Labels

Beranda

Tampilkan postingan dengan label Metodologi Penelitian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Metodologi Penelitian. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Mei 2021

Penelitian Studi Kasus



BAB I
 PENDAHULUAN
Hakikat kehadiran setiap individu dalam proses hidup ini, diantaranya adalah mengemban status dan peran sebagai ‘terdidik dan mendidik’. Asumsi itulah yang menyebabkan kita semua apabila memahami dan mengkaji tentang ‘peran atau fungsi guru’ dalam proses mendidik diri sendiri dan peserta didik di sekolah tidak akan habis untuk diperbincangkan, baik pada level masyarakat awan maupun level masyarakat ilmuwan.
Dari beberapa kajian ilmiah berkaitan dengan fungsi dan peran guru dalam proses pembelajaran tentang ilmu pengetahuan atau pola budaya pada peserta didik, menyimpulkan bahwa kedudukan guru memegang peran sentral sebagai: (1) Salah satu media pentransfer ilmu pengetahuan pada anak; (2) Pembimbing proses perubahan pola perilaku kehidupan anak didik kearah lebih baik; dan (3) Fasilitator/ pengarah dalam proses pemecahan beragam problem peserta didik yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan persoalan pribadi sebagai warga masyarakat. Agar setiap guru mampu menjalankan ketiga peran sentral tersebut, maka setiap guru disepanjang waktu harus terus berjuang untuk meningkatkan kualitas profesinya, khususnya berkaitan dengan kualitas pelayanan  ketiga peran tersebut. Kualitas kompetensi profesional guru adalah menyangkut: Kompetensi kepribadian; kompetensi sosial; kompetensi paedagogik; dan kompetensi profesi.

Mengkaji tentang metode meningkatkan kualitas peran dan profesionalitas guru dalam mentranfer ilmu (transfer of science), internalisasi dan transfer nilai-norma (transfer of value and norm), dan sebagai pembimbing (guidance) dalam proses perubahan perilaku peserta didik di sekolah, setiap guru dituntut memiliki pemahaman dan sudut pandang secara multidimensional dalam proses pemberian layanan pada peserta didik. Banyak wacana yang telah disampaikan oleh para ahli, baik melalui media publikasi jurnal penelitian ilmiah, maupun buku kajian ilmiah yang membahas tentang, bagaimana metode atau strategi yang dapat ditempuh dalam meningkatkan kualitas kompetensi profesional guru di sekolah.
Salah satu bagian penting dari upaya meningkatkan kompetensi profesional guru adalah, menumbuhkan motivasi guru untuk menulis, membuat karya lmiah atau melakukan penelitian studi kasus. Penelitian Studi Kasus (Case Study) merupakan salah satu bagian karya tulis ilmiah yang harus dikuasai oleh setiap guru, agar proses layanan pembimbingan pada peserta didik di sekolah terus terjadi peningkatan kualitas hasil pembelajaran siswa dan peningkatan kualitas kepribadian siswa dan guru. Berikut ini dijelaskan secara singkat tentang bagaimana cara melakukan kegiatan penelitian studi kasus?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Studi Kasus
Selama sekitar lima belas tahun lebih, tepatnya sejak tahun 1993, seiring dengan semakin populernya penelitian studi kasus, banyak pengertian penelitian studi kasus telah dikemukakan oleh para pakar tentang penelitian studi kasus (Creswell, 1998). Secara umum, pengertian-pengertian tersebut mengarah pada pernyataan bahwa, sesuai dengan namanya, penelitian studi kasus adalah penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai ‘kasus’. Tetapi, pandangan tentang batasan obyek yang dapat disebut sebagai ‘kasus’ itu sendiri masih terus diperdebatkan hingga sekarang. Perdebatan ini menyebabkan perbedaan pengertian di antara para ahli tersebut. Diantara pengertian studi kasus menurut para ahli yaitu :
A case study is an exploration of a ‘bounded system’ or a case (or multiple cases) over time through detailed, in-depth data collection involving multiple sources of information rich in context (Creswell, 1988, 61).

Case study research is a qualitative research approach in which the investigator explore a bounded system (a case) or multiple bonuded systems (cases) over time through detailed, indepth data collection involving multiple source information (e.g., observations, interviews, audiovisual material, and documents and reports), and reports a case description and case-based themes
(Creswell, 2007, 73).

Case study is not a methodological choice but a choice of what to be studied
(Stake, 2005, 443).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Studi kasus adalah suatu bentuk penelitian yang intensif, terintegrasi,dan mendalam. Subjek yang diteliti terdiri atas satu unit atau satukesatuan unit yang dipandang sebagai kasus.

B.     Beberapa Konsep Penting Penelitian  Studi Kasus (Case Study Research)
a)      Karakteritik Case Study Research (CSR)
Ada beberapa konsep penting yang perlu dipahami tentang apa sebenarnya Penelitian  Studi Kasus (Case Study Research atau CSR). Berikut ini  beberapa karakteristik CSR di sekolah, antara lain:
1.   CSR merupakan salah satu bentuk strategi penelitian kualitatif yang berparadigma pospositivisme. Ada tiga paradigma penelitian kualitatif, yaitu: (a) Paradigma Pospositivis, yang memiliki lima macam Strategi Penelitian Kualitatif (SPK), yaitu: SPK Studi Kasus; SPK Etnografi; SPK Interaksionis Simbolik; SPK Naturalistis Inquiry; SPK Grounded Theory. (b) Paradigma Konstruktivis, yang memiliki tiga macam SPK, yaitu: SPK Etnometodologi; SPK Etnografi Teks; SPK Action Research/ Penelitian Tindakan. (c) Paradigma Posmodernis, yang memiliki satu SPK, yaitu SPK Pluralisme Inferensial (Bakri, M. (ed). 2002).

2.   CSR pendidikan merupakan suatu penelitian atau pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) pendidikan (pembelajaran) dalam konteksnya secara natural (alami) tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Kasus (case) bisa dalam bentuk: (a) sederhana atau kompleks; (b) individual (kasus tunggal) atau kelompok (cluster / multi kasus); (c) statis atau dinamis  (Yin, Robert, K. 1981; Creswell.J.W. 2005).
3.   CSR pendidikan lebih menjadi wilayah kegiatan penelitian ilmiah para guru BP/BK, sedangkan kegiatan penelitian guru mata pelajaran adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). CSR pendidikan berkaitan dengan upaya mencari pemecahan kasus yang dihadapi oleh peserta didik, baik secara individu atau kelompok, baik berkaitan dengan kesulitan belajar, masalah karir dan masalah kepribadian menyimpang.
4.      Kasus yang diangkat dalam penelitian harus memenuhi dua hal yaitu: (a) spesifik dan (b) mempunyai batasan (bounded system) yang jelas (Salim,A. 2001). Selain itu, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: (a) Studi kasus ekspalanatoris; (b) Studi kasus eksploratoris; dan (c) Studi kasus deskriptif (Yin, Robert, K. 1981).
5.      CSR pendidikan yang dilakukan guru BP/BK di sekolah lebih banyak menggunakan tipe Studi kasus deskriptif, dengan model analisis datanya bersifat deskriptif kualitatif atau interaksional (siklus).
b)      Keistimewaan Studi kasus
Banyak segi positif dari penelitian studi kasus (CSR). Menurut Lincoln dan Guba. bahwa kesitimewaan studi kasus adalah: (1) studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti; (2) studi kasus menyajikan uraian menyeluruh tentang suatu fenomena yang terjadi sehari-hari; (3) studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden; (4) studi kasus memberikan ‘uraian tebal’ yang diperlukan bagi penilaian atas transferibilitas; (5) studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut; (6) pendekatan terpenting dalam studi kasus adalah dengan pendekatan kualitatif. Meskipun peneliti juga menggunakan data dan analisis statistik, namun data analisis statistik tersebut hanya sebagai pelengkap (Bogdan, R.C. and Biklen, K., 1982; Mulyana, 2002).

