BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Penelitian
Yang menjadi judul
penelitian proposal ini adalah “Mahasiswa dan Cyberspace : Analisis Pemanfaatan
Facebook dalam Pembelajaran”.
B. Latar Belakang Masalah
Merupakan kenyataan
yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dibidang ini maka pemenuhan
kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah termasuk
beberapa bidang dalam kehidupan manusia seperti kesehatan, pengangangkutan,
pemukiman, komunikasi serta pendidikan. Namun kemudian apakah persoalan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu bebas nilai? Sehingga segala persoalan sudah
terjawab.
Cukup banyak defenisi
dari istilah ini, diantaranya adalah seperti yang disampaikan oleh Williams dan
Sawyer (2003). Teknologi Informasi adalah teknologi yang menggabungkan
komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi yang membawa data, suara atau pun
video[1].
Sedangkan Menurut Haag dan
Keen (1996), teknologi informasi adalah seperangkat alat yang digunakan untuk
membantu tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan data[2].
Kekukatan
informasi inilah yang menjadikan teknologi begitu
pesat. Moch.
Idochi Anwar menegaskan bahwa Informasi adalah kekuatan. Informasi tersebut
dapat digunakan atau bahkan disalahgunakan informasi bagus (dalam arti akurat, tepat waktu, dan
relevan) atau bisa juga buruk (dalam arti tidak akurat, basi dan tidak
relevan).[3]
Teknologi
informasi ini merupakan subsistem dari sistem informasi (information system).
Terutama dalam tinjauan dari sudut pandang teknologinya. Salah satu ciri khusus
dari bidang ilmu Teknologi Informasi adalah fokus perhatian bidang ilmu
tersebut yang lebih bersifat aplikatif. Bidang ilmu teknologi informasi lebih
mengarah pada pengelolaan data dan informasi dalam sebuah enterprise
(perusahaan atau organisasi kerja lainnya), dengan pemanfaatan teknologi
komputer dan komunikasi data serta lebih menekankan pada teknik pemanfaatan
perangkat-perangkat yang ada untuk meningkatkan produktifitas kerja. Dalam
perkembangannya sejalan dengan paradigma ekonomi baru, maka teknologi informasi
menjadi senjata yang handal dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi
enterprise dengan stake holdernya.
Teknologi informasi
adalah bagian dari budaya barat yang acapkali berbenturan dengan kultur
ketimuran. Masuknya akses informasi tanpa batas dari luar akan merubah perilaku
baik secara positif maupun negatif. Dalam hal ini diperlukan filter sosial dan
teknologi yang kuat untuk menahan nilai negatif yang dibawa oleh budaya asing
tersebut.
Melihat
kembali fakta sejarah dan kilas balik tahap-tahap pertama petumbuhan ilmu
pengetahuan sudah berkaitan dengan tujuan ekspansi antar manusia, antar bangsa
satu ke bangsa lainnya, pesatnya perkembangan ini sebagai bentuk inovasi
penjajahan yang tujuannya untuk menguasai dan memperbudak massa.
Artinya
dalam masa perkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi acap kali melupakan
factor manusia, bukan lagi berkembang seiring dengan kebutuhan manusia tapi
justru sebaliknya manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan teknologi. Sungguh ironi, dan ini merupakan salah
satu factor yang menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan umat manusia. Ini
adalah sebuah mega proyek yang harus dibayar mahal oleh manusia sendiri yang
kehilangan sebagian arti dari kemanusiannya.
Revolusi dibidang
teknologi memang sangat luar biasa, fenomena ini menjadi salah satu subjek
penggerak dunia dan menjadi motor setiap entitas kehidupan. Sebuah energi mekanis dampak dari revolusi teknologi ini
secara geologis sudah menyentuk jauh hingga pelosok terdalam sebuah wilayah,
tak terkecuali di Indonesia dengan peta wilayah yang sangat multi tekstur pun
jangkaun teknologi mekanis ini telah merasuk di dalamnya.
