Beranda

Jumat, 28 Desember 2012

Proposal Penelitian “Mahasiswa dan Cyberspace : Analisis Pemanfaatan Facebook dalam Pembelajaran”


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Judul Penelitian
Yang menjadi judul penelitian proposal ini adalah Mahasiswa dan Cyberspace : Analisis Pemanfaatan Facebook dalam Pembelajaran”.

B.  Latar Belakang Masalah
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dibidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah termasuk beberapa bidang dalam kehidupan manusia seperti kesehatan, pengangangkutan, pemukiman, komunikasi serta pendidikan. Namun kemudian apakah persoalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu bebas nilai? Sehingga segala persoalan sudah terjawab.

Cukup banyak defenisi dari istilah ini, diantaranya adalah seperti yang disampaikan oleh Williams dan Sawyer (2003). Teknologi Informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi yang membawa data, suara atau pun video[1]. Sedangkan Menurut Haag dan Keen (1996), teknologi informasi adalah seperangkat alat yang digunakan untuk membantu tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan data[2].

Kekukatan informasi inilah yang menjadikan teknologi  begitu pesat. Moch. Idochi Anwar menegaskan bahwa Informasi adalah kekuatan. Informasi tersebut dapat digunakan atau bahkan disalahgunakan informasi  bagus (dalam arti akurat, tepat waktu, dan relevan) atau bisa juga buruk (dalam arti tidak akurat, basi dan tidak relevan).[3]

   Teknologi informasi ini merupakan subsistem dari sistem informasi (information system). Terutama dalam tinjauan dari sudut pandang teknologinya. Salah satu ciri khusus dari bidang ilmu Teknologi Informasi adalah fokus perhatian bidang ilmu tersebut yang lebih bersifat aplikatif. Bidang ilmu teknologi informasi lebih mengarah pada pengelolaan data dan informasi dalam sebuah enterprise (perusahaan atau organisasi kerja lainnya), dengan pemanfaatan teknologi komputer dan komunikasi data serta lebih menekankan pada teknik pemanfaatan perangkat-perangkat yang ada untuk meningkatkan produktifitas kerja. Dalam perkembangannya sejalan dengan paradigma ekonomi baru, maka teknologi informasi menjadi senjata yang handal dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi enterprise dengan stake holdernya.

Teknologi informasi adalah bagian dari budaya barat yang acapkali berbenturan dengan kultur ketimuran. Masuknya akses informasi tanpa batas dari luar akan merubah perilaku baik secara positif maupun negatif. Dalam hal ini diperlukan filter sosial dan teknologi yang kuat untuk menahan nilai negatif yang dibawa oleh budaya asing tersebut.

Melihat kembali fakta sejarah dan kilas balik tahap-tahap pertama petumbuhan ilmu pengetahuan sudah berkaitan dengan tujuan ekspansi antar manusia, antar bangsa satu ke bangsa lainnya, pesatnya perkembangan ini sebagai bentuk inovasi penjajahan yang tujuannya untuk menguasai dan memperbudak massa.
Artinya dalam masa perkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi acap kali melupakan factor manusia, bukan lagi berkembang seiring dengan kebutuhan manusia tapi justru sebaliknya manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Sungguh ironi, dan ini merupakan salah satu factor yang menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan umat manusia. Ini adalah sebuah mega proyek yang harus dibayar mahal oleh manusia sendiri yang kehilangan sebagian arti dari kemanusiannya.

Revolusi dibidang teknologi memang sangat luar biasa, fenomena ini menjadi salah satu subjek penggerak dunia dan menjadi motor setiap entitas kehidupan. Sebuah energi  mekanis dampak dari revolusi teknologi ini secara geologis sudah menyentuk jauh hingga pelosok terdalam sebuah wilayah, tak terkecuali di Indonesia dengan peta wilayah yang sangat multi tekstur pun jangkaun teknologi mekanis ini telah merasuk di dalamnya.

