juga, digunakan
oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya, tentu saja sama, dengan metode
kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca, teks. Kebaikan metode ini antara,
lain adalah sebagai berikut :
1)
Mempermudah
siswa memahami konsep yang abstrak, ini ter adi karena perumpamaan itu
mengambil benda, kongkrit sepertikelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan
sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidipun
bisa rusak. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim Nabi mengumpamakan
"harga" dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil dan sudah
mati : dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. sedang lewat disebuah
pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu
diangkatnya telinga anak kambing itu seraya berkata, " siapa di antara
kalian yang ingin memiliki anak kambing ini dengan membayar sate dirham ?"
Orangorang menjawab, " Kami tidak sudi membeli anak kambing itu dengan
membayar sesuatu. Apa
manfaatnya ? " la bertanya lagi, "Atau barangkali kalian ingin
memilikinya secara gratis ?" Mereka menjawab, "demi Allah, sekalipun
anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya karena carat pada telinganya,
apalagi sudah mati." Maka Rasulullah SAW. bersabda, " demi Allah,
sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina dari pada anak kambing ini bagi
kalian".
2)
Perumpamaan
dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
Dalam hal ini Abduh mengatakan, tak kala, menafsirkan kata darb dalam Surat al
Bagarah ayat 26, "penggunaan kata darb dimaksudkan untuk mempengaruhi dan
membangkitkan kesan, seakan-akan sipembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca
dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam kalbu".
3)
Merupakan
pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami.
Jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan malah pengertiannya kabur atau
hilang sama sekali. Perumparnaan hares mernper elas konsep, bukan sebaliknya.
Keistimewaan perumpamaan dalam Al-Qur'an ialah natijah (Konklusi) Silogismenya
justru tidak disebutkan, yang disebutkan hanya premis-premisnya. Ini hebat
karena begitu jelas kongklusinya sampai-sampai
tidak disebutkanpun, kongklusi itu dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya
silogisme selalu menyebutkan konklusi setelah premis. Kongklusi silogisme dari
Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau
pembaca. Allah tabu manusia dapat menebaknya.
4)
Amtsal
Qur'ani dan Nabawi memberikan
motivasi kepada pendengamya untuk berbuat aural baik dan menjauhi kejahatan.
Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan Islam.
d.
Metode Teladan
Kita mungkin saja dapat menyusun sistem
pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan
realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi itu memerlukan
seperangkat metode, metode itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam
merealisasikan tujuan pendidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik
tidak dapat bertindak secara alamiah saja. Agar tindakan pendidikan dapat
dilakukan lebih efektif dan lebih efisien. Di sinilah teladan merupakan salah
satu pedoman bertindak.
Murid-murid cenderung meneledani
pendidiknya, ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari Barat maupun dari
Timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru, tidak
saja yang baik, yang jelekpun ditirunya.
Pribadi rasul itu adalah intrepretasi
Al-Qur'an secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, cara berkehidupan
sehari-haripun kebanyakan merupakan contoh care berkehidupan Islam.
Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu.
Contohnya, Allah menyuruh Rasulnya mengawini bekas istri Zaid, Zaid itu anak
angkat rasul. Ini ganjil bagi orang Arab ketika itu. Dengan itu Allah
memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah
anak kandung, bekas istri anak angkat boleh dikawini.
"Maka
tatkala Zaid telah menceraikan istrinya, Kami kawinkan kamu dengan dia supaya
tidak ada keberatan bagi mukmin untuk mengawini bekas istri anak angkat
mereka." Al-Ahzab [33] [37].[28]
Banyak contoh yang diberikan oleh Allah
yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya
berbicara, tetapi juga hares memberikan contoh secara langsung. Dalam
peperangan, nabi tidak hanya memegang komando, dia juga ikut perang, menggali
parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke Pasar dan
lain-lain.