c)       Strategi  Analisis Data dalam Studi Kasus
Proses analisis bukti (data) dalam CSR adalah tahap yang ‘paling sulit dan rumit’, diperlukan kejelian, ketelitihan dan latihan-latihan. Beberapa konsep yang perlu dipahami tentang analisis bukti (data) dalam CSR antara lain:
    1. Sebelum melakukan analisis data dalam penelitian studi kasus (CSR), hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru BP/BK (peneliti) adalah: (1) latihan-latihan intensif perlu direncanakan dan dilakukan; (2) protokol studi kasus perlu dikembangkan dan dilakukan penyempurnaan kembali; dan (3) perlu ada penelitian perintis (pra penelitian atau kajian awal). Apabila desain penelitiannya multi kasus, maka melakukan protokol studi kasus dan pra penelitian adalah sebuah keharusan. Unsur atau bagian yang harus ada dalam protokol studi kasus adalah: (a) tinjauan umum objek penelitian studi kasus, (b) prosedur atau tahapan kerja di lapangan yang harus dilakukan, (c) pertanyaan-pertanyaan tentang kasus yang akan diteliti, yang spesifik, pakai tabel-tabel. Pertanyataan bisa dari pihak yang diwawancarai;  dari kasus individual; dari kasus multi; dari kasus luar atau dari sumber literatur; (4) tuntunan atau pedoman dalam pembuatan laporan studi kasus.
    2. Proses analisis data (bukti) dalam CSR adalah terdiri dari (1) pengumpulan bukti (data) dari beragam sumber; (2) pengujian bukti; (3) pengkategorian atau pengelompokan bukti; (4) pentabulasian atau pengkombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk pada proposisi atau teori awal saat penelitian; dan (5) pemberian interpretasi dan penarikan kesimpulan.  Kelima proses tersebut dapat dilakukan baik pada kasus tunggal atau multikasus.
    3. Dalam proses analisis bukti (data) CSR disarankan menggunakan perpaduan atau beberapa teknik analisis, seperti: (a) memasukkan informasi kedalam daftar yang berbeda; (b) membuat matriks kategori dan menempatkan buktinya kedalam kategori; (c) mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda; (d) memeriksa keberagaman tabulasi dan hubungannya dengan menskor serta menghitung mean-nya; dan (e) memasukkan informasi ke dalam urutan kronologis atau menggunakan skema waktu (Miles, M.B and Huberman, A.M. 1992).
    4. Ada dua macam analisis bukti (data) dalam penelitian studi kasus (CSR), yaitu: Pertama, Analisis Dominan. Bentuk analisis dominan ini dibagi lagi menjadi tiga macam sub analisis dominan, yaitu: (1) Analisis pejodohan pola; (2) Analisis penjelasan; dan (3) Analisis deret waktu. Kedua, Analisis Kurang Dominan. Bentuk analisis kurang dominan ini dibagi lagi menjadi tiga macam sub analisis kurang dominan, yaitu: (1) Analisis unit-unit terjalin; (2) Analisis observasi berulang; dan (3) Analisis sekunder lintas kasus. Jadi, untuk melakukan analisis data (bukti) dalam penelitian studi kasus (CSR) banyak sekali macamnya, peneliti bisa memilih salah satu sub analisis atau memadukan dua sub analisis dalam penelitiannya (Yin, Robert, K. 1981; Moleong, L.J. 2006).
    5. Dalam tulisan singkat ini dijelaskan gambaran dari dua sub analisis dominan   yaitu: analisis penjelasan dan  analisis deret waktu. Pertama, analisis penjelasan. Dalam analisis ini peneliti menjelaskan: (1) protokol studi kasus; (2)  setelah protokol studi kasus, kasus yang diteliti, dijelaskan berdasarkan  teori-teori,  atau   hasil-hasil   penelitian   terdahulu,  atau  jurnal     ilmiah (mengapa dan bagaimana) kasus tersebut; (3)  setelah memahami secara teoritis tentang kasus tersebut, kemudian peneliti memasuki, memahami, mengkaji kondisi realitasnya, kenyataan sehari-hari (mengapa dan bagaimana) kasus tersebut, dijelaskan secara sistematis, logis berdasarkan beragam sumber data yang ada di lapangan secara valid atau dapat dipertanggungjawabkan; dan (4) melakukan interpretasi data dan kesimpulan.Kedua, analisis deret waktu. Dalam analisis ini peneliti melakukan: (1) protokol studi kasus; (2) setelah protokol studi kasus, melakukan observasi tentang kasus yang dikaji dalam waktu tertentu (minggu atau bulan), dengan berpedoman pada lembar observasi yang secara rinci memuat aspek-aspek (variabel-variabel)  yang diobservasi atau diteliti; (3) melakukan tabulasi data hasil observasi, kemudian diinterpretasi atau dijelaskan argumentasi atau dinarasikan secara logis, sistematis (mengapa dan bagaimana) kasus tersebut; (4) setelah dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah dalam kurun waktu tertentu (satu minggu atau satu bulan) berdasarkan masukan hasil observasi pertama, kemudian dilakukan observasi lagi pada minggu atau bulan berikutnya dan hasilnya ditabulasi dengan dihitung frekuensinya, kemudian diinterpretasi lagi (mengapa dan bagaimana) kasus tersebut; (5) ketika dipandang telah cukup datanya dalam mengungkap atau mengkaji kasus tersebut, observasi baru dihentikan. Analisis deret waktu bisa dilakukan pada kasus tunggal atau kasus multi, baik untuk variabel bebas atau variabel terikat. Dalam analisis data penelitian studi kasus (CSR) bisa menggunakan perpaduan dua analisis tersebut, bisa juga hanya memakai salah satu macam sub analisis tersebut di atas.
d)     Cara Membuat Judul CSR Pendidikan
Ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam membuat judul Penelitian studi kasus (CSR),  yaitu:
1.Berkaitan dengan persoalan proses pembelajaran atau pembimbingan siswa, yang sehari-harinya dihadapi oleh peneliti/ guru BP/BK di sekolah.
2.Judul hanya menyangkut satu konsep permasalahan atau problem pembelajaran  atau problem psikologis siswa di sekolah, misalnya tentang: Motivasi belajar rendah; Sulit konsentrasi belajar; Konflik pribadi/ konflik psikis; Kegagalan bersosialisasi; Perilaku menyimpang tertentu, dan sejenisnya.
3.Problema tersebut akan diselesaikan melalui cara atau metode atau strategi tertentu.
4.Objek / siswa yang diteliti jelas, boleh satu kelas (klasikal) dan boleh individual atau beberapa individu..
5.Kapan penelitian itu dilakukan (Semester dan tahun pelajarannya).
6.Tempat penelitian, misalnya SD, SMP, SMA mana (harus jelas).
Catatan. Dalam membuat judul CSR perhatikan lima aspek yang menjadi Perencanaan Program Pelayanan Bimbingan dan Konseling (P3BK), yaitu: (1) bimbingan pribadi; (2) bimbingan sosial; (3) bimbingan belajar; (4) bimbingan karir; dan (5) bimbingan budi pekerti. Kelima macam layanan bimbingan tersebut tentu jalan keluar (solusi dari masalah yang muncul) adalah berbeda-beda.
Dari enam pedoman tersebut, berikut ini dirumuskan beberapa contoh judul Penelitian studi kasus (CSR) antara lain:
  1. ‘Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Kelas X1, Melalui Efektifitas Belajar Kelompok (Study Group), Semester Ganjil Tahun 2009-2010’ di SMA ‘Maju’ Kota Ramai’. (judul yang berkaitan bimbingan belajar)
  2. ‘Upaya Penyelesaian Kegagalan Sosialisasi Siswa Melalui Intensitas Dialog Teman Sebaya, Kasus Kelas XI di SMA “Unggul” Kota “Maju’ Tahun 2010’  (judul yang berkaitan bimbingan sosial)
  3. “Analisis Perilaku Menyimpang Remaja dan Alternatif Pemecahannya, Kasus Siswa Kelas XI di SMA ‘Ramai’ Kota ‘Maju’ Tahun 2010. judul yang berkaitan bimbingan budi pekerti); (4) dan sebagainya
e)       Pedoman Penyusunan Bab I (Pendahuluan)
Ada beberapa bagian yang harus dijelaskan dalam Bab I Pendahuluan, pada Penelitian studi kasus (CSR), yaitu paling tidak berisi tentang: (1) Latarbelakang Masalah; (2) Rumusan Masalah; (3) Tujuan Penelitian; (4) Definisi Konsep; (5) Manfaat Penelitian; dan (6) Keterbatasan Penelitian. Bagaimana cara membuat keenam hal tersebut?. Perhatikan hal-hal berikut ini:
1.   Apa yang harus disusun atau di jelaskan pada bagian latarbelakang?.
Pada dasarnya latar belakang masalah penelitian pada bab I itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) bagian awal (bisa  satu/ dua alinea)  yang  menjelaskan   tentang   realitas teoritis/ kajian teori singkat/ hasil penelitian studi kasus (CSR) yang lalu tentang hal-hal yang semestinya terjadi dalam proses pembimbingan, misalnya: proses pembimbingan harus membangun motivasi, kreativitas, rasa percaya diri, semangat berprestasi siswa lebih berkualitas; (b) bagian tengah (bisa satu/ dua alinea) yang menjelaskan tentang realitas sehari-hari (realitas empirik) dalam proses pembimbingan di sekolah, misalnya: motivasi siswa; beragam perilaku menyimpang, dsb; dan (c) bagian akhir (bisa satu alinea) yang menerangkan kesimpulan adanya kesenjangan antara realitas teoritis dan realitas empirik, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi kasus (CSR) dengan judul tertentu (sesuai dengan problemanya).
2. Bagaimana merumuskan masalah penelitian?
Dalam penelitian studi kasus (CSR) rumusan masalah boleh cukup satu saja, boleh lebih dari satu rumusan masalah. Apabila rumusan masalah dibuat satu, maka untuk contoh judul penelitian nomor 1 di atas adalah: Bagaimana upaya meningkatan motivasi belajar siswa Kelas X1, melalui efektifitas belajar kelompok (study group), semester ganjil tahun 2009-2010’ di SMA ‘maju’ Kota ‘ramai’?. Jadi, tinggal memberi kata tanya didepannya.
Apabila rumusan masalah dibuat dua, maka untuk judul penelitian di atas adalah: (a) Bagaimana kondisi motivasi belajar siswa Kelas X1, semester ganjil tahun 2009-2010’ di SMA ‘maju’ Kota ‘ramai’?; dan (b) Bagaimana upaya meningkatan motivasi belajar siswa Kelas X1, melalui efektifitas belajar kelompok (study group), semester ganjil tahun 2009-2010’ di SMA ‘maju’ Kota ‘ramai’?.
3. Bagaimana merumuskan tujuan penelitian?
Apabila rumusan masalahnya satu maka minimal tujuan penelitiannya juga satu. Jadi, rumusan tujuan penelitian minimal adalah mengikuti rumusan masalah penelitian. Misalnya. Apabila rumusan masalahnya dua seperti di atas, maka rumusan tujuan penelitian  adalah.  “Berdasarkan  rumusan  masalah  di atas,  maka  tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin membahas atau mengkaji tentang: (a) Kondisi motivasi belajar siswa Kelas X1, semester ganjil tahun 2009-2010’ di SMA ‘maju’ Kota ‘ramai’; dan (b) Upaya meningkatan motivasi belajar siswa Kelas X1, melalui efektifitas belajar kelompok (study group), semester ganjil tahun 2009-2010’ di SMA ‘maju’ Kota ‘ramai’. Jadi, tinggal menghilangkan kalimat tanya yang ada di rumusan masalah.
4. Apa yang perlu dijelaskan dalam  definisi konsep?