Perkembangan teknologi ini sesungguhnya telah melampaui dua tahap perkembangannya sebuah penjelasan yang cukup mendalam oleh Erich Fromm (Rais, 1979:112) dalam The revolution of Hope yakni Tahap pertama ditandai dengan digantikannya energi semua makhluk hidup (hewan dan manusia) oleh energi mekanis (uap, minyak, listrik dan atom)[4]. Pengaruh sumber-sumber energi mekanis baru ini menjadi awal sebuah perubahan radikal yang fundamental dalam sebuah produksi. Inilah salah satu ancaman dan perubahan yang tidak serta-merta disadari oleh manusia sendiri. Ada beberapa alasan yang menurut saya logis selain energi mekanis yang menjadi sumber pengganti ini sebenarnya bukan kategori energi alternative namun peran dan kontribusi yang signifikan dalam masa awal-awal perkembangannya untuk membantu dan menyelesaikan cepatnya kebutuhan dan laju pertumbuhan berbagai bidang ekonomi, social budaya dan ekspansi wilayah, menjadikan sumber energi mekanis ini menimbulkan ketergantungan akut pada pemenuhan kebutuhan manusia.

Sedangkan tahap kedua tidak saja diindikasikan dengan beralihnya fungsi living energy menuju mechnical energy , tatapi juga digantikannya fikiran manusia (human thought) oleh pikiran mesin (the thingking of machines)[5]. Inilah awal lahirnya teknologi informasi yang luar biasa dan berkembang pesatnya duni cyber dan internet pada penghujung abad ke-20, dan sampai saat ini mendominasi berbagai aktivitas yang multi dimensional.

Internet adalah hasil olah teknologi informasi yang berkembang begitu cepat, sejak kemunculannya di USA, yang sebelumnya merupakan teknologi militer terbatas telah menjadi teknologi massa yang mengglobal. Di dalamnya internet membangun komunitas dirinya dengan sebutan virtual reality atau dunia maya (cyberspace).  Pada akhirnya kita bertanya: Ke manakah teknologi komputer akan membawa kehidupan spiritual kita? Tak ada yang tahu secara pasti. Internet adalah media dengan dualitas fungsi, ia adalah pisau bermata dua. Thomas E. Miller, seorang Buddha Tibet yang menjabat di Biara Namgyal New York menjelaskan bahwa: “...demikianlah cyberspace dirancang. Ia membangkitkan potensi sesuatu, dan sifat yang akan dibangkitkan itu bergantung pada motivasi penggunanya.”

Di tengah situasi ini, muncul perkembangan terbaru yang bisa kita sebut sebagai revolusi atas realitas. Revolusi itu merubah secara drastis pemaknaan kita atas realitas. Cyberspace merubah pengalaman orang bersentuhan dengan realitas, merubah cara kita mengalami realitas. Realitas tidak hanya berisi segala sesuatu yang nyata tapi juga dapat berupa realitas imajiner, realitas virtual yang ternyata memberikan pengalaman yang tak kalah nyata dengan realitas yang sebenarnya. Realitas baru ini menawarkan sebuah dunia baru, sebuah dunia tanpa batas yang mampu menggantikan apapun yang dapat kita lakukan di dunia nyata, bahkan lebih jauh ia mampu menawarkan apa yang dalam dunia nyata hanya berupa imajinasi dan halusinasi. Inilah zaman baru, zaman ketika dunia ini terbagi dalam dua realitas; realitas “nyata” dan realitas maya atau realitas virtual (virtual reality)[6].

Melihat geliat dan banyak sekali peran mahasiswa yang tereduksi dalam penggunakan teknologi, seiring pesatnya dunia informasi, serta semakin kuatnya cakar dunia maya (cyber space) tentu pengaruh segala aspek kehidupan pun mendapat pengaruh signifikan terhadap pembelajaran. Kiblat agama dan nuansa pendidikan didalamnya serta  pola tingkah laku mahasiswa pun kian berubah, banyak kecenderungan yang bisa terjadi secara positif maupun negative, juga membawa arus deras perubahan dunia.

