 |
Add caption |
Seiring
dengan dinamika masyarakat global yang kian terbuka, akses terhadap informasi
juga makin cepat dan mudah. Para praktisi pendidikan yang notabene menjadi agen
pembelajaran
juga mesti bersikap proaktif dan terlibat sebagai “pemain” di dalamnya, tidak
hanya sekadar jadi penonton. Dunia virtual
yang menyajikan informasi tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu
bisa dioptimalkan untuk peningkatan mutu pembelajaran.
Sumber-sumber dan bahan pembelajaran yang aktual dan menarik bisa dengan
mudah didapatkan melalui internet.
Bahkan, mahasiswa juga
bisa memanfaatkan media
sosial seperti facebook yang belakangan ini
sedang mengalami masa “euforia” di ranah virtual untuk kepentingan pembelajaran.
Berbagai kemudahan yang ditawarkan ruang maya bagi para pengguna, baik dalam
soal akses, manfaat, partisipasi, maupun kontrol, blog,
misalnya, bisa dioptimalkan sebagai “laboratorium virtual” untuk kemajuan dunia pendidikan
yang sangat besar manfaatnya bagi mahasiswa,
maupun sesama rekan sejawat. Melalui facebook,
sesama dosen,
dosen dan mahasiswa, dosen dan siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan
bisa saling berinteraksi tanpa dibatasi sekat ruang dan waktu.
Jejaring
sosial
semacam facebook kini bagaikan “primadona”. Ratusan juta orang telah memiliki
akun ini. Dalam situasi demikian, mengapa tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran?
Melalui facebook, misalnya, seorang mahasiswa
bisa membuat group tertutup untuk masing-masing
kelas. Pada wall group bisa di-update status
yang berkaitan dengan materi pembelajaran,
seperti tugas-tugas, pembahasan materi, acara kelas, dan semacamnya. Seluruh mahasiswa diberikan keleluasan
untuk memberikan repson dan jawaban tanpa meninggalkan nilai-nilai kesantunan.
Dari jejaring sosial
semacam inilah mahasiswa
bisa terus belajar secara “informal” tanpa harus dibatasi tembol ruang kelas. Informasi-informasi
penting yang berkaitan dengan pembelajaran
bisa di-share facebook sehingga memiliki jangkauan publikasi yang
jauh lebih luas. Facebook merupakan jejaring sosial
yang bisa dimanfaatkan untuk menjalin interaksi, berbagai informasi,
dan bersilaturahmi dengan banyak orang, termasuk dalam pembelajaran.
Bedanya hanya batasan jumlah karakter ketika ketika melakukan update status.
Pendidikan adalah salah satu cara
melakukan perbaikan untuk menjadi manusia Freire mendefinisikan pendidikan
sebagai rangkaian pembaruan (Siti Murtiningsih). Karena itu produk-produk
pendidikan akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemaknaannya terhadap
realitas. Di sinilah muncul persoalan, model realitas pada era modernisasi dan
industrialisasi berbeda dengan model realitas pada era informasi. Pada era
modernisasi, yang kita sebut realitas tidak jauh-jauh dari bagaimana
produk-produk modern (nilai, ideologi, ilmu pengetahuan, teknologi) menjadi
bagian dari hidup kita sehari-hari di dunia nyata. Sementara era
informasi mendefinisikan realitas secara berbeda. Realitas dalam era informasi
tidak lebih berupa dunia citra yang diproduksi oleh media-media informasi.
Dunia ini dirasakan sebagai pengalaman yang tak kalah riil dari realitas yang
ada di dunia nyata. Hanya saja jika realitas di dunia nyata terdiri dari tanah,
udara, air, dan seluruh makhluk hidup dengan segenap unsur biologisnya, maka
realitas yang diproduksi oleh media informasi tak lebih dari pancaran dari
dunia nyata atau simulasi dari tanah, air, udara dan segenap makhluk hidup yang
ada di dunia nyata. Itu sebabnya kita menyebutnya dengan realitas virtual, virtual
reality.
Penggambaran paling jelas dari
realitas virtual kita temukan dalam dunia cyber (cyberspace). Cyberspace
menawarkan sebuah dunia alternatif tempat manusia hidup. Dunia ini berupa
dunia maya yang dapat mengambil alih realitas di dunia nyata, yang bagi banyak
orang bahkan terasa lebih nyata dari kenyataan di dunia nyata, lebih
menyenangkan dari kesenangan di dunia nyata, lebih fantastis dari semua fantasi
yang pernah dirasakan manusia di dunia nyata, lebih menggairahkan dari semua
kegairahan yang pernah ada.
Dengan melihat fakta perkembangan teknologi
yang mampu menghipnosis, Pendidikan juga sebenarnya adalah konsep penanaman
pemahaman dengan memasukkan dunia cyber menjadi salah satu alternative hipnosis
nilai, cara penerimaan pendidikan menjadi lebih mudah, masyarakat yang sudah
menggila dengan dunia cyber pun akan terbiasa dengan penerimaan nilai yang juga
dengan konsep cyber. Hal ini bisa di lihat dari pola laku masyarakat konsumtif,
kebiasaan ini dapat diminimalisir dengan memberikan kontra informative pula.
