Beranda

Selasa, 02 April 2019

METODE PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkwigan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai­nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabataya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, Baling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Mengingat betapa urgennya pendidikan agama bagi umatnya, maka peran guru yang profesional sebagai ujung tombak di dunia pendidikan sangat diharapkan untuk dapat mentransfer ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan agama kepada peserta didiknya dengan berbagai metode.
Metode pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan "how" yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis menyusun beberapa rumusan masalah sehingga apa yang akan di bahas tidak akan melebar luss, berikut beberapa permasalahan yang akan di bahas:
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agarna. Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan Metode Pendidikan Agama Islam?
3. Apa Saja Metode Pendidikan Agama Islam?

C.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas penulis menentukan tujuan dalam Penyusun menyusun makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam?
2.      Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Metode Pendidikan Agama Islam?
3.      Mengetahui Apa Saja Metode Pendidikan Agama Islam?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta'lim (mengajar), ta'dib (mendidik), dan tarbiyah (mendidik). Namur menurut al-Attas dalam Hasan Langgulung, bahwa kata ta'dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama Islam, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas, sebagaimana kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-­tumbuhan dengan pengertian memelihara. Pendidikan merupakan media tranfer ilmu pengetahuan dan pewarisan tradisibintelektual Islam dari generasi kepada generasi berikutnya.[1] Dalam perkembangan selanjutnya, bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam hingga populer sampai sekarang. Ajaran Islam sebagai sebuah sistem yang diyakini oleh penganutnya yang memiliki nila-nilai tentang kebenaran hakiki dan mutlak untuk dijadikan sebagai pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk didalamnya aspek pendidikan.[2] Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.[3]

Nazarudin Rahman menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI, yaitu sebagai berikut:
1.        Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
2.        Peserta didik hares disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
3.        Pendidik atau Guru Agama Islam (PGAI) hares disiapkan untuk bisa menjalankan tugasnnya, yakni merencanakan bimbingan, pangajaran dan pelatihan.
4.        Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.

B.      Pengertian Metode Pendidikan Islam
1.      Pengertian
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berati "melalui" dan hodos berarti "jalan" atau "cara". Dengan demikian metode dapat berati cara atau jalan yang hares dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[4]
Secara terminologi metode diartikan sebagai tata cara untuk melakukan sesuatu[5]lebih dari itu metode didefinisikan sebagai cara kerja atau cara yang teratur dan sistematis untuk melaksanakan sesuatu.[6] Dan hampir sama dengan arti tersebut metode diartikan sebagai cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, dengan menggunakan teknik dan alat-alat tertentu.[7] Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia tahun 1988 sebagaimana yang dikutip oleh Erwati Aziz, metode mengandung arti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[8]

Dari pengertian diatas adapula  yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut.[9]
Ada lagi yang berpendapat bahwa metode sebenamya berati jalan untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.
Sedang yang dimaksud dengan metode pendidikan adalah cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Kata "metode" di sini diartikan secara luas. Karena mengajar adalah salah sate bentuk mendidik, maka metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode mengajar. Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula mengandung dan sebagai cara untuk menggali, memahami dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terns berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Inilah pengertian-pengertian metode yang dapat dipahami dari berbagai pendapat yang disusun para ahli.
Adapun pengertian metode sebagai diungkapkan oleh beberapa ayat Al-Qur'an, ternyata memperlihatkan muatan, nuansa, dan kaitan yang amat luas. Kata toriqah terkadang digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan kepada suatu tujuan, terkadang Al-Qur'an menunjukan tentang sifat dari jalan yang ditempuh itu, dan terkadang pula berard suatu tempat. Dengan demikian, metode atau jalan oleh Al-Qur'an dilihat dari sudut objeknya, fungsinya, sifatnya, akibatnya dan. sebagainya. Ini dapat diartikan bahwa. perhatian. Al-Qur'an terhadap metode demikian tinggi. Al-Qur'an lebih menunjukan isyarat-isyarat yang memungkinkan metode dikembangkan lebih lanjut. Namun demikian, secara. eksplisit Al-Qur'an tidak menunjukan arti dari metode pendidikan Islam, karena. Al-Qur'an memang bukan ilmu pengetahuan tentang metode. Pemahaman yang luas dan mendalam terhadap ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya metode sangat dituntut untuk menemukan cara yang tepat dalam menyampaikan pendidikan dan pengajaran. Karena disadari, tentu ada, metode yang baik untuk pelajaran dan guru tertentu, tetapi tidak cocok untuk pelajaran lainnya. Dalam bahasa. Arab kata metode divangkapkan dalam berbagai kata. Tekadang digunakan kata at-tariqah, manhaj, dan. al-washilah. At-tariqah berard jalan, manhaj berarti sistem, dan al-wasilah berarti perantara atau. mediator.[10]
Berikut adalah salah satu Ayat Al-Qur;an tentang metode Pendidikan
* $pkšr'¯»tƒ ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[11]
Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan : Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” [12]
Nilai tarbiyah yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas, yaitu bahwa metode tabligh adalah suatu metode yang dapat diperkenalkan dalam dunia paendidikan modern. Yaitu suatu metode pendidikan dimanaguru tidak sekadar menyampaikan pengajaran kepada murid, akan tetapi dalam metode itu terkandung beberapa persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar mengajar. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah :
a.      Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah, suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya.
b.      Aspek kemampuan intelektual yang memadai.
c.       Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan membaca kejiwaan dan kebutuhan murid-muridnya.
d.      Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam yang istiqomah.
e.       Apabila keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh seorang guru, maka materi yang disampaikan kepada murid akan merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.[13]
Dengan demikian, kata. Arab yang dekat dengan arti metode adalah. at­tariqah. Kata at-toriclah, menurut Muhammad Fuad Abd al-Baqy diulang sembilan kali.[14]
Dari pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukan kepada jalan dalam and jalan yang bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide, gagasan-gagasan yang mengacu kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang ditentukan. Namun demikian, secara terminologis atau istilah kata metode bisamembawa kepada pengertian yang bermacam-macam sesuai dengan konteksnya.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi seperti dikutip oleh As-Syaibani mendepinisikan metode mengajar dalam bukunya Ruh At-Tarbiyyah watta'lim : "la adalah jalan yang kits ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid segala macam pelajaran,sekaligus merupakan rencana yang dibuat untuk menyampaikan pelajaran di dalam kelas. Muhammad Abd. Rohim Ghunaimah mentakrifkan bahwa metode mengajar sebagai : Cara­cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran.[15]
Hasan Langgulung mengatakan, karena pelajaran agama sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur'an itu bukan hanya satu segi saja, melainkan bermacam-macam yaitu ada kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah sembahyang, ada asfek affektifnya, seperti penghayatan pada nilai-nilai keimanan dan akhlak, dan ada asfek psikomotorik seperti praktik shalat, haji dan sebagainya. Maka metode untuk mengajarakannyapun bermacam-macam, sehmgga metode tarbiyah Islamiyah itu dapat diartikan sebagai metode pengajaran yang disesuaikan dengan materi atau bahan pelajaran yang terdapat dalam Islam itu sendiri. Karena muatan ajaran Islam itu luas, maka metode tarbiyah Islamiyah pun cakupannya luas pula.[16]