Mengapa pula Facebook begitu diminati, sebuah penjelasan singkat dari Merry Magdalena dalam bukunya cyberlaw tidak perlu takut karena ini adalah dunia tanpa rambu-rambu, maka siapapun bebas mengakses apapun, baik yang layak maupun yang tidak. Ini disebabkan oleh memang internet adalah dunia serba anonym[7].

C.  Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas penulis dapat merumuskan masalah                         sebagai berikut : Bagaimana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa?

D.   Batasan Masalah
Agar permasalahan proposal ini tidak melenceng jauh maka penulis akan membatasinya yaitu : Penelitian dilakukan pada Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro tahun 2012/2013.

E.  Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
b.      Mengetahui bagaimana penyalahgunaan facebook dalam pembelajaran mahasiswa.
c.       Untuk memberikan kontribusi terhadap facebook dalam pembelajaran mahasiswa.

F.   Alasan penelitian
Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian ini yaitu:
a.       Peneliti adalah Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
b.      Facebook sangat diminati oleh kalangan mahasiswa
c.       Belum adanya penelitian yang serupa dengan peneliti lakukan.

G. Urgensi dan Manfaat Penelitian
Adapun urgensi dan manfaat penelitian ini yaitu:
1.      Urgensi  :
·         Sampai saat ini facebook adalah dejaring social yang sangat diminati oleh mahasiswa.
·         Penyalahgunaan dejaring social seperti facebook sangat berpengaruh terhadap pembelajaran.
·         Perlu penelitian lebih lanjut tentang dejaring sosial seperti facebook sejak dini.

2.      Manfaat :
a.         Untuk menata mindset dalam menganalisis dan mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan riset
b.         Memberikan kontribusi positif terhadap pembelajaran mahasiswa.


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Deskripsi Teori
1.    Mahasiswa
Mahasiswa atau Mahasiswi adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi.[8].  Seorang mahasiswa harus peka ilmu pengetahuan dan teknologi, baik dilingkungan lokal, daerah maupun Negaranya. Mahasiswa tidak boleh ketinggalan dengan Ilmu teknologi yang sedang berkembang pada masa kini.

Mahasiswa yang cerdas dan aktif adalah calon jati diri bangsa Indonesia. Mereka adalah kelompok yang dekat dengan masyarakat, mereka berjuang membela rakyat, dan mempunyai banyak ide kritis yang siap ditunjukkan di segala penjuru dalam berbagai bidang.

Sebagian besar mahasiswa Indonesia adalah orang-orang yang peka akan teknologi. Jika ada beberapa diantara mereka yang belum begitu paham mengenai kaidah teknologi informasi, maka sudah dipastikan mereka adalah kelompok yang kurang beruntung. Jenjang pendidikan tinggi sudah seharusnya dimanfaatkan untuk mengenal lebih dalam perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang efektif di masa sekarang ini.

2.    Cyberspace
Memaknai dan mendefinisikan pendidikan juga bisa dilihat dari proses ontology yang berkembang pada masa kekinian, ini adalah tinjauan yang lebih filosofis mendasar untuk melihat begaimana tanggung jawab keilmuan itu bergantung dengan periodisasi masa, melihat perkembangan kekinian perkembangan dunia teknologi dan komunikasi atau yang lebih sepesifik dunia internet atau cyberspace (dunia maya) yang sangat intoleran dengan semangat perkembangan Pendidikan Agama. Ada beberapa alasan pertama kurangnya fleksibilitas dunia pendidikan. Kedua factor human interest dan human need yang saling tarik menarik. Menjadi problem internal pendidikan saat dihadapkan dengan realitas dunia cyber yang semu serta absurd.