Perkembangan teknologi
ini sesungguhnya telah melampaui dua tahap perkembangannya sebuah penjelasan
yang cukup mendalam oleh Erich Fromm (Rais, 1979:112) dalam The revolution of
Hope yakni Tahap pertama ditandai dengan digantikannya energi semua makhluk
hidup (hewan dan manusia) oleh energi mekanis (uap, minyak, listrik dan atom)[4].
Pengaruh sumber-sumber energi mekanis baru ini menjadi awal sebuah perubahan
radikal yang fundamental dalam sebuah produksi. Inilah salah satu ancaman dan
perubahan yang tidak serta-merta disadari oleh manusia sendiri. Ada beberapa
alasan yang menurut saya logis selain energi mekanis yang menjadi sumber
pengganti ini sebenarnya bukan kategori energi alternative namun peran dan
kontribusi yang signifikan
dalam masa awal-awal perkembangannya untuk membantu dan menyelesaikan cepatnya
kebutuhan dan laju pertumbuhan berbagai bidang ekonomi, social budaya dan
ekspansi wilayah, menjadikan sumber energi mekanis ini menimbulkan
ketergantungan akut pada pemenuhan kebutuhan manusia.
Sedangkan tahap kedua
tidak saja diindikasikan dengan beralihnya fungsi living energy menuju
mechnical energy , tatapi juga digantikannya fikiran manusia (human thought)
oleh pikiran mesin (the thingking of machines)[5].
Inilah awal lahirnya teknologi informasi yang luar biasa dan berkembang
pesatnya duni cyber dan internet pada penghujung abad ke-20, dan sampai saat
ini mendominasi berbagai aktivitas yang multi dimensional.
Internet adalah hasil
olah teknologi informasi yang berkembang begitu cepat, sejak kemunculannya di
USA, yang sebelumnya merupakan teknologi militer terbatas telah menjadi
teknologi massa yang mengglobal. Di dalamnya internet membangun komunitas
dirinya dengan sebutan virtual reality atau dunia maya (cyberspace). Pada akhirnya kita bertanya: Ke
manakah teknologi komputer akan membawa kehidupan spiritual kita? Tak ada yang
tahu secara pasti. Internet adalah media dengan dualitas fungsi, ia adalah
pisau bermata dua. Thomas E. Miller, seorang Buddha Tibet yang menjabat di
Biara Namgyal New York menjelaskan bahwa: “...demikianlah cyberspace
dirancang. Ia membangkitkan potensi sesuatu, dan sifat yang akan dibangkitkan
itu bergantung pada motivasi penggunanya.”
Di tengah situasi ini, muncul
perkembangan terbaru yang bisa kita sebut sebagai revolusi atas realitas.
Revolusi itu merubah secara drastis pemaknaan kita atas realitas. Cyberspace
merubah pengalaman orang bersentuhan dengan realitas, merubah cara kita mengalami
realitas. Realitas tidak hanya berisi segala sesuatu yang nyata tapi juga dapat
berupa realitas imajiner, realitas virtual yang ternyata memberikan pengalaman
yang tak kalah nyata dengan realitas yang sebenarnya. Realitas baru ini
menawarkan sebuah dunia baru, sebuah dunia tanpa batas yang mampu menggantikan
apapun yang dapat kita lakukan di dunia nyata, bahkan lebih jauh ia mampu
menawarkan apa yang dalam dunia nyata hanya berupa imajinasi dan halusinasi.
Inilah zaman baru, zaman ketika dunia ini terbagi dalam dua realitas; realitas
“nyata” dan realitas maya atau realitas virtual (virtual reality)[6].
Melihat
geliat dan banyak sekali peran mahasiswa yang tereduksi dalam penggunakan
teknologi, seiring pesatnya dunia informasi, serta semakin kuatnya cakar dunia
maya (cyber space) tentu pengaruh segala aspek kehidupan pun mendapat pengaruh
signifikan terhadap pembelajaran. Kiblat agama dan nuansa pendidikan didalamnya
serta pola tingkah laku mahasiswa pun
kian berubah, banyak kecenderungan yang bisa terjadi secara positif maupun
negative, juga membawa arus deras perubahan dunia.