2.      Fungsi Metode
Fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera dapatdilihat bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan obyek sasaran tersebut. Dalam Al-Qur'an sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip umum dalam memfimgsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan pars ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa anak dalam menerima pelajaran.
Dalam menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna. Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Al-Qur'an senantiasa mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani manusia itu sendiri.
Dengan demikian, jelaslah bahwa metode amat berfungsi dalam menyampaikan materi pendidikan. Namun, hal itu merupakan perspektif Al-Qur'an hares bertolak dari pandangan yang tepat terhadap manusia sebagai mahluk yang dapat dididik melalui pendekatan jasmani, jiwa, dan akal pikiran. Karena itu ada materi yang berkenaan dengan dimensi afektif, dan psikomotorik, dan ada materi yang berkenaan dengan dimensi kognitif yang kesemuanya itu menghendaki pendekatan metode yang berbeda-beda.

C.    Macam-Macam Metode Pendidikan Agama Islam

Dalam pendidikan Islam ada mats pelajaran agama Islam. Pengajaran agama Islam mencakup pembinaan ketrampilan, kognitif dan efektif. Nah, bagian afektif inilah yang amat rumit itu. Ini menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama pada umumnya. Pembahasan metodologi untuk mendidik rasa beragama banyak pakar yang menawarkan metode-metode tersebut. Salah satunya adalah an-Nahlawi.[17]
Menurut an-Nahlawi – seperti dikutip oleh Ahamad Tafsir- (Tafsir : 135­147), dalam Al-Qur'an dan hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, dan membangkitkan semangat. Metode-metode itu, katanya mampu menggugah puluhan ribu muslimin untuk membuka hati umat manusia menerima tuntunan Tuhan. Metode dimaksud adalah :
1.                Metode hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.                Metode kisah Qur'ani dan Nabawi
3.                Metode amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.                Metode uswah hasanah (keteladanan)
5.                Metode pembiasaan
6.                Metode `ibrah dam mau' izah
7.                Metode targhib dan tarhib[18]

Dengan metode-metode ini diharapkan kita bisa menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa mkmatnya. benbadah (salat, puasa, dan lain-lain), rasa hormat pada orang tua, dan sebagainya. Hal ini agaknya sulit ditempuh dengan cara empiric dan logic. Di sini penyusun mencoba mencari alternatif yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini kita mendidik bukan melewati akal tapi langsung masuk pada perasaan anak didik. Orang-orang di Pesantren telah melakukan cara ini. mereka mendidik atau menanamkan rasa beragama dengan membiasakan membaca wirid, aurad, puji-pujian, dengan contoh tingkah lake, dan sebagainya. Dan kelihatannya mereka cukup berhasil dalam usaha-usahanya itu. Di sekolah bagaimana? mari kits renungkan metode-metode yang ditawarkan an-Nahlawi berikut ini.

a.      Metode Hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan pada suatu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu materi pembicaraan tidak dibatasi, bisa masalah agama, filsafat, sains dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan sampai pada kesimpulan , kadang-kadang tidak ada kesimpulan karma salah sate fihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Hiwar mempunyai pengaruh terhadap jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik pembicaraan secara series dan penuh perhatian. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal :
Pertama, dialog berlangsung hidup dan dinamis kerena kedua belah pihak atau semua yang hadir terlibat langsung dalam pembicaraan; kedua belah pihak saling memperhatikan. Dan terus mengikuti poly pikir teman-temannya, sehinga dapat menghasilkan sesuatu yang bare, yang mungkin belum diketahui sebelumnya.
Kedua, Pendengar atau pembaca tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena is ingin tabu kesimpulannya. Ini biasanya diikuti dengan penuh perhatian dan semangat.
Ketiga, metode ini dapat membangkidm perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
Keempat, biwar dilakukan dengan baik, sopan santun, menghargai pendapat orang lain sehingga menimbulkan kesan yang baik pula diantara pars peserta.[19]

Menurt an-Nahlawi dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. terdapat berbagai jenis hiwar, seperti :
1)      Hiwar khitabi atau taabudi
2)      Hiwar washfi
3)      Hiwar qishashi (percakapan tentang sesuatu melalui kisah)
4)      Hiwar jadah dan
5)      Hiwar Nabawi.