Mengapa cyber mampu melakukan hypnosis terhadap pola laku manusia,
gambaranya sebagai berikut: hypnosis dalam aktivitas keseharian, sebetulanya
sangat kerap kita alami. Namun, sering kali kita tak sadar, bahwa
apa yang sudah kita alami adalah serangkaian kegiatan hypnosis dalam keadaan
sadar.
Peristiwa sederhana
berikut sejatinya adalah hypnosis. Ketika kita menyaksikan sebuah tayangan film
atau sinetron di televisi, emosi kita pun terbawa, menangis atau bahkan marah
terhatap tokoh tertentu. Hal ini pula yang sering terjadi bagi sebagain orang
yang sering masuk ke dunia cyber, proses
hypnosis ini tidak akan terasa membawa satu bentukan dalam pola prilakunya
dalam bersikap, berfikir dan bertingkah laku.
Bagaimana bisa poses
demikian bisa terjadi, pada dasarnya manusia senantiasa menggunakan 2 pikiran
dalam melakukan aktivitasnya yaitu Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran
Bawah Sadar (Sub Conscious Mind). Pikiran sadar berfungsi sebagai bagian pikiran
analitis, rasional, kekuatan, kehendak, factor kritis dan memori jangka pendek,
sering kali disetarakan dengan otak kiri (left brain). Sedangkan Pikiran Bawah
Sadar (Sub Conscious Mind) berfungsi
dalam menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan dan intuisi sering kali
disetarakan dengan otak kanan (right
brain).
Kedua bagian pikiran
ini berisi program-program yang berdampak kepada tindakan dan perilaku. Semua
program ini begitu dinamis dan senantiasa berubah seiring dengan tindakan dan
perilaku yang terjadi. Dinamika ini sesuai dengan input dan sugesti yang masuk
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa verbal maupun non
verbal.
Seperti halnya Pendidikan yang dijadikan trend didalam perkembangan dunia
Cyber merupakan sebuah tindakan dan perilaku, maka pelu mendapat input/sugesti
yang baru untuk mengubah makna pendidikan dan pengajaran di dalam otak setiap
pengguna dunia maya. Sehingga pembelajaran menjadi sesuatu yang
menyenangkan, mengasyikkan dan menjadi proses berkesinambungan dan dibutuhkan
karena merasa ketergantungan.
Mengapa ini harus
dilakukan? Ini adalah pertanyaan dasar dalam pengembangan pendidikan yang mau
tidak mau harus dilakukan pula ke dunia maya (cyber space). Menurut fitrahnya
setiap manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu ingin mengetahui
Sesuatu. Hasil kerja dan pengetahuan yang didapat manusia bisa saja benar dan
bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, atau bisa juga sebaliknya salah dan
membuat kesengsaraan. Jujun S. Suryasumantri mengatakan; “Bila manusia ingin
menjadi pengelola bumi yang baik, ia harus tak henti-hentinya belajar karena
ilmu pengetahuan itu berobah. Ada yang ternyata salah harus dibuang ada pula
yang benar harus ditambahkan”.
Sesuai kecenderungan
tersebut, pada akhirnya manusia harus melakukan apa yang menjadi tuntutan dalam
pengembangan pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Semua dilakukan dalam rangka
pengabdian pada keberlangsungan manusia inilah point yang dalam penjelasan
ontology pendidikan sudah disinggung. Semangat untuk Kepentingan manusialah
yang sebenenarnya tujuan dari Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi baik
ditafsirkan secara filsafati atau dengan metode pemikiran hermeneutis.
Dasar-dasar inilah yang coba digali kembali dalam menafsirkan dan
mendifinisikan pendidikan untuk ikut sertanya dalam dunia baru berupa cyber
space yaitu dunia maya yang tak tersentuh secara fisik namun nyata adanya dan
bersar pengaruh terhadap hermenutika pendidikan yang hakiki. Prof. Dr. Koento
Wibisono mengatakan: “Implikasi yang kini kita rasakan ialah; Pertama ilmu yang
satu sangat berkaitan dengan yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu
dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktis; Kedua, dengan semakin
kaburnya garis batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuan terliat
dengan etik dan moral; Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan
dalam terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu
itu sendiri sebagai suatu yang membawa kemajuan atau masalah sebaliknya”.
Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa berkembangnya duni Ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi yang mengglobal timbul pula permasalahn
tanggung jawab moral yaitu masa depan manusia, artinya dimana lagi kita akan
menyisipkan prinsip dan nilai pendidikan kalalu secacar hermenutis pendidikan
tidak ikut serta dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahaun dan teknologi
yang maju pesat dewasa ini.