Dari uraian di atas, apa yang dapat kits
ambil bagi perkembangan teori pendidikan Islam ? Ada beberapa konsep yang dapat
dipetik dari sana :
a) Metode pendidikan Islam
berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan itu adalah guru, Kepala
sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu
adalah para pemimpin masyarakat, para da'i. Konsep ini jelas diajarkan oleh
Rasul SAW. seperti diuraikan di atas.
b) Teladan untuk guru (dan
lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani
selain rasul Allah SAW. Sebab rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul
meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena rasul itu adalah
penafsir ajaran Tuhan.
Secara psikologis ternyata manusia
memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat pembawaan.
Taklid (meniru) adalah salah sate sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada
dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak sengaja adalah
keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebangsanya,
sedangkan keteladanan yang disengaja adalah seperti memberikan contoh yang
baik, mengerajakan shalatyang benar (Nabi berkata) : "Shalatlah kamu
sebagaimana shalatku (Bukhori). Keteladanan yang disengaja adalah keteladanan
yang memang diserta penjelasan atau perintah agar meneladani. Dalam pendidikan
Islam kedua keteladanan itu sama saja pentingnya. Keteladanan yang tidak
disengaja dilakukan secara tidak formal, yang sengaja dilakukan secara formal.
Keteladanan yang dilakukan tidak formal itu kadang-kadang kegunaannya lebih
besar dari pada kegunaan keteladanan formal. [29]
e.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan
pengalaman. Apa yang dibiasakan? Yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang
diamalkan. Oleh karena itu uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu dengan
uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui. Inti
pembiasaan ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam,
itu telah dapat dikatakan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas
tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar, bila masuk ruangan
hendaklah mengucapkan salam, ini juga satu cara membiasakan.
Dalam
pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif Lihatlah pembiasaan
yang dilakukan oleh Rasulullah, perhatikanlah orang tua kits mendidik anaknya. Anak-anak
yang dibiasakan bangun pagi, akan bangun pagi sebagai suatu kebiasaan,
kebiasaan itu (bangun pagi) ajaibnya juga mempengaruhi jalan hidupnya. Dalam menger akan pekerjaan lainpun ia cenderung
"pagi-pagi", bahkan "sepagi mungk'. Orang yang biasa bersih akan
memiliki sifat bersih, ajaibnya ia juga bersih hatinya, bersih juga pikirannya.
Karena melihat inilah ahli-ahli pendidikan semuanya sepakat untuk mebenarkan
pembiasaan sebagai salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan
manusia dewasa.
Ajaibnya lagi, pembiasaan tidak hanya
perlu bagi anak-anak yang masih kecil. Tidak hanya perlu di Taman Kanak-kanak
dan Sekolah Dasar. Di Perguruan Tinggipun pembiasaan masih diperlukan.
Pembiasaan merupakan metode pendidikan yang jitu, tetapi sayangnya kita tidak
mampu menjelaskan mengapa, pembiasaan itu amat besar pengaruhnya pada pembentukan
pribadi seseorang. Ternyata pembiasaan tidak hanya mengenai yang batini, tetapi
juga lahiri. Orang yang biasa memegang stir, lebih baik menyetir ketimbang
orang yang menguasai teorinya, tetapi jarang membawa mobil. Pepatah mengatakan,
"alah bisa karena, biasa". Berard bahwa orang yang telah terbiasa, dapat
mengalahkan orang yang lebih mengetahui tetapi kurang terbiasa.
Kadang-kadang ada kritik terhadap
pendidikan dengan pembiasaan karena cara ini tidak mendidik siswa untuk
menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Kelakuanya berlaku secara
otomatis tanpa is mengatahui baik buruknya. Memang benar. Sekalipun demikian
tetap saja metode pembiasaan sangat baik digunakan karena yang kita biasakan
adalah yang benar. Kita tidak boleh membiasakan anak-anak kita melakukakan atau
berprilaku yang buruk, .ini perlu disadari oleh guru sebab perilaku guru yang
berulang-ulang sekalipun hanya dilakukan secara main-main , akan mempengaruhi
anak didik untuk membiasakan prilaku itu. Metode pembiasaan be6alan
bersama-sama dengan metode keteladanan, sebab pembiasaan itu dicontohkan oleh
guru. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga
berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah SAW. berulang-ulang berdo'a dengan
doa yang sama. Akibatnya dia hapal benar doa itu, dan sahabatnya yang
mendengarkan doa. yang berulang-ulang itu juga hapal doa itu.[30]
f.