Peneliti perlu menjelaskan maksud/ definisi yang dimaksud peneliti tentang konsep-konsep yang ada pada judul penelitian. Misalnya untuk judul di atas, peneliti harus menjelaskan apa yang dimaksud dalam penelitian saudara tentang: (a) motivasi belajar; (b) belajar kelompok (study group); (c) efektifitas study group dalam menumbuhan motivasi belajar; dan (e) pendekatan penelitian. Uraikan singkat agar pembaca tidak terjadi salah pengertian
5. Apa yang harus di tulis tentang manfaat penelitian?
Ada tiga manfaat yang perlu dijelaskan pada sub bab tentang Manfaat Penelitian, yaitu: (a) Manfaat hasil penelitian studi kasus (CSR) bagi siswa; (b) Manfaat hasil penelitian studi kasus (CSR) bari guru BP/BK; dan (c) Manfaat hasil penelitian studi kasus (CSR) bagi Lembaga atau Sekolah.
6. Apa yang harus diuraikan pada Keterbatasan Penelitian?
Pada bagian ini, inti uraiannya adalah peneliti menjelaskan, bahwa hasil laporan penelitian studi kasus (CSR) yang dilakukan masih ada sisi kelemahannya, oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan, baik oleh peneliti sendiri maupun peneliti lainnya”.
f)        Pedoman Penyusunan Bab II (Kajian Pustaka)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kajian pustaka dalam penelitian studi kasus (CSR), yaitu:
1.Pada bagian ini peneliti perlu mengemukakan beberapa hasil dari penelitian studi kasus (CSR) yang telah dilakukan para peneliti terdahulu. Apabila peneliti tidak menemukan hasil karya penelitian studi kasus (CSR) terdahulu, peneliti dapat melakukan kajian teori yang ada di buku-buku teks ilmiah, majalah ilmiah atau koran, yang berkaitan dengan judul penelitian.
2.Karena penelitian studi kasus (CSR) sifatnya mencari jalan pemecahan terhadap problema khusus yang dihadapi siswa di sekolah, maka uraian teori, konsep dalam kajian pustaka ini cukup ringkas saja, tidak terlalu panjang, namun tetap memperhatikan kaidah ilmiah dalam penulisannya, misalnya dicantumkan sumber rujuannya. Contoh, catatan kaki langsung menyatu dalam teks adalah Menurut Surahmat,W (2000) peran guru BP/BK  sangat  sentral  dalam  proses  layanan  pembelajaran  dan pembimbingan
3.siswa di sekolah. Atau ‘Paradigma pembelajaran era sekarang lebih bersifat kontekstual, (Tilaar, 2002: 25)’. Uraian tentang Kajian Pustaka dianggap salah apabila tidak mencantumkan catatan kaki.
4.Uraian dalam Kajian pustaka pada CSR tidak dibenarkan menyinggung konsep-konsep lain yang tidak sesuai dengan konsep yang ada pada judul penelitian.
5.Fungsi kajian pustaka dalam CSR adalah untuk mendukung dan menjustifikasi rencana atau strategi pembimbingan atau strategi penyelesaian masalah yang dihadapi oleh siswa. Disamping itu kajian pustaka dapat memberikan wawasan ilmiah yang cukup tentang konsep-konsep teori yang berkaitan dengan pokok persoalan yang akan diteliti.
g)       Pedoman Penyusunan Bab III (Metode Penelitian)
Uraian yang ada di Bab III (Metode penelitian), paling tidak menjelaskan tentang: (a) Pendekatan/ strategi penelitian; (b) Setting penelitian; (c) Sampel dan Instrumen penelitian; (d) Metode pengumpulan data; dan (e) Analisis data atau analisis tindakan.
1. Apa yang harus dijelaskan pada sub bab pendekatan/ strategi penelitian?
Pada bagian ini peneliti harus menjelaskan bahwa, “Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini strategi atau pendekatan penelitian   yang dipakai adalah pendekatan  penelitian kualitatif dengan strategi penelitian kualitatif case study research (CSR)  atau penelitian studi kasus, dengan analisis interaktif, sebagaimana yang dijelaskan pada sub bab analisis data berikut”.
Catatan. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, ada tiga macam CSR, yaitu: (a) Studi kasus ekspalanatoris; (b) Studi kasus eksploratoris; dan (c) Studi kasus deskriptif. Pada umumnya CSR yang dilakukan oleh guru BP/BK di sekolah adalah dalam bentuk Studi kasus deskriptif, karena relatif lebih mudah dikerjakan oleh guru.
2. Apa yang harus dijelaskan pada sub bab  setting penelitian?
Pada bagian ini peneliti harus menjelaskan secara rinci dan sejelas mungkin tentang Kondisi: (a) letak sekolah yang menjadi objek penelitian; (b) sarana dan prasarana pembelajaran yang dimiliki sekolah; (c) jumlah kelas dan siswa secara keseluruhan; (d) jumlah guru pada masing-masing mata  pelajaran; dan (e) Apakah  tempat tersebut  pernah dilakukan CSR pendidikan oleh peneliti terdahulu dan bila ada fokusnya tentang apa. Tujuan uraian tentang setting penelitian secara rinci adalah, apabila  ada peneliti atau  guru. BP/BK dari sekolah lain yang membaca hasil laporan CSR pendidikan, akan dapat memperoleh informasi yang cukup tentang setting penelitian anda, atau dapat dijadikan perbandingan apakah ada kemiripan antara sekolah anda dan sekolah lain.
3. Apa yang harus dijelaskan pada sub bab objek  dan instrumen penelitian?
Hal yang perlu dijelaskan pada bagian ini adalah, “Karena pendekatan penelitian yang   dipilih   dalam   penelitian   ini   adalah   pendekatan   kualitatif   dengan strategi penelitian case study research (CSR), maka teknik sampling penelitian adalah menggunakan non probability sampling (teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur / anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel) (Sugiyono, 2005), sedangkan teknik pengambilannya menggunakan purposive sampling (teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan atau tujuan tertentu). Jadi, yang menjadi sampel (objek) penelitian adalah misalnya kelas X-1 dengan jumalh 35 siswa”. Menurut para  ahli penelitian kualitatif, sering sampel penelitian dalam CSR disebut objek penelitian, karena  sebenarnya dalam CSR kualitatif tidak mengenal istilah populasi. Oleh karena itu apabila menggunakan istilah sampel maka yang dimaksud adalah sampel purposive. Jadi, boleh menggunakan istilah sampel atau objek penelitian, dan ‘tidak pas atau tidak proporsional bila dalam CSR kualitatif menggunakan istilah  populasi’. Dalam penelitian kualitatif, khususnya CSR yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri (guru BP/BK).
Sebagai instrumen penelitian, maka peneliti (guru BP/BK) betul-betul harus: (a) memahami model analisis CSR; (b) Menguasai wawasan/ konsep yang diteliti; (c) Kematangan kesiapan melakukan CSR; dan (d) selalu melakukan  evaluasi diri.
4. Apa yang harus dijelaskan pada metode pengumpulan data?.
Dalam hal ini peneliti perlu menjelaskan tentang metode pengumpulan data. Dalam CSR pendidikan, metode pengumpulan datanya adalah: (a) Metode observasi partisipatif, dalam hal ini peneliti harus membuat pedoman observasi dengan memerinci aspek-aspek yang akan diobservasi;(b) Metode wawancara takterstruktur, dalam hal ini peneliti juga menyusun pedoman wawancara  yang  akan  dilakukan  pada  siswa; dan (c) Metode tes, dalam hal ini guru BP/BK melakukan tes bila memang dipandang perlu melakukan tes yang berkaitan dengan masalah yang ditelitinya. Apabila tidak menggunakan metode tes, guru BP/BK apabila ingin memperoleh data tentang prestasi siswa dapat mengambil data dokumen (metode dokumen) pada masing-masing guru mata pelajaran. Metod tes dan dokumen ini sebagi penunjang saja.
Catatan, dalam pengumpulan data pada proses CSR, paling tidak ada lima  ketrampilan yang harus dimiliki peneliti, antara lain: (1) peneliti harus mampu ‘mengajukan pertanyaan-pertanyaan’ yang baik, dan menginterpretasikan jawaban-jawaban informan; (2) peneliti harus menjadi ‘pendengar’ yang baik dan tidak terperangkap pada ideologi (paham) atau prakonsepsinya sendiri; (3) peneliti harus mampu ‘menyesuaian diri dan fleksibel’, agar situasi yang baru dialami dapat dipandang sebagai peluang dan bukan sebagai ancaman; (4) peneliti harus ‘memiliki daya tangkap’ yang kuat terhadap isu-isu yang diteliti; dan (5) peneliti harus ‘tidak bias’ (penyimpangan) oleh anggapan-anggapan yang sudah ada sebelumnya (termasuk anggapan dari teori). Oleh karena itu, peneliti harus peka dan responsif terhadap bukti-bukti yang kontradiktif (Yin, Robert, K. 1981).
5. Apa yang harus dijelaskan pada sub bab  analisis data (bukti)?
Dalam bagian ini peneliti menjelaskan proses analisis data yang akan digunakan. Karena CSR termasuk jenis penelitian kualitatif, maka analisis datanya bersifat interaktif dan analisis datanya berlangsung secara terus menerus sejak awal penggalian data sampai akhir CSR. Dalam sub bab ini peneliti perlu menjelaskan jenis atau bentuk analisis data (bukti) CSR yang dipakainya, namun sebelum memilih salah satu atau dua bentuk analisis CSR yang dipakai dalam penelitiannya, peneliti sebaiknya menyebutkan macam-macam bentuk analisis CSR (seperti yang disebut di atas).
Pada bagian analisis data (bukti) ini perlu mengemukakan: (a) fokus/ rumusan masasah penelitian;  (b) langkah-langkah dalam melakukan analisis data; dan (c) menjelaskan cara-cara dalam melakukan analisis data CSR. Apabila proses analisis data menggunakan bantuan statistik, maka peneliti perlu menjelaskan jenis analisis statistik yang dipakai. Karena strategi CSR termasuk salah satu bentuk penelitian kualitatif berparadigma pospositivisme, maka sebaiknya jenis analisis statistik yang dipakai adalah analisis statistik deskriptif dalam bentuk analisis mean atau frekuensi dan presentase.
h)      Pedoman Penyusunan Bab IV (Hasil Penelitian Dan Pembahasan)
Karena CSR ini merupakan salah satu dari strategi penelitian kualitatif, maka deskripsi hasil penelitian di bab ini harus lengkap atau rinci. Dalam mendeskripsikan hasil penelitian ini, peneliti harus memperhatikan jumlah rumusan masalahnya. Apabila jumlah rumusan masalah pada judul penelitian di atas berjumlah dua, maka deskripsi hasil penelitian sebagai berikut:
1.      Deskripsi Data Kondisi Motivasi Belajar Siswa. Dalam hal ini peneliti menjelaskan kondisi motivasi belajar siswa sebelum diberlakukannya pola belajar dengan mengefektifkan belajar kelompok (study group). Sumber datanya bisa diambil dari nilai ulangan harian siswa pada semua mata pelajaran (minta bantuan guru mata pelajaran dengan merekam di daftar nilai) dan skor nilai angket tentang motivasi belajar siswa. Hasil nilai ulangan harian (sumber dokumen) dan skor nilai dari angket dicari mean-nya (rata-rata) kemudian dikategorikan baik, sedang atau kurang.
2.      Deskripsi Data Hasil Penyelesaian Kasus.
Disinilah peneliti harus menjelaskan dua hal yaitu
    1. Protokol Kasus
    2. Deskripsi Data Hasil Penyelesaian Kasus (a) Observasi kasus ke 1; (b) Tabulasi data dan analisis persentase serta diinterpretasi data; (c) Observasi kasus ke 2; (d) Tabulasi data dan analisis persentase, serta diinterpretasi data, dan seterusnya
    3. Pembahasan