Mengapa pula Facebook begitu diminati, sebuah penjelasan
singkat dari Merry Magdalena dalam bukunya cyberlaw tidak perlu takut karena
ini adalah dunia tanpa rambu-rambu, maka siapapun bebas mengakses apapun, baik
yang layak maupun yang tidak. Ini disebabkan oleh memang internet
adalah dunia serba anonym[7].
C. Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut : Bagaimana
pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa?
D. Batasan
Masalah
Agar permasalahan proposal ini tidak melenceng jauh
maka penulis akan membatasinya yaitu : Penelitian dilakukan pada Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris STAIN
Jurai Siwo Metro tahun 2012/2013.
E. Tujuan Penelitian
Adapun
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk
mengetahui bagaimana
pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
b. Mengetahui
bagaimana penyalahgunaan facebook
dalam pembelajaran mahasiswa.
c. Untuk memberikan
kontribusi terhadap facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan
penelitian ini yaitu:
a.
Peneliti adalah
Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
b.
Facebook sangat diminati oleh kalangan mahasiswa
c.
Belum adanya
penelitian yang serupa dengan peneliti lakukan.
G. Urgensi dan Manfaat Penelitian
Adapun
urgensi dan manfaat penelitian ini yaitu:
1.
Urgensi :
·
Sampai saat ini facebook adalah dejaring social yang sangat diminati oleh
mahasiswa.
·
Penyalahgunaan dejaring social seperti facebook sangat
berpengaruh terhadap pembelajaran.
·
Perlu penelitian
lebih lanjut tentang dejaring
sosial seperti facebook sejak dini.
2. Manfaat
:
a.
Untuk menata mindset dalam menganalisis dan
mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan riset
b.
Memberikan kontribusi positif terhadap pembelajaran
mahasiswa.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Deskripsi
Teori
1.
Mahasiswa
Mahasiswa atau
Mahasiswi adalah panggilan untuk
orang yang sedang menjalani pendidikan
tinggi di sebuah universitas atau perguruan
tinggi.[8]. Seorang mahasiswa harus peka ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik dilingkungan lokal, daerah maupun Negaranya. Mahasiswa
tidak boleh ketinggalan dengan Ilmu teknologi yang sedang berkembang pada masa
kini.
Mahasiswa yang cerdas dan aktif adalah calon jati diri bangsa
Indonesia. Mereka adalah kelompok yang dekat dengan masyarakat, mereka berjuang
membela rakyat, dan mempunyai banyak ide kritis yang siap ditunjukkan di segala
penjuru dalam berbagai bidang.
Sebagian besar mahasiswa Indonesia adalah orang-orang yang peka akan teknologi. Jika ada
beberapa diantara mereka yang belum begitu paham mengenai kaidah teknologi
informasi, maka sudah dipastikan mereka adalah kelompok yang kurang beruntung.
Jenjang pendidikan tinggi sudah seharusnya dimanfaatkan untuk mengenal lebih
dalam perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu tolok ukur
keberhasilan pembelajaran yang efektif di masa sekarang ini.
2.
Cyberspace
Memaknai dan
mendefinisikan pendidikan juga bisa dilihat dari proses ontology yang
berkembang pada masa kekinian, ini adalah tinjauan yang lebih filosofis
mendasar untuk melihat begaimana tanggung jawab keilmuan itu bergantung dengan
periodisasi masa, melihat perkembangan kekinian perkembangan dunia teknologi
dan komunikasi atau yang lebih sepesifik dunia internet atau cyberspace (dunia
maya) yang sangat intoleran dengan semangat perkembangan Pendidikan Agama. Ada
beberapa alasan pertama kurangnya fleksibilitas dunia pendidikan. Kedua factor
human interest dan human need yang saling tarik menarik. Menjadi problem
internal pendidikan saat dihadapkan dengan realitas dunia cyber yang semu serta
absurd.