Hiwar khitabi atau ta'abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan, "Wahai, orang-orang yang beriman, "dan hamba­Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan, "Kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi. "Dialog antara Tuhan dan hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan, dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-Nya. Logikanya, kita pun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraerah yang menggambarkan dialog Rasulullah dengan Tuhannya. [20]

Aku mendengar Nabi SAW. bersabda, "Allah ta'ala berfirman". "Aku membagi shalat ke dalam dua bagian, untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku adalah apa yang dimintanya." Apabila seorang harnba. mengucapkan 'Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, `maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Apabila mengucapkan `Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,' maka Allah berfmnan, `Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Apabila mengucapkan 'Yang menguasai hari peinbalasan,' maka Allah berfirman, 'HambaKu telah mengagungkan Aku' Dahl lain yang menunjukan adanya hiwar ialah hadits berikut
Apabila Rasulullah SAW. membaca "Bukanlah Allah Maha Kuasa menghidupkan orang coati T' dia mengucapkan, Maha Suci Engkau Yang Maha Besar. "Dan bila dia membaca : "Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, maka dia mengucapkan `Mahasuci Rabbku Yang Maha Tinggi.( HR. Abu Dawud dan Baihaqi).
Kedua hadits di atas merupakan dalil adanya hiwar ta'abbudi, yaitu dialog tentang pengabdian kepada Tuhan.Tasbih, tahmid, takbir dan ta'awwuz yang diucapkan Nabi kepada Tuhan jelas merupakan suatu munajat kepada Allah, sekaligus merupakan dalil adanya hiwar dalam hadits-hadits Rasulullah SAW.
Melalui hiwar ta'abbudi atau khitabi, Al-Qur'an menanamkan hal-hal penting sebagai berikut :
a)      Agar tanggap terhadap persoalan yang diajukan Al-Qur'an, merenungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya dalam kalbu.
b)      Menghayati makna kandungan Al-Qur'an
c)      Mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an
d)     Menanamkan rasa bangga karena dipanggil oleh Tuhan, "Hai, orang-orang yang beriman ..."[21]
Dalam hiwar khitabi ini dialog dimulai dari pihak kesatu, yaitu sipembicara, sedangkan pihak kedua yang menyambutnya memperhatikan dengan emosinya, lalu terpanggil untuk menyambutnya dengan pikiran dan perasaannya.
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau mahluk gaib lainnya. Dalam surat as-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka :
Dan mereka berkata : 'Aduhai celakalah kits ! Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang kalian selalu mendustakannya. (Kepada malaikat diperintahkan) : kumpulkanlah orang-orang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah. Matra tunjukanlah kepada mereka jalan ke neraka". (QS. As-Shaffat [37]:20-23).
Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang zalim. Dalam surat as-Shaffat ayat 27-28 :

Ÿ@t7ø%r&ur öNßgàÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ tbqä9uä!$|¡tFtƒ ÇËÐÈ   (#þqä9$s% öNä3¯RÎ) ÷LäêZä. $uZtRqè?ù's? Ç`tã ÈûüÏJuø9$# ÇËÑÈ  
Artinya : Sebagian dari mereka menghadap kepada, sebagian yang lain sambil berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka) : `Sesunguhnya kalianlah yang datang kepada kami dari kanan".(QS. As-Shaffat [37]:27-28).[22]
Menurut an-Nahlawi (1989:309) hiwar washfi menyajikan kepada kits gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oleh pernbaca atau pendengar dialog itu; pendengar itu seolah-olah terlibat dalam dialogi tersebut. Lantas ada pemihakan. Kemudian dipihak mana aku ? Hiwar washfi seolah-olah mengingatkan pendengar dialog itu, jangan kalian ter erumus seperti mereka itu.
Hiwar qishashi terdapat dalam Al-Qur'an, yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam Al-Qur'an. Kalaupun di sana kisah yang keseluruhannya merupakan dialog langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh adalah kisah Syu'aib dan kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh kaum Nabi Syu'aib.Mari kits lihat ter emahan sebagian dari surat Hud ayat 84-95 : Dan kepada. penduduk Madyan Kami utus Syu'aib. la. berkata, "Hai, kaumku, beribadahlah kepada Allah, jangan bertuhan selain-Nya... Jangan mengurangi timbangan, says khawatir nanti kalian mendapat azab dari Tuhan." .... Mereka berkata, "hai, Syu'aib, apakah kamu menyuruh kami meninggalkan apa yang disembah oleh pimpinan kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harts kami ? "Syu'aib berkata-kata, Hai, kaumku.... (dan seterusnya). Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamanya..., dan orang-orang yang zalim itu dibinasakan oleh suara yang mengguntur.... Ingatlah, kebinasaanlah yang ditimpakan kepada. penduduk Madyan seperti binasanya kaum Tsmaud (Hud :84-95).
Hiwar seperti ini banyak ditemukan dalam Al-Qur'an. Hiwar ini dapat berpengaruh pada kejiwaan pendengarnya.Hal itu disebabkan oleh hal­hal sebagai berikut :
a)      Kekuatan hiwar ini terletak pada pengisyaratan, yaitu pengisyaratan agar tidak memihak kepada orang zalim; alasan orang zalim itu lemah.
b)      Hiwar ini membawakan alasan yang kuat, yaitu alasan yang datang dari Nabi clan dari Tuhan; alasan ini mengalahkan alasan orang zalim.
c)      Hiwar ini mengisahkan dialog secara berseling. Ini akan menajamkan persoalan yang didialogkan sehingga tedalin kisah panjang yang kuat slur ceritanya.