Menurut Pranyoto Setyoatmodjo (1988) makna filosofis ilmu pengetahuan sendiri secara teoritis dan diklasifikasi secara sistematik dalam prinsip umum. Ilmu merupakan usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu system mengenai kenyataan, sejah yang dapat dijangkau daya pikiran dibantu dengan penginderaan dan kebenarannya diuji secara empiris melalui suatu penelitian ilmiah. Membaca pendapat ini maka menyandingkan pendidikan dengan dunia maya pada tataran empiris tidak menjadi persoalan kembali kepandangan Mark Slouka terhadap jagad maya yang banyak sekali menenggelamkan para penganutnya dalam lautan kata tanpa makna. Dengan memberi nilai lebih pada setiap system yang ada dilamnya meberi nutrisi dalam memberikan status nilai dan ini menjadi langkah proses transmisi dunia maya (cyber space) kedalam dunia pendidikan yang empiris.

Karena hari ini dunia cyber tidak bisa lepas dengan aktifitas manusia maka sama halnya dengan pendidikan yang semestinya merupakan aktifitas manusia yang tidak bisa terlepas dari pola, tingka dan laku dalam kehidupannya. Dapat dartikan bahwa ilmu dan pendidikan adalah aktivitas manusiawi yang oleh The Liang Gie diartikan perbuatan manusia yang tidak hanya merupakan aktivitas tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses yang bersifat rasional, kognitif dan teleologis[9].
Rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan berpikir secara logis dan obyektif, sedangkan kognitif berarti suatu rangkain aktivitas pengenalan pengkonsepsian dan penalaran sehigga manusia dapat mengetahui tentang suatu hal.  Dan teleologis dapat diartikan ilmu dan pendidikan sendiri bukan tujuan utama, malainkan seabgai sarana untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari urain ini kita dapat menarik sebuah simpulan yang intinya bergeraknya dunia dengan dorongan pengetahuan sangat kuat merefleksikan nilai pendidikan. Secara otologis pendidikan dapat diartikan sebagai pemberian identitas terhadap nilai pendidikan yang inheren didunia maya, mengapa ini menjadi urgen dunia maya sudah menjadi dunia sendiri yang berdiri otonom, manusia yang ada didalamnya juga merubah identitas dirinya untuk menempatan dirinya setara. Secara ma’nawi menjadikan dirinya masuk kedalam alam nirrealitas yang absurd menjadi kan komunitas besar yang tergabung di dalam dunia cyber ini kehilangan identitas esensialnya. Maka nilai yang harus ditanamkan dalam pendidikan pun demikian tidak mengambil jarak dalam transfuse ilmu pengetahuannya tapi melakukan akselerasi mendalam.

Memang upaya ke arah tersebut banyak dicontohkan dengan munculnya konsep e-learning. Di mana secara realitas bahwa pembelajaran itu tidak sulit  walaupun dibatasi olah ruang dan jarak yang tidak mungkin jika dilakukan secara nature, akan tetapi justru realitas yang diharapkan ini mampu diwujudkan melalui konsep e-learning ini.

3.    Facebook
Facebook merupakan layanan media jejaring sosial yang dimotori oleh mahasiswa Harvard University, Mark Zuckerberg dkk, telah berhasil menghadirkan satu dunia virtual tersendiri bagi umat manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya. Fenomena facebook saat ini menyadarkan saya khususnya bahwa internet empire (kerajaan internet) secara berkala telah melampau kedigdayaan kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau, seperti Byzantium, Romawi, Muawiyah, Abbasiyah, Turki Utsmani, Mughal, dan kerajaan besar lainnya dalam hal “wilayah jajahan”.

Perkembangan dunia sekarang adalah masa yang berbeda. Dunia sudah memasuki abad 21, bukan lagi abad 20, sayangnya kita masih seringkali berpikir dalam perspektif abad 20. Tema sentral abad 20 adalah modernisasi dan industrialisasi. Sedangkan pada abad 21 sudah bergeser pada teknologi informasi.