Menurut Pranyoto
Setyoatmodjo (1988) makna filosofis ilmu pengetahuan sendiri secara teoritis
dan diklasifikasi secara sistematik dalam prinsip umum. Ilmu merupakan usaha
pemahaman manusia yang disusun dalam suatu system mengenai kenyataan, sejah
yang dapat dijangkau daya pikiran dibantu dengan penginderaan dan kebenarannya
diuji secara empiris melalui suatu penelitian ilmiah. Membaca pendapat ini maka
menyandingkan pendidikan dengan dunia maya pada tataran empiris tidak menjadi
persoalan kembali kepandangan Mark Slouka terhadap jagad maya yang banyak
sekali menenggelamkan para penganutnya dalam lautan kata tanpa makna. Dengan
memberi nilai lebih pada setiap system yang ada dilamnya meberi nutrisi dalam
memberikan status nilai dan ini menjadi langkah proses transmisi dunia maya
(cyber space) kedalam dunia pendidikan yang empiris.
Karena
hari ini dunia cyber tidak bisa lepas dengan aktifitas manusia maka sama halnya
dengan pendidikan yang semestinya merupakan aktifitas manusia yang tidak bisa
terlepas dari pola, tingka dan laku dalam kehidupannya. Dapat dartikan bahwa
ilmu dan pendidikan adalah aktivitas manusiawi yang oleh The Liang Gie
diartikan perbuatan manusia yang tidak hanya merupakan aktivitas tunggal,
melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses yang
bersifat rasional, kognitif dan teleologis[9].
Rasional berarti
kegiatan yang mempergunakan kemampuan berpikir secara logis dan obyektif,
sedangkan kognitif berarti suatu rangkain aktivitas pengenalan pengkonsepsian
dan penalaran sehigga manusia dapat mengetahui tentang suatu hal. Dan teleologis dapat diartikan ilmu dan
pendidikan sendiri bukan tujuan utama, malainkan seabgai sarana untuk mencapai
tujuan tertentu.
Dari urain ini kita
dapat menarik sebuah simpulan yang intinya bergeraknya dunia dengan dorongan
pengetahuan sangat kuat merefleksikan nilai pendidikan. Secara otologis
pendidikan dapat diartikan sebagai pemberian identitas terhadap nilai
pendidikan yang inheren didunia maya, mengapa ini menjadi urgen dunia maya
sudah menjadi dunia sendiri yang berdiri otonom, manusia yang ada didalamnya
juga merubah identitas dirinya untuk menempatan dirinya setara. Secara ma’nawi
menjadikan dirinya masuk kedalam alam nirrealitas yang absurd menjadi kan
komunitas besar yang tergabung di dalam dunia cyber ini kehilangan identitas
esensialnya. Maka nilai yang harus ditanamkan dalam pendidikan pun demikian
tidak mengambil jarak dalam transfuse ilmu pengetahuannya tapi melakukan
akselerasi mendalam.
Memang upaya ke arah
tersebut banyak dicontohkan dengan munculnya konsep e-learning. Di
mana secara realitas bahwa pembelajaran itu tidak sulit walaupun dibatasi
olah ruang dan jarak yang tidak mungkin jika dilakukan secara nature, akan
tetapi justru realitas yang diharapkan ini mampu diwujudkan melalui konsep e-learning
ini.
3.
Facebook
Facebook merupakan layanan media jejaring sosial yang
dimotori oleh mahasiswa Harvard University, Mark Zuckerberg dkk, telah berhasil
menghadirkan satu dunia virtual tersendiri bagi umat manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan pribadinya. Fenomena facebook saat ini menyadarkan saya
khususnya bahwa internet empire (kerajaan internet) secara berkala
telah melampau kedigdayaan kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau, seperti
Byzantium, Romawi, Muawiyah, Abbasiyah, Turki Utsmani, Mughal, dan kerajaan
besar lainnya dalam hal “wilayah jajahan”.
Perkembangan dunia sekarang adalah
masa yang berbeda. Dunia sudah memasuki abad 21, bukan lagi abad 20, sayangnya
kita masih seringkali berpikir dalam perspektif abad 20. Tema sentral abad 20
adalah modernisasi dan industrialisasi. Sedangkan pada abad 21
sudah bergeser pada teknologi informasi.