Dengan hiwar ini diharapkan pars pelajar memihak kepada yang benar dan membenci pihak yang salah.[23] Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam surat an-Najm [53] [1-5]:
ÉOôf¨Y9$#ur #sŒÎ) 3uqyd ÇÊÈ   $tB ¨@|Ê ö/ä3ç7Ïm$|¹ $tBur 3uqxî ÇËÈ   $tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ   ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ   ¼çmuH©>tã ߃Ïx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ  


Artinya : "Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan haws nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikankepadanya yang diajarkan oleh Jibril yang perkasa. (surat an-Najm [53] 1-5).
Hiwar jadali mempunyai implikasi pedagogic sebagai berikut:
a)      Mendidik orang menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang kuat.
b)      Dengan alasan yang kuat, mendidik orang menolak kebatilan karena pikiran itu rendah.
c)      Mendidik orang menggunakan pikiran yang sehat.

Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan pars Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Dia menghendaki agar sahabatnya mengajukan pertanyaan.
Metode ini menarik perhatian para. Sahabat karena sering sekali Jibril datang kepada. Nabi Muhammad bertanya. Setelah Jibril itu pergi, rasul mengatakan bahwa itu adalah Jibril, datang untuk mengajari mereka. Memang ayat 101 surat al-Maidah melarang orang bertanya , yaitu tentang hal-hal yang bila ditanyakan akan menyusahkan. Oleh karena itu, datanglah Jibril untuk menjelaskan bolehnya bertanya apabila dimaksudkan untuk mengambil manfaat seperti untuk mengajar.
Dari uraian ini kits mengetahui bahwa metode hiwar adalah metode pendidikan Islami, terutama untuk menanamkan rasa iman, yaitu pendidikan rasa (afektif).[24]
b.      Metode kisah Qur'ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama  pendidikan agama Islam (sebagai suatu mats pelajaran), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain :
1)      Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya,makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
2)      Kisah Qur'ani dan Nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dan konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. Kisah itu, sekalipun menyeluruh, terasa wajar, tidak menjijikan pendengar atau pembaca. Bacalah kisah Yusuf, misalnya. Inilah salah satu keistimewaan kisah Qur'ani, tidak sama dengan kisah-kisah yang ditulis orang sekarang yang isinya banyak ikut mengotori hati pembacanya.
3)      Kisah Qur'ani mendidik perasaan keimanan dengan cara
a)      Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, raja, rids dan cinta;
b)      Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;
c)      Melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah , itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah Qur'ani bukanlah hanya semata kisah atau semata-mats karya seni yang indah; ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Jika diringkaskan, tujuan kisah Qur'ani adalah sebagai berikut :
a)    Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risatah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima Qur'an dan keputusan Rasul-Nya. Kisah-kisah itu menjadi bukti kebenaran wahyu dan kebenaran Rasul SAW.
b)      Menjelaskan bahwa secara keseluruhan. ad-din itu datangnya dari Allah
c)    Menjelaskan bahwa Allah menolong dan mencintai rasul-Nya; menjelaskan bahwa, kaum mukmin adalah umat yang satu, dan Allah adalah Rabb mereka.
d)   Kisah-kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, yang menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e)    Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan, Menunjukan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
Ditinjau dari dampak paedagogis, kisah Nabawi tidak berbeda dari kisah Qur'ani di atas. Akan tetapi, bila, ditinjau secara, mendalam, temyata, kisah nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan pentingnya, keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri nikmat Allah. Pokoknya kisah nabawi kebanyakan merupakan rincian yang lebih khusus dari ajaran Islam.[25]
Kisah Qur’ani dan nabawi memiliki keistimewaan yang mempunyai dampak psikologi dan edukatif yang sempurna, rapi dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman. 
Keistimewaan kisah Qur’ani dan Nabawi yaitu:
1.      Kisah yang memikat dan menarik perhatian pembaca, tanpa memakan waktu lama.
Seperti dalam Q.S. Yusuf ayat 3 dan 11
ß`øtwU Èà)tR y7øn=tã z`|¡ômr& ÄÈ|Ás)ø9$# !$yJÎ/ !$uZøym÷rr& y7øs9Î) #x»yd tb#uäöà)ø9$# bÎ)ur |MYà2 `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 šúüÎ=Ïÿ»tóø9$# ÇÌÈ  

 Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.(Q.S. Yusuf ayat 3).