Metode `Ibrah dan Mau'izah
Al-Nahlawi sudah meneliti pengertian
kedua kata itu. Menurut pendapatnya kedua kata itu mempunyai perbedaan dari
segi makna. `Ibrah dan Ftibar ialah suatu kondisi psikis yang
menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi,
dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya (1989:390). Adapun mauidhah
ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan
pahala atau ancamannya (h. 403).
Penggunaan 'Ibrah dalam Qur'an
dan sunnah temyata berbeda-beda sesuai dengan objek `ibrah itu sendiri.
Pengambilan `ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang-orang
yang berpikir dengan akal dan hatinya seperti firmanAllahsebagai berikut "Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Isi Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan membenarkan
kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi orang yang beriman" (Yusuf :111). [31]
Esensi
Ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa. menyelamatkan Yusuf setelah
dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukannya setelah
dijebloskan ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja Mesir setelah
dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasan Tuhan. Allah
mengatakan bahwa Ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh
orang orang ynag disebut ulul albab, yaitu orang yang berpikir dan berzkir.
Pendidikan
Islam memberikan perhatian khusus kepada metode `Ibrah agar pelajar dapat
mengambilnya dari kisah-kisah dalam Al-Qur'an, sebab kisah-kisah itu bukan
sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran
('Ibrah), yang penting didalamnya. Pendidik dalam pendidikan Islam harus
memanfatkan metode ini.
Rasyid
Ridla, tatkala menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 232 menyimpulkan bahwa mauizah
adalah nasihat dengan cara menyentuh qalbu (lihat al-Nahlawi, 1989 : 403). Kata
Wa'z itu dapat berarti bermacam-macam.
Pertama berarti nasihat, yaitu sajian bahasan tentang
kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasihati mengamalkannya. Nasihat yang
baik itu harus bersumber pada yang Maha Baik yaitu Allah. Yang menasehati harus
lepas dari kepentingan dirinya secara bendawi dan duniawi. Ia harus ikhlas
karena semata menjalankan perintah Allah dan aku tidak benar-benar meminta upah
kepada kalian atas ajakan itu, upahku ada dari Allah Rabb semesta alam.
(as-Syu'ara : 109, 127, 145, 164, 180).
Ayat ini diulang lima kali, hanya dalam
surat ini, untuk menegaskan pentingnya keiklaasan dalam memberikan nasihat
(mauizah). Keikhlasan itu menyangkut persoalan pedagogic. Nasehat yang
disampaikan secara ikhlas akan lebih."mujarab" dalam tanggapan
pendengamya. Nasihat yang tidak ikhlas tidak akan diterima oleh pendengar.
Nasihat yang tidak ikhlas itu seolah-olah masuk dari telinga kiri ke luar dari
telinga kanan. Entah mengapa begitu, sulit sekali dijelaskan.
Kedua,
mauizah berarti tazkir (peringatan) yang memberi nasihat hendaknya berulang kali
mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati
tergerak untuk mengikuti nasihat itu. Sekarang
kedua, pengertian ini harus digabungkan: nasihat itu harus ikhlas dan
disampaikan berulang-ulang. Bila dilakukan demikian. Akan timbul dari
pendengar, orang yang menashati itu memang mempunyai keprihatinan yang dalam
terhadap nasib pendengamya.