Menarik membaca
pandangan Slouka tentang bagaimana dunia cyber yang mengklaim bahwa hibriditas
duna net merupakan rimba raya yang menyesatkan. Ia mengaburkan realitas
sesungguhnya dengan paradok metaforis, pertukaran makna dan permainan bahasa
yang begitu plural[10].
Dengan
melihat pandangan Slouka yang begitu menonjol dalam persoalan bahasa, dan
perhatian utamanya terhadap metafora tidak sekedar mengambalikan makna-makna
yang sudah tertanam dalam kehidupan nyata, dan akses-akses bentukan budaya
masyarakat dalam pandangan komunal menjadi tereduksi dalam kesefahaman global. Ini
adalah nilai negative yang tidak dapat dilakukan tindakan preventif dalam dunia
cyber, hingga unsur-unsur pendidikan pun sulit untuk membendung dilemma bahasa
yang sudah berkembang menjadi bahan adopsi menjadi sebuah kesadaran real.
Saat ini pendidikan
sendiri mengalami banyak dilematis dan kebuntuan jalan. Pada konsep pokok dasar
pendidikan adalah
memanusiakan manusia maka konsep perkembangan dunia cyber yang menggila dan
menggurita mampu menenggelamkan semangat membangun peradaban. Pembangunan
industri dan teknologi yang terus berevolusi justru menjadi ancaman dunia
intelektual bahkan pendidikan juga menjadi satu bentuk kriminal baru dalam
kehidupan, mengapa demikian Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi
mengungkapkan tetang hal ini dimana kebebasan berekspresi memang hak setiap
manusia. Di dunia nyata kebebasan tersebut memiliki batasan etika, agama, moral
dan hukum[11].
Sedangkan di dunia maya ada juga etika, namun belum ada hukum yang baku. Kalau
dunia maya mampu memberi peran dan warna dikehidupan masyarakat mengapa
pendidikan yang bisa menjadi bagian integral dunia tidak dapat menyatu dengan
dunia maya.
Hermeneutika sebagai
bagian dari filsafat epistemology mencoba mencari jawaban dari setiap persoalah
yang melikupi pola laku manusia termasuk dengan berkembangnya dunia maya. Para
ilmuan dalam mendefinisikan hermeneutik, mempunyai definisi yang berbeda-beda.
Dan kita tidak dapat menemukan satu definisi yang menyeluruh yang mewakili
definisi-defini mereka serta bersifat meliputi. Namun kita dapat mengambil
suatu definisi yang memiliki kedekatan dan kesamaan di antara definisi-definisi
yang ada: Hermeneutik adalah ilmu yang berhubungan dengan penjelasan
kebagaimanaan dan keharmonian pamahaman manusia, apakah itu berhubungan dengan
batas pemahaman terhadap teks tertulis, ataukah secara mutlak
aktivitas-aktivitas kehendak dan pilihan manusia atau mutlak realitas-realitas
eksistensi[12].
Dari pendapat ini kita
dapat melakukan antisipasi dengan meredevinisi peran pendidikan dalam memberi
warna dampak negative perkembangan dunia cyber ini. salah satunya dengan
membuat pola pendidikan virtual atau yang sering disebut e-learning.
4.
Pemanfaatan Facebook dalam
pembelajaran
Seiring
dengan dinamika masyarakat global yang kian terbuka, akses terhadap informasi
juga makin cepat dan mudah. Para praktisi pendidikan yang notabene menjadi agen
pembelajaran
juga mesti bersikap proaktif dan terlibat sebagai “pemain” di dalamnya, tidak
hanya sekadar jadi penonton. Dunia
virtual yang menyajikan informasi
tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu bisa dioptimalkan untuk peningkatan mutu
pembelajaran.
Sumber-sumber dan bahan pembelajaran yang aktual dan
menarik bisa dengan mudah didapatkan melalui internet.
Bahkan, mahasiswa juga
bisa memanfaatkan media
sosial seperti facebook yang belakangan ini
sedang mengalami masa “euforia” di ranah virtual untuk kepentingan pembelajaran.