Menarik membaca pandangan Slouka tentang bagaimana dunia cyber yang mengklaim bahwa hibriditas duna net merupakan rimba raya yang menyesatkan. Ia mengaburkan realitas sesungguhnya dengan paradok metaforis, pertukaran makna dan permainan bahasa yang begitu plural[10]. 

Dengan melihat pandangan Slouka yang begitu menonjol dalam persoalan bahasa, dan perhatian utamanya terhadap metafora tidak sekedar mengambalikan makna-makna yang sudah tertanam dalam kehidupan nyata, dan akses-akses bentukan budaya masyarakat dalam pandangan komunal menjadi tereduksi dalam kesefahaman global. Ini adalah nilai negative yang tidak dapat dilakukan tindakan preventif dalam dunia cyber, hingga unsur-unsur pendidikan pun sulit untuk membendung dilemma bahasa yang sudah berkembang menjadi bahan adopsi menjadi sebuah kesadaran real.

Saat ini pendidikan sendiri mengalami banyak dilematis dan kebuntuan jalan. Pada konsep pokok dasar pendidikan adalah memanusiakan manusia maka konsep perkembangan dunia cyber yang menggila dan menggurita mampu menenggelamkan semangat membangun peradaban. Pembangunan industri dan teknologi yang terus berevolusi justru menjadi ancaman dunia intelektual bahkan pendidikan juga menjadi satu bentuk kriminal baru dalam kehidupan, mengapa demikian Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi mengungkapkan tetang hal ini dimana kebebasan berekspresi memang hak setiap manusia. Di dunia nyata kebebasan tersebut memiliki batasan etika, agama, moral dan hukum[11]. Sedangkan di dunia maya ada juga etika, namun belum ada hukum yang baku. Kalau dunia maya mampu memberi peran dan warna dikehidupan masyarakat mengapa pendidikan yang bisa menjadi bagian integral dunia tidak dapat menyatu dengan dunia maya.

Hermeneutika sebagai bagian dari filsafat epistemology mencoba mencari jawaban dari setiap persoalah yang melikupi pola laku manusia termasuk dengan berkembangnya dunia maya. Para ilmuan dalam mendefinisikan hermeneutik, mempunyai definisi yang berbeda-beda. Dan kita tidak dapat menemukan satu definisi yang menyeluruh yang mewakili definisi-defini mereka serta bersifat meliputi. Namun kita dapat mengambil suatu definisi yang memiliki kedekatan dan kesamaan di antara definisi-definisi yang ada: Hermeneutik adalah ilmu yang berhubungan dengan penjelasan kebagaimanaan dan keharmonian pamahaman manusia, apakah itu berhubungan dengan batas pemahaman terhadap teks tertulis, ataukah secara mutlak aktivitas-aktivitas kehendak dan pilihan manusia atau mutlak realitas-realitas eksistensi[12].

Dari pendapat ini kita dapat melakukan antisipasi dengan meredevinisi peran pendidikan dalam memberi warna dampak negative perkembangan dunia cyber ini. salah satunya dengan membuat pola pendidikan virtual atau yang sering disebut e-learning.

