Beranda

Minggu, 09 September 2018

Azas-Azas Pengembangan Kurikulum PAI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Soedijarto, Sebuah Pengalaman Pemikiran Bagi Prosedur Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi BP3K Departemen P dan K 1975, dinyatakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh para siswa atau para mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan.[1]
 Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing masing satuan pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan undang Undang Dasar 1945.[2]
Kurikulum, dalam hal ini, membutuhkan landasan yang kuat agar dapat dikembangkan oleh sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi dan standar nasional yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya, pengembangan kurikulum itu dilakukan oleh sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang lebih mengerti dan paham kurikulum seperti apa yang lebih dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad negeri ini mengelola sendiri sistem pendidikannya menunjukkan, setiap kali muncul pembicaraan yang mengarah pada upaya perbaikan sistem pendidikan nasional selalu yang menjadi titik berat perhatian adalah pembenahan kurikulum.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan landasan yang kuat yang memang disiapkan agar peserta didik, pendidik, orang tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar pendidikan. Apa yang mendasari itu semua? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk memperbaiki kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, yang sering disebut dengan evaluasi kurikulum? Dimana sistem evaluasi digunakan  untuk menentukan tingkat pencapaian keberhasilan peserta didik dalam bentuk hasil khusus.[3]

B.     Rumusan Masalah
1.       Apa itu Azas Filsafat?
2.       Apa itu Azas Sosiologis?
3.       Apa itu Azas Psikologis?
4.       Apa itu Azas Budaya?
5.       Apa itu Azas Historis?
6.       Bagaimana Implikasinya terhadap pengembangan Kurikulum PAI?

C.    Rumusan Masalah
1.      Untuk mengetahui Azas Filsafat
2.       Untuk mengetahui Azas Sosiologis
3.       Untuk mengetahui AzasPsikologis
4.       Untuk mengetahui Azas Budaya?
5.       Untuk mengetahui Azas Historis?
6.       Untuk mengetahui Implikasinya terhadap pengembangan Kurikulum PAI






                                                                                   



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengembangan Kurikulum
Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.[4]
Berdasarkan pandangan di atas bahwa keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pendidikan dan pengajaran dijumpai beberapa hal pokok yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum. Pertama, adalah filsafat hidup bangsa, sekolah dan guru itu sendiri. Dalam hal ini negara Indonesia adalah negara Pancasila. Jadi segala kegiatan sekolah atau proses belajar mengajar yang diselenggarakan di sekolah harus diarahkan pada pembentukan pribadi peserta didik ke arah manusia Pancasila.[5]
Kedua adalah pertimbangan harapan, kebutuhan dan permintaan masyarakat akan produk pendidikan. Hal ini berarti asas relevansi pengembangan kurikulum harus dijaga. Disamping itu kondisi masyarakat lokal perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurkulum. Ketiga, hal yang penting dalam pengembangan kurikulum adalah kesesuaian kurikulum dengan kondisi peserta didik. Sebab kurikulum pada dasarnya adalah untuk peserta didik. Oleh karena itu dalam pengembangan kurikulum para pengembang kurikulum harus memperhatikan karakteristik peserta didik, baik karakteristik umum maupun khusus.[6]
Keempat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri untuk dipertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum. Pada hakikatnya kurikulum berisikan ilmu pengetahuan dan teknologi (meskipun tidak semua isi kurikulum). Tetapi pada hakikatnya ilmu pengetahuan yang ada sedang berkembang dan dikembangkan perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititikberatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengamanan kurikulum merupakan proses yang menyangkut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Disamping keempat determination sets tersebut di atas, masih banyak lagi hal yang perlu dipertimbangkan misalnya pertentangan akan pernyataan tentang kurikulum. Siapa yang terlibat dalam pengambangan kurikulum, bagaimana prosesnya, apa tujuannya dan kepada siapa ditujukan. Untuk menjawab permasalahan ini, maka perlu ditinjau lagi tentang  pengembangan kurikulum menurut pendapat beberapa hal lain.[7]

1.      Azas Filsafat
a.       Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat  mengandung dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan, 2011: 77-78). Ada beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan yaitu :
1)      Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
2)      Efistimologi: yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
3)      Oksiologi: yaitu filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan
4)      Humanologi Filsafat membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.[8]
Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam pengembangan kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Landasan filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis suatu kurikulum akan lebih mudah di kembangkan.
b.      Manfaat danTujuan Filsafat Pendidikan
Menurut Nasution (1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1)      Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak anak melalui pendidikan di sekolah.
2)      Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3)      Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4)      Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5)      Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
Pandangan-pandangan filsafat  sangat dibutuhkan dalam pendidikan,  terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.  Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.Filsafat  atau pandangan hidup  yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan  hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara  yaitu Pancasila.  Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu  sendiri.
Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang  dalam UU  No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.


c.        Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.  Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga  harus mencerminkan falsafah  atau  pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara  yang dianutnya.