Tadi
dikatakan bahwa nasihat (mauizah) hendaknya disampaikan dengan cara menyentuh
kalbu itu tidak mudah akan tetapi, dengan keikhlasan dan berulang-ulang,
akhimya nasihat itu akan dirasakan menyentuh kalbu pendengarnya. Dalam hadits diceritakan:
"Rasululah SAW. menasihati karni
dengan nasihat yang menyentuh, yang membuat hati kami bergetar, dan karenanya
hati kami mengeluarkan air mats. Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah,
seakanakan ia merupakan nasihat orang yang menitipkan. Maka wasiatkanlah
kepada kami." (hadis, lihat al-Nahlawi, 1989:410)
Nasihat yang menggetarkan hanya mungkin bila
1) yang memeberi nasihat
merasa terlibat dalam isi nasihat itu, jadi ia series dalam memberi nasihat.
2) Yang menasihati harus
merasa prihatin terhadap nasib orang yang dinasihati.
3) Yang menasihati harus
ikhlas, artinya lepas dari kepentingan pribadi secara duniawi.
4) Yang memberi nasihat
harus berulang-ulang melakukannya. Secara teori, nasihat yang menggetarkan hati
haruslah nasihat dengan mengunakan bahasa yang menyentuh hati. Akan tetapi, itu
tidak mudah. Secara operasional, nasihat akan dirasakan menggetarkan hati bila
dilakukan dengan cara seperti di sebut di atas itu : prihatin, ikhlas, dan
berulang-ulang.[32]
g.
Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan,
kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena doss yang
dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi peraturan Allah, tarhib
demikian jugs. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan,
sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat
kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan keselamatan, dan
tidak mengingatkan kepedihan, kesengsaraan.
Targhib dan tarhib dalam pendidikan Islam berbeda
dari metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya
ialah targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan
hukuman bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi. Perbedaan itu mempunyai
implikasi yang penting:
1) Targhib dan tarhib
lebih teguh karena akarnya berada di langit (transenden), sedangkan teori
hukuman dan ganjaran hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi. Targhib dan
tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak
mengandung aspek iman. Oleh karena itu, targhib dan tarhib lebih kuat
pengaruhnya.
2) Secara operasional,
targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan daripada metode hukuman dan
ganjaran karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam Al-Qur'an dan Hadis
Nabi, sedangkan hikuman dan ganjaran dalam metode Barat harus ditemukan sendiri
oleh guru.
3) Targhib dan tarhib
lebih universal, dapat digunakan kepada siapa saja; sedangkan jenis hukuman dan
ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu.
4) Dipihak lain, targhib
dan tarhib lebih lemah daripada hukuman dan ganjaran karena hukuman dan
ganjaran lebih nyata langsung waktu itu jugs, sedangkan pembuktian targhib dan
tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti (di akhirat).
Sampai di sini telah selesai dibicarakan
tujuh metode pendidikan Islami yang pada dasarnya diambil dari buku an-Nahlawi
yang be&dul Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (1989).
Metode-metode itu terutama diperlukan dalam pendidikan keimanan yang
memangmerupakan inti dalam pendidikan Islam. Bagi pembaca Indonesia,
metode-metode ini barangkali berguna bagi pendidikan keimanan dalam rumah
tangga, di sekolah, dan di lembaga-lembaga pendidikan lain. Pada bagian
permulaan bab ini telah dikatakan bahwa pendidikan keagamaan pada segi
psikomotor dan kognitif sekarang ini tidak menghadapi masalah yang gawat.
Metode-metode
pengajaran yang digunakan oleh orang Barat pada dasarnya dapat digunakan oleh
guru-guru di sekolah Islam atau guru agama di sekolah umum. Untuk pendidikan segi afektif, dalam pendidikan
agama Islam yang berupa pendidikan rasa iman, metodemetode yang tujuh macam di
atas nampaknya dapat digunakan.[33]
h.
Metode tambahan dari penulis buku
1.