4.    Pemanfaatan Facebook dalam pembelajaran
Seiring dengan dinamika masyarakat global yang kian terbuka, akses terhadap informasi juga makin cepat dan mudah. Para praktisi pendidikan yang notabene menjadi agen pembelajaran juga mesti bersikap proaktif dan terlibat sebagai “pemain” di dalamnya, tidak hanya sekadar jadi penonton. Dunia virtual yang menyajikan informasi tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu bisa dioptimalkan untuk peningkatan mutu pembelajaran. Sumber-sumber dan bahan pembelajaran yang aktual dan menarik bisa dengan mudah didapatkan melalui internet. Bahkan, mahasiswa juga bisa memanfaatkan  media sosial seperti facebook yang belakangan ini sedang mengalami masa “euforia” di ranah virtual untuk kepentingan pembelajaran. Berbagai kemudahan yang ditawarkan ruang maya bagi para pengguna, baik dalam soal akses, manfaat, partisipasi, maupun kontrol, blog, misalnya, bisa dioptimalkan sebagai “laboratorium virtual” untuk kemajuan dunia pendidikan yang sangat besar manfaatnya bagi mahasiswa, maupun sesama rekan sejawat. Melalui facebook, sesama dosen, dosen dan mahasiswa, dosen dan siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan bisa saling berinteraksi tanpa dibatasi sekat ruang dan waktu.

Jejaring sosial semacam facebook kini bagaikan “primadona”. Ratusan juta orang telah memiliki akun ini. Dalam situasi demikian, mengapa tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran? Melalui facebook, misalnya, seorang mahasiswa bisa membuat group tertutup untuk masing-masing kelas. Pada wall group bisa di-update status yang berkaitan dengan materi pembelajaran, seperti tugas-tugas, pembahasan materi, acara kelas, dan semacamnya. Seluruh mahasiswa diberikan keleluasan untuk memberikan repson dan jawaban tanpa meninggalkan nilai-nilai kesantunan. Dari jejaring sosial semacam inilah mahasiswa bisa terus belajar secara “informal” tanpa harus dibatasi tembol ruang kelas. Informasi-informasi penting yang berkaitan dengan pembelajaran bisa di-share facebook  sehingga memiliki jangkauan publikasi yang jauh lebih luas. Facebook merupakan jejaring sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menjalin interaksi, berbagai informasi, dan bersilaturahmi dengan banyak orang, termasuk dalam pembelajaran. Bedanya hanya batasan jumlah karakter ketika ketika melakukan update status.

Pendidikan adalah salah satu cara melakukan perbaikan untuk menjadi manusia Freire mendefinisikan pendidikan sebagai rangkaian pembaruan (Siti Murtiningsih). Karena itu produk-produk pendidikan akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemaknaannya terhadap realitas. Di sinilah muncul persoalan, model realitas pada era modernisasi dan industrialisasi berbeda dengan model realitas pada era informasi. Pada era modernisasi, yang kita sebut realitas tidak jauh-jauh dari bagaimana produk-produk modern (nilai, ideologi, ilmu pengetahuan, teknologi) menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari di dunia nyata. Sementara era informasi mendefinisikan realitas secara berbeda. Realitas dalam era informasi tidak lebih berupa dunia citra yang diproduksi oleh media-media informasi. Dunia ini dirasakan sebagai pengalaman yang tak kalah riil dari realitas yang ada di dunia nyata. Hanya saja jika realitas di dunia nyata terdiri dari tanah, udara, air, dan seluruh makhluk hidup dengan segenap unsur biologisnya, maka realitas yang diproduksi oleh media informasi tak lebih dari pancaran dari dunia nyata atau simulasi dari tanah, air, udara dan segenap makhluk hidup yang ada di dunia nyata. Itu sebabnya kita menyebutnya dengan realitas virtual, virtual reality.

Penggambaran paling jelas dari realitas virtual kita temukan dalam dunia cyber (cyberspace). Cyberspace menawarkan sebuah dunia alternatif tempat manusia hidup. Dunia ini berupa dunia maya yang dapat mengambil alih realitas di dunia nyata, yang bagi banyak orang bahkan terasa lebih nyata dari kenyataan di dunia nyata, lebih menyenangkan dari kesenangan di dunia nyata, lebih fantastis dari semua fantasi yang pernah dirasakan manusia di dunia nyata, lebih menggairahkan dari semua kegairahan yang pernah ada.[13]

 Dengan melihat fakta perkembangan teknologi yang mampu menghipnosis, Pendidikan juga sebenarnya adalah konsep penanaman pemahaman dengan memasukkan dunia cyber menjadi salah satu alternative hipnosis nilai, cara penerimaan pendidikan menjadi lebih mudah, masyarakat yang sudah menggila dengan dunia cyber pun akan terbiasa dengan penerimaan nilai yang juga dengan konsep cyber. Hal ini bisa di lihat dari pola laku masyarakat konsumtif, kebiasaan ini dapat diminimalisir dengan memberikan kontra informative pula.