i)         Pedoman  Penyusunan Bab V (Penutup)
Pada bagian ini peneliti harus menjelaskan atau menguraikan tentang dua hal, yaitu: (1) Kesimpulan; dan (2) Saran-saran.
1. Apa yang harus dijelaskan dalam kesimpulan?
Dalam menyusun kesimpulan peneliti harus berpedoman pada rumusan masalah. Apabila rumusan masalahnya dua, maka paling tidak kesimpulannya juga dua, yang mencerminkan sebuah hasil/ jawaban dari permasalahan. Dalam hal ini peneliti bisa mengambil inti/ kesimpulan dari hasil analisis data pada bab IV.
2. Apa yang harus dijelaskan dalam saran-saran?
Dalam menyusun saran pada bab V, peneliti bisa menjelaskan tentang saran, misalnya: (a) pada guru/ peneliti, agar bisa melakukan penelitian lanjutan untuk  pengembangan wawasan keilmuan tentang pembelajaran di kelas; (b) pada lembaga/ kepala sekolah, agar terus memberikan dorongan/ dukungan materi dan non materi pada guru-guru untuk melakukan pengembangan profesi keguruan. dsb.
j)        Pedoman  Dalam Penyusunan Daftar Pustaka dan Membuat Lampiran
1.      Cara membuat daftar pustaka, yaitu: (a) secara berurutan Nama pengarang (diambil dari nama belakangnya),  tahun penerbitan, Judul buku; Nama penerbit, kemudian diakhiri Kota penerbit.; (b) penyusunan daftar pustaka harus urut abjat. Contoh, lihat di datar pustaka halaman terakhir.  Contoh penulisan daftar pustaka dalam bentuk buku teks adalah:
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Contoh penulisan daftar pustaka berupa surat kabar  adalah:
Notosusanto, N., 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Harian Umum Kompas, 10 Juli 2007.h. 4.
Contoh penulisan daftar pustaka buku teks tidak ada pengarangnya adalah:
Biro Pusat Statistik. 2008. Survey Pertanian Produksi Buah-Buahan di Indonesia. Jakarta h. 30-35.
Contoh penulisan daftar pustaka yang diambil dari internet selain jurnal adalah:
Witherspoom, A.M. and R. Pearce. 2000. Nutrient and multispecies criteria standard for the Chowan River, North Carolina. Report No. 200. www.3.ncsu.edu/wrri/reports.200.html. May, 21.2000.
Apabila tidak tertera tahun maka tanggal pengambilan harus dicantumkan.
Contoh penulisan daftar pustaka dari jurnal  adalah:
Effendi, T.N. 1999. Strategi Pengembangan Masyarakat: Alternatif Pemikiran Reformatif. Jurnal Ilmu Sosial-Ilmu Politik, Vol 3 No. 2: 25-30. Nopember. Fisipol. UGM. Yogyakarta.
2. Lampiran. Lampiran diletakkan setelah daftar pustaka. Dan yang perlu dilampirkan adalah: Jadwal penelitian; Lembar observasi peneliti pada Siswa; Hasil rekap skor hasil angket; Rekap skor hasil observasi; dan Riwayat hidup peneliti.