Berbagai kemudahan yang ditawarkan ruang maya bagi para pengguna, baik dalam
soal akses, manfaat, partisipasi, maupun kontrol, blog,
misalnya, bisa dioptimalkan sebagai “laboratorium virtual” untuk kemajuan dunia
pendidikan yang sangat besar manfaatnya bagi mahasiswa, maupun sesama rekan sejawat.
Melalui facebook, sesama dosen, dosen
dan mahasiswa,
dosen dan
siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap dunia
pendidikan bisa saling berinteraksi tanpa dibatasi sekat ruang
dan waktu.
Jejaring
sosial
semacam facebook kini bagaikan “primadona”. Ratusan juta orang telah memiliki
akun ini. Dalam situasi demikian, mengapa tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran?
Melalui facebook, misalnya, seorang mahasiswa bisa membuat group tertutup untuk masing-masing kelas. Pada wall group bisa di-update status
yang berkaitan dengan materi pembelajaran,
seperti tugas-tugas, pembahasan materi, acara kelas, dan semacamnya. Seluruh mahasiswa
diberikan keleluasan untuk memberikan repson dan jawaban tanpa meninggalkan
nilai-nilai kesantunan. Dari jejaring sosial
semacam inilah mahasiswa
bisa terus belajar secara “informal” tanpa harus dibatasi tembol ruang kelas. Informasi-informasi
penting yang berkaitan dengan pembelajaran
bisa di-share facebook sehingga memiliki jangkauan publikasi yang
jauh lebih luas. Facebook merupakan jejaring sosial
yang bisa dimanfaatkan untuk menjalin interaksi, berbagai informasi,
dan bersilaturahmi dengan banyak orang, termasuk dalam pembelajaran.
Bedanya hanya batasan jumlah karakter ketika ketika melakukan update status.
Pendidikan adalah salah satu cara
melakukan perbaikan untuk menjadi manusia Freire mendefinisikan pendidikan
sebagai rangkaian pembaruan (Siti Murtiningsih). Karena itu produk-produk
pendidikan akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemaknaannya terhadap
realitas. Di sinilah muncul persoalan, model realitas pada era modernisasi dan
industrialisasi berbeda dengan model realitas pada era informasi. Pada era
modernisasi, yang kita sebut realitas tidak jauh-jauh dari bagaimana
produk-produk modern (nilai, ideologi, ilmu pengetahuan, teknologi) menjadi
bagian dari hidup kita sehari-hari di dunia nyata. Sementara era
informasi mendefinisikan realitas secara berbeda. Realitas dalam era informasi
tidak lebih berupa dunia citra yang diproduksi oleh media-media informasi.
Dunia ini dirasakan sebagai pengalaman yang tak kalah riil dari realitas yang
ada di dunia nyata. Hanya saja jika realitas di dunia nyata terdiri dari tanah,
udara, air, dan seluruh makhluk hidup dengan segenap unsur biologisnya, maka
realitas yang diproduksi oleh media informasi tak lebih dari pancaran dari
dunia nyata atau simulasi dari tanah, air, udara dan segenap makhluk hidup yang
ada di dunia nyata. Itu sebabnya kita menyebutnya dengan realitas virtual, virtual
reality.
Penggambaran paling jelas dari
realitas virtual kita temukan dalam dunia cyber (cyberspace). Cyberspace
menawarkan sebuah dunia alternatif tempat manusia hidup. Dunia ini berupa
dunia maya yang dapat mengambil alih realitas di dunia nyata, yang bagi banyak
orang bahkan terasa lebih nyata dari kenyataan di dunia nyata, lebih
menyenangkan dari kesenangan di dunia nyata, lebih fantastis dari semua fantasi
yang pernah dirasakan manusia di dunia nyata, lebih menggairahkan dari semua
kegairahan yang pernah ada.[13]
Dengan melihat fakta perkembangan teknologi
yang mampu menghipnosis, Pendidikan juga sebenarnya adalah konsep penanaman
pemahaman dengan memasukkan dunia cyber menjadi salah satu alternative hipnosis
nilai, cara penerimaan pendidikan menjadi lebih mudah, masyarakat yang sudah
menggila dengan dunia cyber pun akan terbiasa dengan penerimaan nilai yang juga
dengan konsep cyber. Hal ini bisa di lihat dari pola laku masyarakat konsumtif,
kebiasaan ini dapat diminimalisir dengan memberikan kontra informative pula.