(#qä9$s% $tR$t/r'¯»tƒ $tB y7s9 Ÿw $¨Z0Bù's? 4n?tã y#ßqム$¯RÎ)ur ¼ã&s! tbqßsÅÁ»oYs9 ÇÊÊÈ  
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.( .( Q.S. Yusuf ayat 11)

2.       Kisah yang mendidik perasaan keimanan dengan cara
a.      Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta.
b.      Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah.
c.       Melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah Qur’ani bukanlah hanya semata-mata seni yang indah, ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Jika di ringkaskan tujuan kisah Qur’ani adalah sebagai berikut:
a)      Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah yang di bawa oloeh Rasul SAW.
b)     Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, al-Din itu datangnya dari Allah.
c)      Menjelaskan bahwa Allah menolong dan mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum mukmin adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabb mereka.
d)     Kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e)      Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah syaitan, menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.[26]

c.       Metode amtsal (Perumpamaan)
Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 17:
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ  
Artinya :  Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Dalam surat al-Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba [29] [41]:[27]
$yJ¯RÎ) šcrßç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# $YZ»rO÷rr& šcqà)è=øƒrBur %¸3øùÎ) 4 žcÎ) tûïÏ%©!$# šcrßç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# Ÿw šcqä3Î=ôJtƒ öNä3s9 $]%øÍ (#qäótGö/$$sù yZÏã «!$# šXøÎh9$# çnrßç6ôã$#ur (#ráä3ô©$#ur ÿ¼ã&s! ( Ïmøs9Î) šcqãèy_öè? ÇÊÐÈ  
Artinya : Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.
Cara seperti itu dapat juga, digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya, tentu saja sama, dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca, teks. Kebaikan metode ini antara, lain adalah sebagai berikut :
1)        Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak, ini ter adi karena perumpamaan itu mengambil benda, kongkrit sepertikelemahan tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidipun bisa rusak. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim Nabi mengumpamakan "harga" dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil dan sudah mati : dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. sedang lewat disebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu diangkatnya telinga anak kambing itu seraya berkata, " siapa di antara kalian yang ingin memiliki anak kambing ini dengan membayar sate dirham ?" Orang­orang menjawab, " Kami tidak sudi membeli anak kambing itu dengan membayar sesuatu.  Apa manfaatnya ? " la bertanya lagi, "Atau barangkali kalian ingin memilikinya secara gratis ?" Mereka menjawab, "demi Allah, sekalipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya karena carat pada telinganya, apalagi sudah mati." Maka Rasulullah SAW. bersabda, " demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina dari pada anak kambing ini bagi kalian".
2)        Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh mengatakan, tak kala, menafsirkan kata darb dalam Surat al Bagarah ayat 26, "penggunaan kata darb dimaksudkan untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan-akan sipembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam kalbu".
3)        Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami. Jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan malah pengertiannya kabur atau hilang sama sekali. Perumparnaan hares mernper elas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaan perumpamaan dalam Al-Qur'an ialah natijah (Konklusi) Silogismenya justru tidak disebutkan, yang disebutkan hanya premis-premisnya. Ini hebat karena begitu jelas kongklusinya sampai-sampai tidak disebutkanpun, kongklusi itu dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu menyebutkan konklusi setelah premis. Kongklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembaca. Allah tabu manusia dapat menebaknya.
4)        Amtsal Qur'ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengamya untuk berbuat aural baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan Islam.