BAB III
PPENUTUP
A.     KESIMPULAN
Penelitian studi kasus merupakan penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai ‘kasus’. Tetapi, pandangan tentang batasan obyek yang dapat disebut sebagai ‘kasus’ itu sendiri masih terus diperdebatkan hingga sekarang. Jadi Penelitian Studi Kasus adalah suatu bentuk penelitian yang intensif, terintegrasi,dan mendalam. Subjek yang diteliti terdiri atas satu unit atau satukesatuan unit yang dipandang sebagai kasus.




DAFTAR PUSTAKA




















Jumat, 28 Desember 2012

Proposal Penelitian “Mahasiswa dan Cyberspace : Analisis Pemanfaatan Facebook dalam Pembelajaran”


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Judul Penelitian
Yang menjadi judul penelitian proposal ini adalah Mahasiswa dan Cyberspace : Analisis Pemanfaatan Facebook dalam Pembelajaran”.

B.  Latar Belakang Masalah
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dibidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah termasuk beberapa bidang dalam kehidupan manusia seperti kesehatan, pengangangkutan, pemukiman, komunikasi serta pendidikan. Namun kemudian apakah persoalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu bebas nilai? Sehingga segala persoalan sudah terjawab.

Cukup banyak defenisi dari istilah ini, diantaranya adalah seperti yang disampaikan oleh Williams dan Sawyer (2003). Teknologi Informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi yang membawa data, suara atau pun video[1]. Sedangkan Menurut Haag dan Keen (1996), teknologi informasi adalah seperangkat alat yang digunakan untuk membantu tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan data[2].

Kekukatan informasi inilah yang menjadikan teknologi  begitu pesat. Moch. Idochi Anwar menegaskan bahwa Informasi adalah kekuatan. Informasi tersebut dapat digunakan atau bahkan disalahgunakan informasi  bagus (dalam arti akurat, tepat waktu, dan relevan) atau bisa juga buruk (dalam arti tidak akurat, basi dan tidak relevan).[3]

   Teknologi informasi ini merupakan subsistem dari sistem informasi (information system). Terutama dalam tinjauan dari sudut pandang teknologinya. Salah satu ciri khusus dari bidang ilmu Teknologi Informasi adalah fokus perhatian bidang ilmu tersebut yang lebih bersifat aplikatif. Bidang ilmu teknologi informasi lebih mengarah pada pengelolaan data dan informasi dalam sebuah enterprise (perusahaan atau organisasi kerja lainnya), dengan pemanfaatan teknologi komputer dan komunikasi data serta lebih menekankan pada teknik pemanfaatan perangkat-perangkat yang ada untuk meningkatkan produktifitas kerja. Dalam perkembangannya sejalan dengan paradigma ekonomi baru, maka teknologi informasi menjadi senjata yang handal dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi enterprise dengan stake holdernya.

Teknologi informasi adalah bagian dari budaya barat yang acapkali berbenturan dengan kultur ketimuran. Masuknya akses informasi tanpa batas dari luar akan merubah perilaku baik secara positif maupun negatif. Dalam hal ini diperlukan filter sosial dan teknologi yang kuat untuk menahan nilai negatif yang dibawa oleh budaya asing tersebut.

Melihat kembali fakta sejarah dan kilas balik tahap-tahap pertama petumbuhan ilmu pengetahuan sudah berkaitan dengan tujuan ekspansi antar manusia, antar bangsa satu ke bangsa lainnya, pesatnya perkembangan ini sebagai bentuk inovasi penjajahan yang tujuannya untuk menguasai dan memperbudak massa.
Artinya dalam masa perkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi acap kali melupakan factor manusia, bukan lagi berkembang seiring dengan kebutuhan manusia tapi justru sebaliknya manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Sungguh ironi, dan ini merupakan salah satu factor yang menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan umat manusia. Ini adalah sebuah mega proyek yang harus dibayar mahal oleh manusia sendiri yang kehilangan sebagian arti dari kemanusiannya.

Revolusi dibidang teknologi memang sangat luar biasa, fenomena ini menjadi salah satu subjek penggerak dunia dan menjadi motor setiap entitas kehidupan. Sebuah energi  mekanis dampak dari revolusi teknologi ini secara geologis sudah menyentuk jauh hingga pelosok terdalam sebuah wilayah, tak terkecuali di Indonesia dengan peta wilayah yang sangat multi tekstur pun jangkaun teknologi mekanis ini telah merasuk di dalamnya.

Perkembangan teknologi ini sesungguhnya telah melampaui dua tahap perkembangannya sebuah penjelasan yang cukup mendalam oleh Erich Fromm (Rais, 1979:112) dalam The revolution of Hope yakni Tahap pertama ditandai dengan digantikannya energi semua makhluk hidup (hewan dan manusia) oleh energi mekanis (uap, minyak, listrik dan atom)[4]. Pengaruh sumber-sumber energi mekanis baru ini menjadi awal sebuah perubahan radikal yang fundamental dalam sebuah produksi. Inilah salah satu ancaman dan perubahan yang tidak serta-merta disadari oleh manusia sendiri. Ada beberapa alasan yang menurut saya logis selain energi mekanis yang menjadi sumber pengganti ini sebenarnya bukan kategori energi alternative namun peran dan kontribusi yang signifikan dalam masa awal-awal perkembangannya untuk membantu dan menyelesaikan cepatnya kebutuhan dan laju pertumbuhan berbagai bidang ekonomi, social budaya dan ekspansi wilayah, menjadikan sumber energi mekanis ini menimbulkan ketergantungan akut pada pemenuhan kebutuhan manusia.

Sedangkan tahap kedua tidak saja diindikasikan dengan beralihnya fungsi living energy menuju mechnical energy , tatapi juga digantikannya fikiran manusia (human thought) oleh pikiran mesin (the thingking of machines)[5]. Inilah awal lahirnya teknologi informasi yang luar biasa dan berkembang pesatnya duni cyber dan internet pada penghujung abad ke-20, dan sampai saat ini mendominasi berbagai aktivitas yang multi dimensional.