Metode
Pepujian
Diantaranya adalah dengan shalawat nabi, pujian
untuk Allah (dengan dilagukan), juga membaca ayat-ayat al- Qur'an. Pepujian ini
biasanya Bering dilakukan di Kompleks pesantren trasisional. Namur berbeda
dengan di kota, pepujian ini kurang mendapatkan perhatian, karena kehidupan
mereka sudah terpengaruh oleh budaya barat (budaya rasional) yang mereka itu
lebih mementingkan peker aan dibanding mengucapkan pepujian karena, orang kota
menggunakan perhitungan menit, bagi mereka setiap menit adalah ker a atau uang.
2.
Metode
Wirid
Diantaranya adalah pengucapan doa-doa,
dzikir. Dalam wirid ada, juga, pepujian, bahkan semuanya dapat diartikan
sebagai pepujian, tetapi tidak dilagukan seperti pepujian. Di kota, wirid juga
diabaikan, bahkan terlalu modernnya khutbah sekarang semakin mendekati pidato
ilmiah dalam seminar.
i.
Metode Tambahan Lain Penulis
1. Metode Uswatun Khasanah
Menurut
Ahmad Fatoni metode ini merupakn metode yang paling tua dan sulit. Yakni
menyampaikan pendidikan agama melalui contoh yang baik dari pendidiknya.
Metode
ini merupakan metode yang mempunyai penruh besar dalam pendidikan agama islam.
Bahkan menurut Ahmad fatoni merupaknmetode yang menentukan keberhasilan dari
pendidikan agama islam[34]kita
semua tentu menyadari bahwa apa yang dilihat dan dilakukan oleh seorang
pendidik agama merupakan tambahan dari daya didiknya. Sehingga jika seorang
guru agama tidak mencerminkan tinakan yang agamis dalam perilaku kesehariannya
tentu akan melumpuhkan daya didiknya.
2. Metode Anugerah.
Islam
mengenalkan umatnya dengan adanya pahala sebagai bentuk imbalan dari tindakan
khasanahnya. Dan terbukti bahwa pahala sangat mendorong seseorang untuk
bertindak sesuai dengan ajaran agamanya. Setiap manusia yang normal tentu
mempunyai harapan dan keinginan. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh metode ini.
Dengan adanya anugerah anak didik didorong untuk mengerjakan perbuatan yang
baik dan anugerah sebagai imbalannya. Imbalan tersebut dapat berupa pujian,
penghormatan, hadiah, tanda penghargaan, dan lain sebagainya.
Pada
dasarnya metode-metode yang kami jelaskan diatas merupakan pilihan yang
tentunya masih dapat dikembangkan. Dan tentunya metode-metode yang dianggap
baik masih bisa kita gnakan dalam proses interaksi edukasi. Metode-metode diatas
dengan berbagai tujuan yang hendak dicapainya bukanlah metode-metode yang
berdiri sendiri melainkan metode-metode yang perlu untuk dikolaborasikan
shingga proses interaksi edukasi yang ada akan lebih menarik lagi. Untuk itu
diperlukan kreatifitas dari pendidik dalam menggunakan metode-metode tersebut.
A. Tanggapan Kelompok
Dalam pendidikan Islam ada mats
pelajaran agama Islam. Pengajaran agama Islam tersebut mencakup pembinaan
ketrampilan, kognitif dan efektif. Tetapi bagian afektif inilah yang amat remit
itu. Ini menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama pada, umumnya.
Pembahasan metodologi untuk mendidik rasa beragama banyak pakar yang menawarkan
metode-metode tersebut. Salah satunya adalah an-Nahlawi.
Menurut an-Nahlawi seperti dikutip oleh
Ahamad Tafsir (Tafsir : 135147), dalam Al-Qur'an dan hadits dapat ditemukan
berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, dan
membangidtkan semangat.
Menurut
Penulis metode-metode ini mampu mewujudkan tujuan pendidikan agama islam dengan
sangat baik, karena metode-metode yang ditawarkkan an-Nahlawi ini sangat
mendalam dan benar-benar ditanamkan pada, setiap peserta didik sehingga hasil
yang akan tercapai bukan sekedar kognitifnya saja melainkan afektif nya juga dapat
tercapai dengan sangat baik, berikut ini beberapa metode menurut an-Nahlawi
1.