d.      Metode Teladan
Kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi itu memerlukan seperangkat metode, metode itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik tidak dapat bertindak secara alamiah saja. Agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan lebih efisien. Di sinilah teladan merupakan salah satu pedoman bertindak.
Murid-murid cenderung meneledani pendidiknya, ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari Barat maupun dari Timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya.
Pribadi rasul itu adalah intrepretasi Al-Qur'an secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, cara berkehidupan sehari-haripun kebanyakan merupakan contoh care berkehidupan Islam. Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu. Contohnya, Allah menyuruh Rasulnya mengawini bekas istri Zaid, Zaid itu anak angkat rasul. Ini ganjil bagi orang Arab ketika itu. Dengan itu Allah memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung, bekas istri anak angkat boleh dikawini.
"Maka tatkala Zaid telah menceraikan istrinya, Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi mukmin untuk mengawini bekas istri anak angkat mereka." Al-Ahzab [33] [37].[28]
Banyak contoh yang diberikan oleh Allah yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga hares memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando, dia juga ikut perang, menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke Pasar dan lain-lain.
Dari uraian di atas, apa yang dapat kits ambil bagi perkembangan teori pendidikan Islam ? Ada beberapa konsep yang dapat dipetik dari sana :
a)  Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan itu adalah guru, Kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da'i. Konsep ini jelas diajarkan oleh Rasul SAW. seperti diuraikan di atas.
b)  Teladan untuk guru (dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain rasul Allah SAW. Sebab rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena rasul itu adalah penafsir ajaran Tuhan.
Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat pembawaan. Taklid (meniru) adalah salah sate sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak sengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebangsanya, sedangkan keteladanan yang disengaja adalah seperti memberikan contoh yang baik, mengerajakan shalatyang benar (Nabi berkata) : "Shalatlah kamu sebagaimana shalatku (Bukhori). Keteladanan yang disengaja adalah keteladanan yang memang diserta penjelasan atau perintah agar meneladani. Dalam pendidikan Islam kedua keteladanan itu sama saja pentingnya. Keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara tidak formal, yang sengaja dilakukan secara formal. Keteladanan yang dilakukan tidak formal itu kadang-kadang kegunaannya lebih besar dari pada kegunaan keteladanan formal. [29]
e.       Metode Pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman. Apa yang dibiasakan? Yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui. Inti pembiasaan ialah pengulangan. Jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat dikatakan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar, bila masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam, ini juga satu cara membiasakan.
Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif Lihatlah pembiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah, perhatikanlah orang tua kits mendidik anaknya. Anak-anak yang dibiasakan bangun pagi, akan bangun pagi sebagai suatu kebiasaan, kebiasaan itu (bangun pagi) ajaibnya juga mempengaruhi jalan hidupnya. Dalam menger akan pekerjaan lainpun ia cenderung "pagi-pagi", bahkan "sepagi mungk'. Orang yang biasa bersih akan memiliki sifat bersih, ajaibnya ia juga bersih hatinya, bersih juga pikirannya. Karena melihat inilah ahli-ahli pendidikan semuanya sepakat untuk mebenarkan pembiasaan sebagai salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan manusia dewasa.
Ajaibnya lagi, pembiasaan tidak hanya perlu bagi anak-anak yang masih kecil. Tidak hanya perlu di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Di Perguruan Tinggipun pembiasaan masih diperlukan. Pembiasaan merupakan metode pendidikan yang jitu, tetapi sayangnya kita tidak mampu menjelaskan mengapa, pembiasaan itu amat besar pengaruhnya pada pembentukan pribadi seseorang. Ternyata pembiasaan tidak hanya mengenai yang batini, tetapi juga lahiri. Orang yang biasa memegang stir, lebih baik menyetir ketimbang orang yang menguasai teorinya, tetapi jarang membawa mobil. Pepatah mengatakan, "alah bisa karena, biasa". Berard bahwa orang yang telah terbiasa, dapat mengalahkan orang yang lebih mengetahui tetapi kurang terbiasa.
Kadang-kadang ada kritik terhadap pendidikan dengan pembiasaan karena cara ini tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Kelakuanya berlaku secara otomatis tanpa is mengatahui baik buruknya. Memang benar. Sekalipun demikian tetap saja metode pembiasaan sangat baik digunakan karena yang kita biasakan adalah yang benar. Kita tidak boleh membiasakan anak-anak kita melakukakan atau berprilaku yang buruk, .ini perlu disadari oleh guru sebab perilaku guru yang berulang-ulang sekalipun hanya dilakukan secara main-main , akan mempengaruhi anak didik untuk membiasakan prilaku itu. Metode pembiasaan be6alan bersama-sama dengan metode keteladanan, sebab pembiasaan itu dicontohkan oleh guru. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah SAW. berulang-ulang berdo'a dengan doa yang sama. Akibatnya dia hapal benar doa itu, dan sahabatnya yang mendengarkan doa. yang berulang-ulang itu juga hapal doa itu.[30]
f.       Metode `Ibrah dan Mau'izah
Al-Nahlawi sudah meneliti pengertian kedua kata itu. Menurut pendapatnya kedua kata itu mempunyai perbedaan dari segi makna. `Ibrah dan Ftibar ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya (1989:390). Adapun mauidhah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya (h. 403).
Penggunaan 'Ibrah dalam Qur'an dan sunnah temyata berbeda-beda sesuai dengan objek `ibrah itu sendiri. Pengambilan `ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang-orang yang berpikir dengan akal dan hatinya seperti firmanAllahsebagai      berikut "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Isi Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman" (Yusuf :111). [31]
Esensi Ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa. menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukannya setelah dijebloskan ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja Mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasan Tuhan. Allah mengatakan bahwa Ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang orang ynag disebut ulul albab, yaitu orang yang berpikir dan berzkir.
Pendidikan Islam memberikan perhatian khusus kepada metode `Ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam Al-Qur'an, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran ('Ibrah), yang penting didalamnya. Pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfatkan metode ini.
Rasyid Ridla, tatkala menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 232 menyimpulkan bahwa mauizah adalah nasihat dengan cara menyentuh qalbu (lihat al-Nahlawi, 1989 : 403). Kata Wa'z itu dapat berarti bermacam-macam.
Pertama berarti nasihat, yaitu sajian bahasan tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasihati mengamalkannya. Nasihat yang baik itu harus bersumber pada yang Maha Baik yaitu Allah. Yang menasehati harus lepas dari kepentingan dirinya secara bendawi dan duniawi. Ia harus ikhlas karena semata menjalankan perintah Allah dan aku tidak benar-benar meminta upah kepada kalian atas ajakan itu, upahku ada dari Allah Rabb semesta alam. (as-Syu'ara : 109, 127, 145, 164, 180).

Ayat ini diulang lima kali, hanya dalam surat ini, untuk menegaskan pentingnya keiklaasan dalam memberikan nasihat (mauizah). Keikhlasan itu menyangkut persoalan pedagogic. Nasehat yang disampaikan secara ikhlas akan lebih."mujarab" dalam tanggapan pendengamya. Nasihat yang tidak ikhlas tidak akan diterima oleh pendengar. Nasihat yang tidak ikhlas itu seolah-olah masuk dari telinga kiri ke luar dari telinga kanan. Entah mengapa begitu, sulit sekali dijelaskan.
Kedua, mauizah berarti tazkir (peringatan) yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu. Sekarang kedua, pengertian ini harus digabungkan: nasihat itu harus ikhlas dan disampaikan berulang-ulang. Bila dilakukan demikian. Akan timbul dari pendengar, orang yang menashati itu memang mempunyai keprihatinan yang dalam terhadap nasib pendengamya.
Tadi dikatakan bahwa nasihat (mauizah) hendaknya disampaikan dengan cara menyentuh kalbu itu tidak mudah akan tetapi, dengan keikhlasan dan berulang-ulang, akhimya nasihat itu akan dirasakan menyentuh kalbu pendengarnya. Dalam hadits diceritakan:
"Rasululah SAW. menasihati karni dengan nasihat yang menyentuh, yang membuat hati kami bergetar, dan karenanya hati kami mengeluarkan air mats. Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah, seakan­akan ia merupakan nasihat orang yang menitipkan. Maka wasiatkanlah kepada kami." (hadis, lihat al-Nahlawi, 1989:410)
Nasihat yang menggetarkan hanya mungkin bila
1)      yang memeberi nasihat merasa terlibat dalam isi nasihat itu, jadi ia series dalam memberi nasihat.
2)      Yang menasihati harus merasa prihatin terhadap nasib orang yang dinasihati.
3)      Yang menasihati harus ikhlas, artinya lepas dari kepentingan pribadi secara duniawi.
4)  Yang memberi nasihat harus berulang-ulang melakukannya. Secara teori, nasihat yang menggetarkan hati haruslah nasihat dengan mengunakan bahasa yang menyentuh hati. Akan tetapi, itu tidak mudah. Secara operasional, nasihat akan dirasakan menggetarkan hati bila dilakukan dengan cara seperti di sebut di atas itu : prihatin, ikhlas, dan berulang-ulang.[32]