Internet adalah hasil olah teknologi informasi yang berkembang begitu cepat, sejak kemunculannya di USA, yang sebelumnya merupakan teknologi militer terbatas telah menjadi teknologi massa yang mengglobal. Di dalamnya internet membangun komunitas dirinya dengan sebutan virtual reality atau dunia maya (cyberspace).  Pada akhirnya kita bertanya: Ke manakah teknologi komputer akan membawa kehidupan spiritual kita? Tak ada yang tahu secara pasti. Internet adalah media dengan dualitas fungsi, ia adalah pisau bermata dua. Thomas E. Miller, seorang Buddha Tibet yang menjabat di Biara Namgyal New York menjelaskan bahwa: “...demikianlah cyberspace dirancang. Ia membangkitkan potensi sesuatu, dan sifat yang akan dibangkitkan itu bergantung pada motivasi penggunanya.”

Di tengah situasi ini, muncul perkembangan terbaru yang bisa kita sebut sebagai revolusi atas realitas. Revolusi itu merubah secara drastis pemaknaan kita atas realitas. Cyberspace merubah pengalaman orang bersentuhan dengan realitas, merubah cara kita mengalami realitas. Realitas tidak hanya berisi segala sesuatu yang nyata tapi juga dapat berupa realitas imajiner, realitas virtual yang ternyata memberikan pengalaman yang tak kalah nyata dengan realitas yang sebenarnya. Realitas baru ini menawarkan sebuah dunia baru, sebuah dunia tanpa batas yang mampu menggantikan apapun yang dapat kita lakukan di dunia nyata, bahkan lebih jauh ia mampu menawarkan apa yang dalam dunia nyata hanya berupa imajinasi dan halusinasi. Inilah zaman baru, zaman ketika dunia ini terbagi dalam dua realitas; realitas “nyata” dan realitas maya atau realitas virtual (virtual reality)[6].

Melihat geliat dan banyak sekali peran mahasiswa yang tereduksi dalam penggunakan teknologi, seiring pesatnya dunia informasi, serta semakin kuatnya cakar dunia maya (cyber space) tentu pengaruh segala aspek kehidupan pun mendapat pengaruh signifikan terhadap pembelajaran. Kiblat agama dan nuansa pendidikan didalamnya serta  pola tingkah laku mahasiswa pun kian berubah, banyak kecenderungan yang bisa terjadi secara positif maupun negative, juga membawa arus deras perubahan dunia.

Mengapa pula Facebook begitu diminati, sebuah penjelasan singkat dari Merry Magdalena dalam bukunya cyberlaw tidak perlu takut karena ini adalah dunia tanpa rambu-rambu, maka siapapun bebas mengakses apapun, baik yang layak maupun yang tidak. Ini disebabkan oleh memang internet adalah dunia serba anonym[7].

C.  Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas penulis dapat merumuskan masalah                         sebagai berikut : Bagaimana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa?

D.   Batasan Masalah
Agar permasalahan proposal ini tidak melenceng jauh maka penulis akan membatasinya yaitu : Penelitian dilakukan pada Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro tahun 2012/2013.

E.  Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
b.      Mengetahui bagaimana penyalahgunaan facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
c.       Untuk memberikan kontribusi terhadap facebook dalam pembelajaran mahasiswa.

F.   Alasan penelitian
Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian ini yaitu:
a.       Peneliti adalah Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
b.      Facebook sangat diminati oleh kalangan mahasiswa
c.       Belum adanya penelitian yang serupa dengan peneliti lakukan.

G. Urgensi dan Manfaat Penelitian
Adapun urgensi dan manfaat penelitian ini yaitu:
1.      Urgensi  :
·         Sampai saat ini facebook adalah dejaring social yang sangat diminati oleh mahasiswa.
·         Penyalahgunaan dejaring social seperti facebook sangat berpengaruh terhadap pembelajaran.
·         Perlu penelitian lebih lanjut tentang dejaring sosial seperti facebook sejak dini.

2.      Manfaat :
a.         Untuk menata mindset dalam menganalisis dan mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan riset
b.         Memberikan kontribusi positif terhadap pembelajaran mahasiswa.


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Deskripsi Teori
1.    Mahasiswa
Mahasiswa atau Mahasiswi adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi.[8].  Seorang mahasiswa harus peka ilmu pengetahuan dan teknologi, baik dilingkungan lokal, daerah maupun Negaranya. Mahasiswa tidak boleh ketinggalan dengan Ilmu teknologi yang sedang berkembang pada masa kini.

Mahasiswa yang cerdas dan aktif adalah calon jati diri bangsa Indonesia. Mereka adalah kelompok yang dekat dengan masyarakat, mereka berjuang membela rakyat, dan mempunyai banyak ide kritis yang siap ditunjukkan di segala penjuru dalam berbagai bidang.

Sebagian besar mahasiswa Indonesia adalah orang-orang yang peka akan teknologi. Jika ada beberapa diantara mereka yang belum begitu paham mengenai kaidah teknologi informasi, maka sudah dipastikan mereka adalah kelompok yang kurang beruntung. Jenjang pendidikan tinggi sudah seharusnya dimanfaatkan untuk mengenal lebih dalam perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang efektif di masa sekarang ini.

2.    Cyberspace
Memaknai dan mendefinisikan pendidikan juga bisa dilihat dari proses ontology yang berkembang pada masa kekinian, ini adalah tinjauan yang lebih filosofis mendasar untuk melihat begaimana tanggung jawab keilmuan itu bergantung dengan periodisasi masa, melihat perkembangan kekinian perkembangan dunia teknologi dan komunikasi atau yang lebih sepesifik dunia internet atau cyberspace (dunia maya) yang sangat intoleran dengan semangat perkembangan Pendidikan Agama. Ada beberapa alasan pertama kurangnya fleksibilitas dunia pendidikan. Kedua factor human interest dan human need yang saling tarik menarik. Menjadi problem internal pendidikan saat dihadapkan dengan realitas dunia cyber yang semu serta absurd.

Menurut Pranyoto Setyoatmodjo (1988) makna filosofis ilmu pengetahuan sendiri secara teoritis dan diklasifikasi secara sistematik dalam prinsip umum. Ilmu merupakan usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu system mengenai kenyataan, sejah yang dapat dijangkau daya pikiran dibantu dengan penginderaan dan kebenarannya diuji secara empiris melalui suatu penelitian ilmiah. Membaca pendapat ini maka menyandingkan pendidikan dengan dunia maya pada tataran empiris tidak menjadi persoalan kembali kepandangan Mark Slouka terhadap jagad maya yang banyak sekali menenggelamkan para penganutnya dalam lautan kata tanpa makna. Dengan memberi nilai lebih pada setiap system yang ada dilamnya meberi nutrisi dalam memberikan status nilai dan ini menjadi langkah proses transmisi dunia maya (cyber space) kedalam dunia pendidikan yang empiris.

Karena hari ini dunia cyber tidak bisa lepas dengan aktifitas manusia maka sama halnya dengan pendidikan yang semestinya merupakan aktifitas manusia yang tidak bisa terlepas dari pola, tingka dan laku dalam kehidupannya. Dapat dartikan bahwa ilmu dan pendidikan adalah aktivitas manusiawi yang oleh The Liang Gie diartikan perbuatan manusia yang tidak hanya merupakan aktivitas tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses yang bersifat rasional, kognitif dan teleologis[9].
Rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan berpikir secara logis dan obyektif, sedangkan kognitif berarti suatu rangkain aktivitas pengenalan pengkonsepsian dan penalaran sehigga manusia dapat mengetahui tentang suatu hal.  Dan teleologis dapat diartikan ilmu dan pendidikan sendiri bukan tujuan utama, malainkan seabgai sarana untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari urain ini kita dapat menarik sebuah simpulan yang intinya bergeraknya dunia dengan dorongan pengetahuan sangat kuat merefleksikan nilai pendidikan. Secara otologis pendidikan dapat diartikan sebagai pemberian identitas terhadap nilai pendidikan yang inheren didunia maya, mengapa ini menjadi urgen dunia maya sudah menjadi dunia sendiri yang berdiri otonom, manusia yang ada didalamnya juga merubah identitas dirinya untuk menempatan dirinya setara. Secara ma’nawi menjadikan dirinya masuk kedalam alam nirrealitas yang absurd menjadi kan komunitas besar yang tergabung di dalam dunia cyber ini kehilangan identitas esensialnya. Maka nilai yang harus ditanamkan dalam pendidikan pun demikian tidak mengambil jarak dalam transfuse ilmu pengetahuannya tapi melakukan akselerasi mendalam.