Mengapa
cyber mampu melakukan hypnosis terhadap pola laku manusia, gambaranya sebagai
berikut: hypnosis dalam aktivitas keseharian, sebetulanya sangat kerap kita
alami. Namun,
sering kali kita tak sadar, bahwa apa yang sudah kita alami adalah serangkaian
kegiatan hypnosis dalam keadaan sadar[14].
Peristiwa sederhana
berikut sejatinya adalah hypnosis. Ketika kita menyaksikan sebuah tayangan film
atau sinetron di televisi, emosi kita pun terbawa, menangis atau bahkan marah
terhatap tokoh tertentu. Hal ini pula yang sering terjadi bagi sebagain orang
yang sering masuk ke dunia cyber, proses
hypnosis ini tidak akan terasa membawa satu bentukan dalam pola prilakunya
dalam bersikap, berfikir dan bertingkah laku.
Bagaimana bisa poses
demikian bisa terjadi, pada dasarnya manusia senantiasa menggunakan 2 pikiran
dalam melakukan aktivitasnya yaitu Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran
Bawah Sadar (Sub Conscious Mind). Pikiran sadar berfungsi sebagai bagian pikiran
analitis, rasional, kekuatan, kehendak, factor kritis dan memori jangka pendek,
sering kali disetarakan dengan otak kiri (left brain). Sedangkan Pikiran Bawah
Sadar (Sub Conscious Mind) berfungsi
dalam menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan dan intuisi sering kali
disetarakan dengan otak kanan (right
brain)[15].
Kedua bagian pikiran
ini berisi program-program yang berdampak kepada tindakan dan perilaku. Semua
program ini begitu dinamis dan senantiasa berubah seiring dengan tindakan dan
perilaku yang terjadi. Dinamika ini sesuai dengan input dan sugesti yang masuk
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa verbal maupun non
verbal.
Seperti
halnya Pendidikan yang dijadikan trend didalam perkembangan dunia Cyber
merupakan sebuah tindakan dan perilaku, maka pelu mendapat input/sugesti yang
baru untuk mengubah makna pendidikan dan pengajaran di dalam otak setiap
pengguna dunia maya. Sehingga pembelajaran menjadi sesuatu yang
menyenangkan, mengasyikkan dan menjadi proses berkesinambungan dan dibutuhkan
karena merasa ketergantungan.
Mengapa ini harus
dilakukan? Ini adalah pertanyaan dasar dalam pengembangan pendidikan yang mau
tidak mau harus dilakukan pula ke dunia maya (cyber space). Menurut fitrahnya
setiap manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu ingin mengetahui
Sesuatu. Hasil kerja dan pengetahuan yang didapat manusia bisa saja benar dan
bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, atau bisa juga sebaliknya salah dan
membuat kesengsaraan. Jujun S. Suryasumantri mengatakan; “Bila manusia ingin
menjadi pengelola bumi yang baik, ia harus tak henti-hentinya belajar karena
ilmu pengetahuan itu berobah. Ada yang ternyata salah harus dibuang ada pula
yang benar harus ditambahkan”[16].
Sesuai kecenderungan
tersebut, pada akhirnya manusia harus melakukan apa yang menjadi tuntutan dalam
pengembangan pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Semua dilakukan dalam rangka
pengabdian pada keberlangsungan manusia inilah point yang dalam penjelasan
ontology pendidikan sudah disinggung. Semangat untuk Kepentingan manusialah
yang sebenenarnya tujuan dari Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi baik
ditafsirkan secara filsafati atau dengan metode pemikiran hermeneutis.