2.      Azas Sosiologis
Azas Sosiologis merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.  Manusia tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum.
Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa ‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut. Kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Asas sosiologis merupakan keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain. Berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Kekuatan social dapat mempengaruhi kurikulum.
Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks maka muncul pula berbagai kekuatan kelompok yang dapat memberikan tekanan terhadap penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya tekanan-tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kesulitan yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum adalah manakala setiap kelompok sosial itu memberikan masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya, seperti misalnya tuntutan golongan agama, politik, militer, industry, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, pertentangan-pertentangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara pandang yang berbeda tentang makna pendidikan setiap kelompok tersebut. Misalkan, cara pandang kelompok agamawan atau kelompok budayawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi pekerti berbeda dengan cara pandang kelompok industriawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi manusia yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan tuntutan industri.
Cara pandang yang berbeda semacam ini tentu saja memunculkan kriteria keberhasilan yang berbeda pula, yang pada gilirannya tolak ukur keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua golongan sosial.
Walaupun dirasa sangat susah, para pengembang kurikulum mestinya memerhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah pengembangan kurikulum perlu menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan kurikulum. Melaksanakan peran evaluatif dan peran kritis adalah proses pengkajian secara kritis tentang apa saja muatan kurikulum yang dianggap layak untuk dipelajari oleh anak didik.

3.      Azas Psikologis
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingah laku manusia. Kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia.[9] Karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus berlandaskan pada psilologi sebagai refrensi dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain, pentingnya psikologi, terutama dalam bagian kurikulum tersebut harus disusun, bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
Asas psikologi, berkaitan dengan bahwa pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan kondisi psikologis peserta didik. kondisi psikologis merupakan karekteristik psiko-fisik sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Oleh karena itu dalam proses belajar-mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori perubahan tingkah laku anak.
a.       Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana peserta didik melakukan perbuatan belajar. Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk pengetahuan, ketrampilan, sikap atau nilai – nilai.Perubahan tingkah laku karena insting, kematangan atau pengaruh zat – zat kimia tidak termasuk perbuatan belajar.Mengetahui tentang psikologi atau teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis , yaitu :
1)      Menurut Teori Daya (Teori Disiplin Daya)
Teori ini menganggap, jiwa manusia terdiri atas sejumlah daya-daya. Belajar pada dasarnya melatih daya – daya mental tersebut, seperti daya berfikir dapat digunakan untuk segala hal, apakah dibidang ekonomi, filsafat maupun politik.Dalam pengajaran yang terpenting bukanlah penguasaan atas bahan pengajaran, melainkan pengaruhnya atas daya mental tertentu.Implikasinya adalah isi kurikulum harus ada mata pelajaran yang dapat mengembangkan berbagai daya dalam jiwa manusia.Kurikulum disusun untuk semua peserta didik tanpa memperhatikan minat dan kebutuhannya.
2)      Teori Behaviorisme
Teori belajar ini menyatakan bahwa tingkah laku manusia itu merupakan respons terhadap stimulus tertentu.Setiap stimulus (S) mempunyai ikatan atau hubungan dengan respon (R) tertentu.Teori ini lebih mementingkan stimulus belajar kepada anak didik dengan harapan terjadinya respon dari anak didik.Belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dengan respon.Kuat tidaknya hubungan sangat bergantung pada latihan yang dilakukan.Untuk itu, dilakukan latihan, seperti tanya jawab atau drill, latihan atau ulangan. Implikasinya adalah kurikulum harus mengandung mata pelajarn yang berisi pengetahuan yang luas.
3)      Teori Gestalt
Teori ini disebut juga dengan teori lapangan.Asumsinya adalah keseluruhan lebih bermanfaat dari pada bagian – bagian.Belajar merupakan perbuatan yang bertujuan untuk eksploratif, imajinatif dan kreatif. Implikasinya adalah kurikulum harus didudun secara keseluruhan  (teori dan praktek) sehingga memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dsn menimbulksn insight peserta didik.[10]

b.      Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu yang berhubungan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkambangan dibahas tentang hakekat perkembangan, tahapan perkembangan, serta hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.Psikologi perkembangan berhubungan dengan kurikulum, terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman belajar tersebut sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Setiap individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan.Mengenai penentuan fase-fase perkembangan tersebut para ahli mempunyai pendapat yang berlainan.
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf (2005:23),  menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Menurut Syamsu Yusuf tahap-tahap perkembangan peserta didik yaitu:
1)      Masa usia Pra sekolah (0 tahun-6 tahun)
2)       Masa usia sekolah dasar (6 tahun-12 tahun)
3)      Masa usia sekolah menengah (12 tahun-18 tahun)
4)      Masa usia mahasiswa (18 tahun-25 tahun)
Setiap tahap perkembangan  memiliki karakteristik  tersendiri, karena ada dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap tahapan perkembangannya.
Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh kondisi psikologi individu yang terlibat di dalamnya, karena apa yang ingin disampaikan menuntuk peserta didik untuk melakukan pembelajaran atau sering disebut proses belajar. Dalam proses pembelajaran terjadi Interaksi antara peserta didik dan pendidik (guru). Untuk itu, paling tidak dalam pengembangan kurikulum diperlukan dua landasan psikologi, yaitu psikologi belajar dan psikologi perkembangan.Kedua landasan ini dianggap penting terutama dalam menyusun isi kurikulum, proses pembelajaran dan hasil belajar yang diinginkan.[11]
Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran

4.      Azas Budaya
a.       Pengertian Kebudayaan
Menurut koentjaraningrat Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kemudian Menurut Taylor kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang mencakup di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kecakapan serta kebiasaan-kebiasaan lain yang dibutuhkan oleh manusia sebagai warga masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks keseluruhan yang merupakan integrasi dari sistem pola-pola perilaku hasil belajar yang dimiliki oleh masyarakat.

b.      Wujud Kebudayaan
1)      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2)      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3)      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

c.       Unsur-unsur Kebudayaan
Dengan mengambil berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang di susun oleh beberapa sarjana antropologi maka koentrajaningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat
di temukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah :
1)      Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi meliputi lisan dan tulisan
2)      Sistem pengetahuan (Flora dan fauna, waktu ruang dan bilangan, tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia)
3)      Organisasi sosial (Kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, system kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan)
4)      Sistem peralatan hidup dan teknologi (Produksi, distribusi dan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan komunikasi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan, senjata)
5)      Sistem mata pencaharian hidup (Berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan).
6)      Sistem religi (Sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan)
7)      Kesenian (Seni patung/pahat, relief, lukis dan gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan, drama).
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik.



d.      Fungsi Kebudayaan
1)      Hasil karya manusia melahirkan kebudayaan dan teknologi. Teknologi mempunyai dua kegunaan yaitu melindungi manusia dari ancaman lingkungannya dan memberikan kemungkinan manusia mengolah alam.
2)      Karsa manusia yang merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai social yang dapat menghasilkan tata tertib. Karsa merupakan daya dan upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di dalam masyarakat.
3)      Di dalam kebudayaan terdapat pola-pola perilaku yang merupakan cara masyarakat untuk bertindak dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat.

e.       Karakteristik Kebudayaan
Kebudayaan adalah milik bersama. Semua unsur yang berupa ide, gagasan, pola, nilai, dijalankan dan dipelihara bersama oleh anggota masyarakat. Serta dihayati dan dijalankan bersama.
1)      Kebudayaan merupakan hasil dari belajar
Semua unsur kebudayaan merupakan hasil belajar dan bukan biologis. Dengan demikian warisan mereka dapat berbeda dengan masyarakat lainnya.
2)      Kebudayaan didasarkan pada lambing
Aspek simbolis yang terpenting dari gambar kebudayaan adalah bahasa.

Kebudayaan adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu kurikulum. Bahkan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan wacana pendidikan dengan pendekatan multicultural dalam mengembangkan kurikulum.
Pendidikan multicultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikurtural, diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi benturan dan konflik social.
Pendidikan multicultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda.

5.      Landasan Historis

Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.

6.      Implikasi Landasan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam ( PAI) dapat diartikan sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, proses yang mengkaitkan satu komponen dengan komponen yang lainya untuk menghasilkan kurikulum pendidikan agama islam (PAI) yang lebih baik.[12]
Landasan pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai dari kurikulum, titik tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu, seperti adanya perubahan tuntutan masyarakat terhadap sekolah. Sedangkan titik samapai kurikulum berarti kurikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat  merealisasikan perkembangan tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan, perbedaan latar belakang siswa, tuntutan-tuntutan kultur tertentu,san tuntutan sejarah masa lalu.[13]




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah kurikulum, karena kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa membantu dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus dicari dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan cara implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena kerugian   pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran kurikulum ini sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta implementasinya yang tepat.
















DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid Syarief. 1996. Pengembangan Kurikulum. Surabaya : PT Bina Ilmu

Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya,

Hamaliki, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara,

Hamid, Hamdani. 2012. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia,

Hendyat Soetopo dan Wast Soenanto. 1993. pembinaan dan pengembangan kurikulum. Jakarta: bumi aksara,

Subandiah. 1996. Pengembangan dan inovasi kurikulum. Jakarta: PT, raja Grafindo Persada

Syarief, Hamid. 1996. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: PT Bina Ilmu,







[1]. Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum.(Jakarta: Bumi Akara, 1993) hlm.14
[2]. Depdikbud.Kurikulum 1978.1979.hlm 37
[3] Subandijah.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo, 1986.) hlm. 37

[4] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[5] Ibid hlm.37
[6] Ibid hlm.37
[7] Ibid hlm.38
[8]. Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2012), hal 51.
[9]. A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996), hal 43.
[10] Arifin, Konsep., 58.

[11]. Arifin, Konsep.,56.
[12] . Subandiah, pengembangan dan inovasi kurikulum , ( jakarta: PT, raja Grafindo Persada, 1996) hal. 36
[13] Hendyat Soetopo dan Wast Soenanto, pembinaan dan pengembangan kurikulum             ( Jakarta: bumi aksara,1993), hal. 46

0 komentar:

Posting Komentar