Memang upaya ke arah tersebut banyak dicontohkan dengan munculnya konsep e-learning. Di mana secara realitas bahwa pembelajaran itu tidak sulit  walaupun dibatasi olah ruang dan jarak yang tidak mungkin jika dilakukan secara nature, akan tetapi justru realitas yang diharapkan ini mampu diwujudkan melalui konsep e-learning ini.

3.    Facebook
Facebook merupakan layanan media jejaring sosial yang dimotori oleh mahasiswa Harvard University, Mark Zuckerberg dkk, telah berhasil menghadirkan satu dunia virtual tersendiri bagi umat manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya. Fenomena facebook saat ini menyadarkan saya khususnya bahwa internet empire (kerajaan internet) secara berkala telah melampau kedigdayaan kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau, seperti Byzantium, Romawi, Muawiyah, Abbasiyah, Turki Utsmani, Mughal, dan kerajaan besar lainnya dalam hal “wilayah jajahan”.

Perkembangan dunia sekarang adalah masa yang berbeda. Dunia sudah memasuki abad 21, bukan lagi abad 20, sayangnya kita masih seringkali berpikir dalam perspektif abad 20. Tema sentral abad 20 adalah modernisasi dan industrialisasi. Sedangkan pada abad 21 sudah bergeser pada teknologi informasi.

Menarik membaca pandangan Slouka tentang bagaimana dunia cyber yang mengklaim bahwa hibriditas duna net merupakan rimba raya yang menyesatkan. Ia mengaburkan realitas sesungguhnya dengan paradok metaforis, pertukaran makna dan permainan bahasa yang begitu plural[10]. 

Dengan melihat pandangan Slouka yang begitu menonjol dalam persoalan bahasa, dan perhatian utamanya terhadap metafora tidak sekedar mengambalikan makna-makna yang sudah tertanam dalam kehidupan nyata, dan akses-akses bentukan budaya masyarakat dalam pandangan komunal menjadi tereduksi dalam kesefahaman global. Ini adalah nilai negative yang tidak dapat dilakukan tindakan preventif dalam dunia cyber, hingga unsur-unsur pendidikan pun sulit untuk membendung dilemma bahasa yang sudah berkembang menjadi bahan adopsi menjadi sebuah kesadaran real.

Saat ini pendidikan sendiri mengalami banyak dilematis dan kebuntuan jalan. Pada konsep pokok dasar pendidikan adalah memanusiakan manusia maka konsep perkembangan dunia cyber yang menggila dan menggurita mampu menenggelamkan semangat membangun peradaban. Pembangunan industri dan teknologi yang terus berevolusi justru menjadi ancaman dunia intelektual bahkan pendidikan juga menjadi satu bentuk kriminal baru dalam kehidupan, mengapa demikian Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi mengungkapkan tetang hal ini dimana kebebasan berekspresi memang hak setiap manusia. Di dunia nyata kebebasan tersebut memiliki batasan etika, agama, moral dan hukum[11]. Sedangkan di dunia maya ada juga etika, namun belum ada hukum yang baku. Kalau dunia maya mampu memberi peran dan warna dikehidupan masyarakat mengapa pendidikan yang bisa menjadi bagian integral dunia tidak dapat menyatu dengan dunia maya.

Hermeneutika sebagai bagian dari filsafat epistemology mencoba mencari jawaban dari setiap persoalah yang melikupi pola laku manusia termasuk dengan berkembangnya dunia maya. Para ilmuan dalam mendefinisikan hermeneutik, mempunyai definisi yang berbeda-beda. Dan kita tidak dapat menemukan satu definisi yang menyeluruh yang mewakili definisi-defini mereka serta bersifat meliputi. Namun kita dapat mengambil suatu definisi yang memiliki kedekatan dan kesamaan di antara definisi-definisi yang ada: Hermeneutik adalah ilmu yang berhubungan dengan penjelasan kebagaimanaan dan keharmonian pamahaman manusia, apakah itu berhubungan dengan batas pemahaman terhadap teks tertulis, ataukah secara mutlak aktivitas-aktivitas kehendak dan pilihan manusia atau mutlak realitas-realitas eksistensi[12].

Dari pendapat ini kita dapat melakukan antisipasi dengan meredevinisi peran pendidikan dalam memberi warna dampak negative perkembangan dunia cyber ini. salah satunya dengan membuat pola pendidikan virtual atau yang sering disebut e-learning.

4.    Pemanfaatan Facebook dalam pembelajaran
Seiring dengan dinamika masyarakat global yang kian terbuka, akses terhadap informasi juga makin cepat dan mudah. Para praktisi pendidikan yang notabene menjadi agen pembelajaran juga mesti bersikap proaktif dan terlibat sebagai “pemain” di dalamnya, tidak hanya sekadar jadi penonton. Dunia virtual yang menyajikan informasi tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu bisa dioptimalkan untuk peningkatan mutu pembelajaran. Sumber-sumber dan bahan pembelajaran yang aktual dan menarik bisa dengan mudah didapatkan melalui internet. Bahkan, mahasiswa juga bisa memanfaatkan  media sosial seperti facebook yang belakangan ini sedang mengalami masa “euforia” di ranah virtual untuk kepentingan pembelajaran. Berbagai kemudahan yang ditawarkan ruang maya bagi para pengguna, baik dalam soal akses, manfaat, partisipasi, maupun kontrol, blog, misalnya, bisa dioptimalkan sebagai “laboratorium virtual” untuk kemajuan dunia pendidikan yang sangat besar manfaatnya bagi mahasiswa, maupun sesama rekan sejawat. Melalui facebook, sesama dosen, dosen dan mahasiswa, dosen dan siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan bisa saling berinteraksi tanpa dibatasi sekat ruang dan waktu.

Jejaring sosial semacam facebook kini bagaikan “primadona”. Ratusan juta orang telah memiliki akun ini. Dalam situasi demikian, mengapa tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran? Melalui facebook, misalnya, seorang mahasiswa bisa membuat group tertutup untuk masing-masing kelas. Pada wall group bisa di-update status yang berkaitan dengan materi pembelajaran, seperti tugas-tugas, pembahasan materi, acara kelas, dan semacamnya. Seluruh mahasiswa diberikan keleluasan untuk memberikan repson dan jawaban tanpa meninggalkan nilai-nilai kesantunan. Dari jejaring sosial semacam inilah mahasiswa bisa terus belajar secara “informal” tanpa harus dibatasi tembol ruang kelas. Informasi-informasi penting yang berkaitan dengan pembelajaran bisa di-share facebook  sehingga memiliki jangkauan publikasi yang jauh lebih luas. Facebook merupakan jejaring sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menjalin interaksi, berbagai informasi, dan bersilaturahmi dengan banyak orang, termasuk dalam pembelajaran. Bedanya hanya batasan jumlah karakter ketika ketika melakukan update status.

Pendidikan adalah salah satu cara melakukan perbaikan untuk menjadi manusia Freire mendefinisikan pendidikan sebagai rangkaian pembaruan (Siti Murtiningsih). Karena itu produk-produk pendidikan akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemaknaannya terhadap realitas. Di sinilah muncul persoalan, model realitas pada era modernisasi dan industrialisasi berbeda dengan model realitas pada era informasi. Pada era modernisasi, yang kita sebut realitas tidak jauh-jauh dari bagaimana produk-produk modern (nilai, ideologi, ilmu pengetahuan, teknologi) menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari di dunia nyata. Sementara era informasi mendefinisikan realitas secara berbeda. Realitas dalam era informasi tidak lebih berupa dunia citra yang diproduksi oleh media-media informasi. Dunia ini dirasakan sebagai pengalaman yang tak kalah riil dari realitas yang ada di dunia nyata. Hanya saja jika realitas di dunia nyata terdiri dari tanah, udara, air, dan seluruh makhluk hidup dengan segenap unsur biologisnya, maka realitas yang diproduksi oleh media informasi tak lebih dari pancaran dari dunia nyata atau simulasi dari tanah, air, udara dan segenap makhluk hidup yang ada di dunia nyata. Itu sebabnya kita menyebutnya dengan realitas virtual, virtual reality.