Dasar-dasar
inilah yang coba digali kembali dalam menafsirkan dan mendifinisikan pendidikan
untuk ikut sertanya dalam dunia baru berupa cyber space yaitu dunia maya yang
tak tersentuh secara fisik namun nyata adanya dan bersar pengaruh terhadap
hermenutika pendidikan yang hakiki. Prof. Dr. Koento Wibisono mengatakan:
“Implikasi yang kini kita rasakan ialah; Pertama ilmu yang satu sangat
berkaitan dengan yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan
ilmu terapan, antara teori dan praktis; Kedua, dengan semakin kaburnya garis
batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuan terliat dengan etik
dan moral; Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan dalam terhadap
kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri
sebagai suatu yang membawa kemajuan atau masalah sebaliknya”.
Dari
pendapat ini dapat diketahui bahwa berkembangnya duni Ilmu pengetahuan,
teknologi dan informasi yang mengglobal timbul pula permasalahn tanggung jawab
moral yaitu masa depan manusia, artinya dimana lagi kita akan menyisipkan
prinsip dan nilai pendidikan kalalu secacar hermenutis pendidikan tidak ikut
serta dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahaun dan teknologi yang maju
pesat dewasa ini.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan
peneliti adalah penelitian dikriptif
kualitatif.
B. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi
penelitian ini adalah di
STAIN Jurai Siwo Metro.
C. Sample
Karena yang menjadi objek
penelitian ini adalah Mahasiswa
STAIN Jurai Siwo Metro , maka peneliti mengambil penelitian
Populasi.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Metode
Interview
Digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang pemanfaatan
facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
2. Metode
Angket/Quisioner
Sebagai bahan untuk mengetahui
sejauhmana pemanfaatan
facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
E. Jadwal
Rencana Kegiatan
Adapun jadwal rencana kegiatan yang
akan peneliti lakukan yaitu sebagai berikut:
NO.
|
Kegiatan
|
Tanggal Pelaksanaan
|
1.
|
Pengumpulan Proposal
|
18-24 September 2012
|
2.
|
Penilaian Proposal
|
24-26 September 2012
|
3.
|
Pengumpulan Hasil Penilaian
|
27 September 2012
|
4.
|
Pelaksanaan Penelitian dan Bimbingan
|
27 September-15 November 2012
|
5.
|
Pengumpulan Hasil Penelitian
|
19 November 2012
|
[1]
Abdul Kadir dan Terra CH.
Wahyuni, Pengenalan Teknologi Informasi,
Andi, Yogyakarta, 2007, h.2
[3] Moch.
Idochi Anwar, Pengembangan Sistem
Informasi di Perguruan Tinggi, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, h. 2
[4] Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark Slouka Terhadap Jagat Maya,
LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 1
[6]
Mario A. Gutiérrez A.
at.all., Stepping into Virtual Reality. London: Springer, 2008. h. 2
[7] Merry Magdalena & Maswigrantoro
Roes Setiadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut,
Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 8
[8]
http://id.wikipedia.org/wiki/mahasiswa
[9]
The Liang Gie; Andrian The, Ensiklopedi Ilmu-ilmu (Encyclopedia of the
sciences), PUBIB (Pusat Belajar Ilmu Berguna), 1997.
[10]
Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark
Slouka Terhadap Jagat Maya, LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 20
[11]
Merry Magdalena &
Maswigrantoro Roes Setiadi, Cyberlaw
Tidak Perlu Takut, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 12
[13]
Yasraf Amir
Piliang, “Sebuah Jagat Raya Maya: Imperialisme Fantasi dan Matinya Realitas”,
pengantar dalam Mark Slouka. (1999). Ruang Yang Hilang: Pandangan Humanis
tentang Budaya Cyberspace Yang Merisaukan. Bandung: Mizan. H. 14
[14]
Novian Triwidia Jaya, Hypno Teaching “Bukan Sekadar Mengajar”,
Jawa Barat: D-Brain, Cet. II 2010, h. 7
[15] Ibid,
h. 8
[16]
Jujun
S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: CV. Muliasari, 2000, h.
0 komentar:
Posting Komentar