Metode
hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.
Metode
kisah Qur'ani dan Nabawi
3.
Metode
amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.
Metode
uswah hasanah (keteladanan)
5.
Metode
pembiasaan
6.
Metode
'ibrah dam mau'izah
7.
Metode
targhib dan tarhib
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Metode adalah seperangkat cara, jalan dan tehnik
yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat
mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang di
rumuskan dalam silabi mats pelajaran. Metode pembelajaran yaitu suatu cara
penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Rmgsinya
adalah menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajarmengajar dan merupakan
bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran.
Secara garis besar dalam pembahasan ini metode yang
dirasa cukup berhasil dalam usaha menanamkan rasa beragama adalah sebagai
berikut :
1.
Metode
hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.
Metode
kisah Qur'ani dan Nabawi
3.
Metode
amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.
Metode
uswah hasanah (keteladanan)
5.
Metode
pembiasaan
6.
Metode
`ibrah dam mau'izah
7.
Metode
targhib dan tarhib
B. Saran
Kritik dan saran yang membangun untuk
pengembangan karya ini sangatlah dibutuhkan penulis, mengingat masih banyak
kekurangan dari karya ini. Semoga bermanfaat kurang dan lebihnya penulis mohon
maaf yang sebesar-besamya.
DAFTAR RUJUKAN
Al –Qur’an al-Karim
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Abdurrahman An-Nahlawi , Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung: Cv.
Diponegoro,
1989.
Alimanjogja.blogspot.com
Dahlan al-Barri & M. Pius A. Partanto. Kamus
Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 1994.
Dr. Ahmad Tafsir, Rmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung, PT. ROSDAKARYA, 2011.
Erwati Aziz. Prinsip-prinsip Pendidikan
Islam
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1962.
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/03/ayat-ayat-tentang-metodependidikan.html diunduh pada Tanggal 22
Februari 2018.
http://adiefdesign.blogspot.co.id/2012/05/metode-kisah-qurani-dan-nabawi.html di Unduh Tanggal 22
Februari 2018 diunduh pada tanggal 22 Februari 2018.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, AI-Mujam
Al-Mufahras Ii Alfad Al-Qur'an Al-Karim.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah, Lentera Hati: Jakarta,2006.
Ramayulis, Haji. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam. Mulia, 2005.
Saliman & Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pendidikan dan
Umum , Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Zainal Abidin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Metro
: STAIN Jurai Siwo Metro, 2014.
[1]
Zainal Abidin,Filsafat Pendidikan Agama
Islam, (Metro : STAIN Jurai Siwo Metro, 2014), h. 7
[3]Hasan
Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam,(Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1962) hal. 183
[4] H.M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.61
[13]http://grabalong.blogspot.co.id/2015/03/ayat-ayat-tentang-metode-pendidikan.html diunduh pada tanggal 22
Februari 2018.
[14]Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mujam Al-Mufahras li Alfad Al-Qur'an
Al-Karim (mp.:
Angkasa, t.t.), hal. 425
[15]Omar Mohammad
Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979) hal. 551
[16]Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Cet.1
(Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1962) hal 188
[17]Abdurrahman
An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam. Keluarga, di
Sekolah dan di Masyarakat, Cet. I ( Bandung: Cv. Diponegoro, 1989) h. 283
[18]Dr. Ahmed
Tafsir, Rmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung, PT. ROSDAKARYA,
2011), h. 135
[26]http://adiefdesign.blogspot.co.id/2012/05/metode-kisah-qurani-dan-nabawi.html di Unduh Tanggal 22 Februari
2018
[30]Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung,
PT. ROSDAKARYA, 2011), h. 145
[31](Depag
R1, Al-Qur'an dan tedemahnya, 1993)
[32]Ibid,
Him 146
[34]Merode Pendidikan Islam oleh
Imam Muttaqien Di undh Pada Tanggal 21 Februari 2018