g.      Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena doss yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi peraturan Allah, tarhib demikian jugs. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan keselamatan, dan tidak mengingatkan kepedihan, kesengsaraan.
Targhib dan tarhib dalam pendidikan Islam berbeda dari metode ganjaran dan hukuman dalam pendidikan Barat. Perbedaan utamanya ialah targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah, sedangkan ganjaran dan hukuman bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi. Perbedaan itu mempunyai implikasi yang penting:
1) Targhib dan tarhib lebih teguh karena akarnya berada di langit (transenden), sedangkan teori hukuman dan ganjaran hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi. Targhib dan tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman dan ganjaran tidak mengandung aspek iman. Oleh karena itu, targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya.
2) Secara operasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan daripada metode hukuman dan ganjaran karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi, sedangkan hikuman dan ganjaran dalam metode Barat harus ditemukan sendiri oleh guru.
3)   Targhib dan tarhib lebih universal, dapat digunakan kepada siapa saja; sedangkan jenis hukuman dan ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu.
4) Dipihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah daripada hukuman dan ganjaran karena hukuman dan ganjaran lebih nyata langsung waktu itu jugs, sedangkan pembuktian targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti (di akhirat).
Sampai di sini telah selesai dibicarakan tujuh metode pendidikan Islami yang pada dasarnya diambil dari buku an-Nahlawi yang be&dul Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (1989). Metode-metode itu terutama diperlukan dalam pendidikan keimanan yang memangmerupakan inti dalam pendidikan Islam. Bagi pembaca Indonesia, metode-metode ini barangkali berguna bagi pendidikan keimanan dalam rumah tangga, di sekolah, dan di lembaga-lembaga pendidikan lain. Pada bagian permulaan bab ini telah dikatakan bahwa pendidikan keagamaan pada segi psikomotor dan kognitif sekarang ini tidak menghadapi masalah yang gawat.
Metode-metode pengajaran yang digunakan oleh orang Barat pada dasarnya dapat digunakan oleh guru-guru di sekolah Islam atau guru agama di sekolah umum. Untuk pendidikan segi afektif, dalam pendidikan agama Islam yang berupa pendidikan rasa iman, metode­metode yang tujuh macam di atas nampaknya dapat digunakan.[33]

h.      Metode tambahan dari penulis buku
1.                Metode Pepujian
Diantaranya adalah dengan shalawat nabi, pujian untuk Allah (dengan dilagukan), juga membaca ayat-ayat al- Qur'an. Pepujian ini biasanya Bering dilakukan di Kompleks pesantren trasisional. Namur berbeda dengan di kota, pepujian ini kurang mendapatkan perhatian, karena kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya barat (budaya rasional) yang mereka itu lebih mementingkan peker aan dibanding mengucapkan pepujian karena, orang kota menggunakan perhitungan menit, bagi mereka setiap menit adalah ker a atau uang.
2.                Metode Wirid
Diantaranya adalah pengucapan doa-doa, dzikir. Dalam wirid ada, juga, pepujian, bahkan semuanya dapat diartikan sebagai pepujian, tetapi tidak dilagukan seperti pepujian. Di kota, wirid juga diabaikan, bahkan terlalu modernnya khutbah sekarang semakin mendekati pidato ilmiah dalam seminar.
i.        Metode Tambahan Lain Penulis
1.      Metode Uswatun Khasanah
Menurut Ahmad Fatoni metode ini merupakn metode yang paling tua dan sulit. Yakni menyampaikan pendidikan agama melalui contoh yang baik dari pendidiknya.
Metode ini merupakan metode yang mempunyai penruh besar dalam pendidikan agama islam. Bahkan menurut Ahmad fatoni merupaknmetode yang menentukan keberhasilan dari pendidikan agama islam[34]kita semua tentu menyadari bahwa apa yang dilihat dan dilakukan oleh seorang pendidik agama merupakan tambahan dari daya didiknya. Sehingga jika seorang guru agama tidak mencerminkan tinakan yang agamis dalam perilaku kesehariannya tentu akan melumpuhkan daya didiknya.
2.      Metode Anugerah.
Islam mengenalkan umatnya dengan adanya pahala sebagai bentuk imbalan dari tindakan khasanahnya. Dan terbukti bahwa pahala sangat mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan ajaran agamanya. Setiap manusia yang normal tentu mempunyai harapan dan keinginan. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh metode ini. Dengan adanya anugerah anak didik didorong untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan anugerah sebagai imbalannya. Imbalan tersebut dapat berupa pujian, penghormatan, hadiah, tanda penghargaan, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya metode-metode yang kami jelaskan diatas merupakan pilihan yang tentunya masih dapat dikembangkan. Dan tentunya metode-metode yang dianggap baik masih bisa kita gnakan dalam proses interaksi edukasi. Metode-metode diatas dengan berbagai tujuan yang hendak dicapainya bukanlah metode-metode yang berdiri sendiri melainkan metode-metode yang perlu untuk dikolaborasikan shingga proses interaksi edukasi yang ada akan lebih menarik lagi. Untuk itu diperlukan kreatifitas dari pendidik dalam menggunakan metode-metode tersebut.