Penggambaran paling jelas dari realitas virtual kita temukan dalam dunia cyber (cyberspace). Cyberspace menawarkan sebuah dunia alternatif tempat manusia hidup. Dunia ini berupa dunia maya yang dapat mengambil alih realitas di dunia nyata, yang bagi banyak orang bahkan terasa lebih nyata dari kenyataan di dunia nyata, lebih menyenangkan dari kesenangan di dunia nyata, lebih fantastis dari semua fantasi yang pernah dirasakan manusia di dunia nyata, lebih menggairahkan dari semua kegairahan yang pernah ada.[13]

 Dengan melihat fakta perkembangan teknologi yang mampu menghipnosis, Pendidikan juga sebenarnya adalah konsep penanaman pemahaman dengan memasukkan dunia cyber menjadi salah satu alternative hipnosis nilai, cara penerimaan pendidikan menjadi lebih mudah, masyarakat yang sudah menggila dengan dunia cyber pun akan terbiasa dengan penerimaan nilai yang juga dengan konsep cyber. Hal ini bisa di lihat dari pola laku masyarakat konsumtif, kebiasaan ini dapat diminimalisir dengan memberikan kontra informative pula.

Mengapa cyber mampu melakukan hypnosis terhadap pola laku manusia, gambaranya sebagai berikut: hypnosis dalam aktivitas keseharian, sebetulanya sangat kerap kita alami. Namun, sering kali kita tak sadar, bahwa apa yang sudah kita alami adalah serangkaian kegiatan hypnosis dalam keadaan sadar[14].

Peristiwa sederhana berikut sejatinya adalah hypnosis. Ketika kita menyaksikan sebuah tayangan film atau sinetron di televisi, emosi kita pun terbawa, menangis atau bahkan marah terhatap tokoh tertentu. Hal ini pula yang sering terjadi bagi sebagain orang yang sering  masuk ke dunia cyber, proses hypnosis ini tidak akan terasa membawa satu bentukan dalam pola prilakunya dalam bersikap, berfikir dan bertingkah laku.

Bagaimana bisa poses demikian bisa terjadi, pada dasarnya manusia senantiasa menggunakan 2 pikiran dalam melakukan aktivitasnya yaitu Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran Bawah Sadar (Sub Conscious Mind). Pikiran sadar berfungsi sebagai bagian pikiran analitis, rasional, kekuatan, kehendak, factor kritis dan memori jangka pendek, sering kali disetarakan dengan otak kiri (left brain). Sedangkan Pikiran Bawah Sadar (Sub Conscious Mind) berfungsi dalam menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan dan intuisi sering kali disetarakan dengan otak kanan (right brain)[15].

Kedua bagian pikiran ini berisi program-program yang berdampak kepada tindakan dan perilaku. Semua program ini begitu dinamis dan senantiasa berubah seiring dengan tindakan dan perilaku yang terjadi. Dinamika ini sesuai dengan input dan sugesti yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa verbal maupun non verbal.

Seperti halnya Pendidikan yang dijadikan trend didalam perkembangan dunia Cyber merupakan sebuah tindakan dan perilaku, maka pelu mendapat input/sugesti yang baru untuk mengubah makna pendidikan dan pengajaran di dalam otak setiap pengguna dunia maya. Sehingga pembelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan, mengasyikkan dan menjadi proses berkesinambungan dan dibutuhkan karena merasa ketergantungan.

Mengapa ini harus dilakukan? Ini adalah pertanyaan dasar dalam pengembangan pendidikan yang mau tidak mau harus dilakukan pula ke dunia maya (cyber space). Menurut fitrahnya setiap manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu ingin mengetahui Sesuatu. Hasil kerja dan pengetahuan yang didapat manusia bisa saja benar dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, atau bisa juga sebaliknya salah dan membuat kesengsaraan. Jujun S. Suryasumantri mengatakan; “Bila manusia ingin menjadi pengelola bumi yang baik, ia harus tak henti-hentinya belajar karena ilmu pengetahuan itu berobah. Ada yang ternyata salah harus dibuang ada pula yang benar harus ditambahkan”[16].
Sesuai kecenderungan tersebut, pada akhirnya manusia harus melakukan apa yang menjadi tuntutan dalam pengembangan pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Semua dilakukan dalam rangka pengabdian pada keberlangsungan manusia inilah point yang dalam penjelasan ontology pendidikan sudah disinggung. Semangat untuk Kepentingan manusialah yang sebenenarnya tujuan dari Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi baik ditafsirkan secara filsafati atau dengan metode pemikiran hermeneutis.
Dasar-dasar inilah yang coba digali kembali dalam menafsirkan dan mendifinisikan pendidikan untuk ikut sertanya dalam dunia baru berupa cyber space yaitu dunia maya yang tak tersentuh secara fisik namun nyata adanya dan bersar pengaruh terhadap hermenutika pendidikan yang hakiki. Prof. Dr. Koento Wibisono mengatakan: “Implikasi yang kini kita rasakan ialah; Pertama ilmu yang satu sangat berkaitan dengan yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktis; Kedua, dengan semakin kaburnya garis batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuan terliat dengan etik dan moral; Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan dalam terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai suatu yang membawa kemajuan atau masalah sebaliknya”.
Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa berkembangnya duni Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang mengglobal timbul pula permasalahn tanggung jawab moral yaitu masa depan manusia, artinya dimana lagi kita akan menyisipkan prinsip dan nilai pendidikan kalalu secacar hermenutis pendidikan tidak ikut serta dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahaun dan teknologi yang maju pesat dewasa ini. 

BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian dikriptif kualitatif.
B.  Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di STAIN Jurai Siwo Metro.
C.  Sample
Karena yang menjadi objek penelitian ini adalah Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro , maka peneliti mengambil penelitian Populasi.
D.  Metode Pengumpulan Data
1.      Metode Interview
Digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang pemanfaatan facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
2.      Metode Angket/Quisioner
Sebagai bahan untuk mengetahui sejauhmana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
E.  Jadwal Rencana Kegiatan
Adapun jadwal rencana kegiatan yang akan peneliti lakukan yaitu sebagai berikut:
NO.
Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
1.
Pengumpulan Proposal
18-24 September 2012
2.
Penilaian Proposal
24-26 September 2012
3.
Pengumpulan Hasil Penilaian
27 September 2012
4.
Pelaksanaan Penelitian dan Bimbingan
27 September-15 November 2012
5.
Pengumpulan Hasil Penelitian
19 November 2012




[1] Abdul Kadir dan Terra CH. Wahyuni, Pengenalan Teknologi Informasi, Andi, Yogyakarta, 2007, h.2
[2]  ibid
[3] Moch. Idochi Anwar, Pengembangan Sistem Informasi di Perguruan Tinggi, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, h. 2
[4] Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark Slouka Terhadap Jagat Maya, LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 1
[5] Ibid,, h. 1
[6] Mario A. GutiƩrrez A. at.all., Stepping into Virtual Reality. London: Springer, 2008. h. 2
[7] Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 8
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/mahasiswa
[9] The Liang Gie; Andrian The, Ensiklopedi Ilmu-ilmu (Encyclopedia of the sciences), PUBIB (Pusat Belajar Ilmu Berguna), 1997.
[10] Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark Slouka Terhadap Jagat Maya, LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 20
[11] Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 12
[12] Ruhullah Syams, http://telagahikmah.org/id/index.php?option=com_frontpage&Itemid =1
[13] Yasraf Amir Piliang, “Sebuah Jagat Raya Maya: Imperialisme Fantasi dan Matinya Realitas”, pengantar dalam Mark Slouka. (1999). Ruang Yang Hilang: Pandangan Humanis tentang Budaya Cyberspace Yang Merisaukan. Bandung: Mizan. H. 14
[14] Novian Triwidia Jaya, Hypno Teaching “Bukan Sekadar Mengajar”, Jawa Barat: D-Brain, Cet. II 2010, h. 7
[15] Ibid, h. 8
[16] Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: CV. Muliasari, 2000, h.