Mengapa cyber mampu melakukan hypnosis terhadap pola laku manusia, gambaranya sebagai berikut: hypnosis dalam aktivitas keseharian, sebetulanya sangat kerap kita alami. Namun, sering kali kita tak sadar, bahwa apa yang sudah kita alami adalah serangkaian kegiatan hypnosis dalam keadaan sadar[14].

Peristiwa sederhana berikut sejatinya adalah hypnosis. Ketika kita menyaksikan sebuah tayangan film atau sinetron di televisi, emosi kita pun terbawa, menangis atau bahkan marah terhatap tokoh tertentu. Hal ini pula yang sering terjadi bagi sebagain orang yang sering  masuk ke dunia cyber, proses hypnosis ini tidak akan terasa membawa satu bentukan dalam pola prilakunya dalam bersikap, berfikir dan bertingkah laku.

Bagaimana bisa poses demikian bisa terjadi, pada dasarnya manusia senantiasa menggunakan 2 pikiran dalam melakukan aktivitasnya yaitu Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran Bawah Sadar (Sub Conscious Mind). Pikiran sadar berfungsi sebagai bagian pikiran analitis, rasional, kekuatan, kehendak, factor kritis dan memori jangka pendek, sering kali disetarakan dengan otak kiri (left brain). Sedangkan Pikiran Bawah Sadar (Sub Conscious Mind) berfungsi dalam menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan dan intuisi sering kali disetarakan dengan otak kanan (right brain)[15].

Kedua bagian pikiran ini berisi program-program yang berdampak kepada tindakan dan perilaku. Semua program ini begitu dinamis dan senantiasa berubah seiring dengan tindakan dan perilaku yang terjadi. Dinamika ini sesuai dengan input dan sugesti yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa verbal maupun non verbal.

Seperti halnya Pendidikan yang dijadikan trend didalam perkembangan dunia Cyber merupakan sebuah tindakan dan perilaku, maka pelu mendapat input/sugesti yang baru untuk mengubah makna pendidikan dan pengajaran di dalam otak setiap pengguna dunia maya. Sehingga pembelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan, mengasyikkan dan menjadi proses berkesinambungan dan dibutuhkan karena merasa ketergantungan.

Mengapa ini harus dilakukan? Ini adalah pertanyaan dasar dalam pengembangan pendidikan yang mau tidak mau harus dilakukan pula ke dunia maya (cyber space). Menurut fitrahnya setiap manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu ingin mengetahui Sesuatu. Hasil kerja dan pengetahuan yang didapat manusia bisa saja benar dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain, atau bisa juga sebaliknya salah dan membuat kesengsaraan. Jujun S. Suryasumantri mengatakan; “Bila manusia ingin menjadi pengelola bumi yang baik, ia harus tak henti-hentinya belajar karena ilmu pengetahuan itu berobah. Ada yang ternyata salah harus dibuang ada pula yang benar harus ditambahkan”[16].
Sesuai kecenderungan tersebut, pada akhirnya manusia harus melakukan apa yang menjadi tuntutan dalam pengembangan pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Semua dilakukan dalam rangka pengabdian pada keberlangsungan manusia inilah point yang dalam penjelasan ontology pendidikan sudah disinggung. Semangat untuk Kepentingan manusialah yang sebenenarnya tujuan dari Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi baik ditafsirkan secara filsafati atau dengan metode pemikiran hermeneutis.
Dasar-dasar inilah yang coba digali kembali dalam menafsirkan dan mendifinisikan pendidikan untuk ikut sertanya dalam dunia baru berupa cyber space yaitu dunia maya yang tak tersentuh secara fisik namun nyata adanya dan bersar pengaruh terhadap hermenutika pendidikan yang hakiki. Prof. Dr. Koento Wibisono mengatakan: “Implikasi yang kini kita rasakan ialah; Pertama ilmu yang satu sangat berkaitan dengan yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan praktis; Kedua, dengan semakin kaburnya garis batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuan terliat dengan etik dan moral; Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan dalam terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai suatu yang membawa kemajuan atau masalah sebaliknya”.
Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa berkembangnya duni Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang mengglobal timbul pula permasalahn tanggung jawab moral yaitu masa depan manusia, artinya dimana lagi kita akan menyisipkan prinsip dan nilai pendidikan kalalu secacar hermenutis pendidikan tidak ikut serta dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahaun dan teknologi yang maju pesat dewasa ini. 

BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian dikriptif kualitatif.
B.  Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di STAIN Jurai Siwo Metro.
C.  Sample
Karena yang menjadi objek penelitian ini adalah Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro , maka peneliti mengambil penelitian Populasi.
D.  Metode Pengumpulan Data
1.      Metode Interview
Digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang pemanfaatan facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
2.      Metode Angket/Quisioner
Sebagai bahan untuk mengetahui sejauhmana pemanfaatan facebook dalam pembelajaran Mahasiswa.
E.  Jadwal Rencana Kegiatan
Adapun jadwal rencana kegiatan yang akan peneliti lakukan yaitu sebagai berikut:
NO.
Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
1.
Pengumpulan Proposal
18-24 September 2012
2.
Penilaian Proposal
24-26 September 2012
3.
Pengumpulan Hasil Penilaian
27 September 2012
4.
Pelaksanaan Penelitian dan Bimbingan
27 September-15 November 2012
5.
Pengumpulan Hasil Penelitian
19 November 2012




[1] Abdul Kadir dan Terra CH. Wahyuni, Pengenalan Teknologi Informasi, Andi, Yogyakarta, 2007, h.2
[2]  ibid
[3] Moch. Idochi Anwar, Pengembangan Sistem Informasi di Perguruan Tinggi, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, h. 2
[4] Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark Slouka Terhadap Jagat Maya, LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 1
[5] Ibid,, h. 1
[6] Mario A. Gutiérrez A. at.all., Stepping into Virtual Reality. London: Springer, 2008. h. 2
[7] Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 8
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/mahasiswa
[9] The Liang Gie; Andrian The, Ensiklopedi Ilmu-ilmu (Encyclopedia of the sciences), PUBIB (Pusat Belajar Ilmu Berguna), 1997.
[10] Astar Hadi, Matinya Dunia Cyberspace Kritik Humanis Mark Slouka Terhadap Jagat Maya, LKiS, Yogyakarta, 2005. h. 20
[11] Merry Magdalena & Maswigrantoro Roes Setiadi, Cyberlaw Tidak Perlu Takut, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, h. 12
[12] Ruhullah Syams, http://telagahikmah.org/id/index.php?option=com_frontpage&Itemid =1
[13] Yasraf Amir Piliang, “Sebuah Jagat Raya Maya: Imperialisme Fantasi dan Matinya Realitas”, pengantar dalam Mark Slouka. (1999). Ruang Yang Hilang: Pandangan Humanis tentang Budaya Cyberspace Yang Merisaukan. Bandung: Mizan. H. 14
[14] Novian Triwidia Jaya, Hypno Teaching “Bukan Sekadar Mengajar”, Jawa Barat: D-Brain, Cet. II 2010, h. 7
[15] Ibid, h. 8
[16] Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: CV. Muliasari, 2000, h.

0 komentar:

Posting Komentar