BAB III
TANGGAPAN

A. Tanggapan Kelompok

Dalam pendidikan Islam ada mats pelajaran agama Islam. Pengajaran agama Islam tersebut mencakup pembinaan ketrampilan, kognitif dan efektif. Tetapi bagian afektif inilah yang amat remit itu. Ini menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama pada, umumnya. Pembahasan metodologi untuk mendidik rasa beragama banyak pakar yang menawarkan metode-metode tersebut. Salah satunya adalah an-Nahlawi.
Menurut an-Nahlawi seperti dikutip oleh Ahamad Tafsir (Tafsir : 135­147), dalam Al-Qur'an dan hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, dan membangidtkan semangat.
Menurut Penulis metode-metode ini mampu mewujudkan tujuan pendidikan agama islam dengan sangat baik, karena metode-metode yang ditawarkkan an-Nahlawi ini sangat mendalam dan benar-benar ditanamkan pada, setiap peserta didik sehingga hasil yang akan tercapai bukan sekedar kognitifnya saja melainkan afektif nya juga dapat tercapai dengan sangat baik, berikut ini beberapa metode menurut an-Nahlawi
1.                Metode hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.                Metode kisah Qur'ani dan Nabawi
3.                Metode amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.                Metode uswah hasanah (keteladanan)
5.                Metode pembiasaan
6.                Metode 'ibrah dam mau'izah
7.                Metode targhib dan tarhib




BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Metode adalah seperangkat cara, jalan dan tehnik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang di rumuskan dalam silabi mats pelajaran. Metode pembelajaran yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Rmgsinya adalah menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar­mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran.

Secara garis besar dalam pembahasan ini metode yang dirasa cukup berhasil dalam usaha menanamkan rasa beragama adalah sebagai berikut :
1.                Metode hiwar (percakapan) Qur'ani dan Nabawi.
2.                Metode kisah Qur'ani dan Nabawi
3.                Metode amtsal (perumpamaan) Qur'ani dan Nabawi
4.                Metode uswah hasanah (keteladanan)
5.                Metode pembiasaan
6.                Metode `ibrah dam mau'izah
7.                Metode targhib dan tarhib

B. Saran
Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan karya ini sangatlah dibutuhkan penulis, mengingat masih banyak kekurangan dari karya ini. Semoga bermanfaat kurang dan lebihnya penulis mohon maaf yang sebesar-besamya.



DAFTAR RUJUKAN
Al –Qur’an al-Karim
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Abdurrahman An-Nahlawi , Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat,  Bandung: Cv. Diponegoro, 1989.
Alimanjogja.blogspot.com

Dahlan al-Barri & M. Pius A. Partanto. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 1994.

Dr. Ahmad Tafsir, Rmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung, PT. ROSDAKARYA, 2011.
Erwati Aziz. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam 

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1962.
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
http://adiefdesign.blogspot.co.id/2012/05/metode-kisah-qurani-dan-nabawi.html di Unduh Tanggal 22 Februari 2018 diunduh pada tanggal 22 Februari 2018.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, AI-Mujam Al-Mufahras Ii Alfad Al-Qur'an Al-Karim.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati: Jakarta,2006.
Ramayulis, Haji. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam. Mulia, 2005.
Saliman & Sudarsono,  Kamus Pendidikan, Pendidikan dan Umum , Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Zainal Abidin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Metro : STAIN Jurai Siwo Metro, 2014.


[1] Zainal Abidin,Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Metro : STAIN Jurai Siwo Metro, 2014), h. 7
[2] Ibid., h. 5
[3]Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam,(Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1962) hal. 183
[4] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.61
[5]Saliman & Sudarsono. Kamus Pendidikan, Pendidikan dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
[6]Dahlan al-Barri & M. Pius A. Partanto. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya : Arkola, 1994).
[7] Alimanjogja.blogspot.com
[8] Erwati Aziz. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam . h.79

[9]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) h. 91
[10]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam  ( Jakarta: Logos, 1999)  h. 92
[11] Al-Qur’an Al-Karim QS – Al- Maidah Ayat 67
[12] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah. (Lentera Hati: Jakarta,2006)
[14]Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mujam Al-Mufahras li Alfad Al-Qur'an Al-Karim (mp.: Angkasa, t.t.), hal. 425
[15]Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hal. 551
[16]Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Cet.1 (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1962) hal 188
[17]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam. Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Cet. I ( Bandung: Cv. Diponegoro, 1989) h. 283
[18]Dr. Ahmed Tafsir, Rmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung, PT. ROSDAKARYA, 2011), h. 135
[19]Ibid, h. 136
[20]Ibid, h.  137
[21]Ibid., h. 138
[22]Ibid., h.138
[23]Ibid, Hhn 139
[24]Ibid., h 40          
[25]Ibid., h.  141
[27](Depag RI, A]-Qur'an dan ter emahnya, 1993)
[28](Depag R1, Al-Qur'an dan Tedemahnya, 1993)
[29]Ibid
[30]Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung, PT. ROSDAKARYA, 2011), h. 145
[31](Depag R1, Al-Qur'an dan tedemahnya, 1993)
[32]Ibid, Him 146
[33]Ibid ., h 148
[34]Merode Pendidikan Islam oleh Imam Muttaqien Di undh Pada Tanggal 21 Februari 2018