Beranda

Minggu, 09 September 2018

Hadist Tematik Tentang Empat Hal yang Telah Ditetapkan Allah dalam Rahim Seorang Ibu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penciptaan merupakan suatu awal dari setiap permulaan bagi semua makhluk Allah SWT. mulai dari manusia, hewan, tumbuhan, batu, pasir, langit, bumi, bintang dan matahari serta apapun yang Allah ciptakan pasti memiliki awal yang dinamakan kelahiran atau kemunculan. Pada kalangan manusia Allah menciptaka laki-laki dan perempuan. Begitu juga pada hewan dan tumbuhan, sebagian mereka memiliki gender masing-masing.
Didalam menjalani hidup kita juga mengalami berbagai aktifitas dan kreatifitas yang kita peroleh dari pengetahuan dan ilham. Manusia menjalani aktifitasnya sebagai suatu rutinitas dan kebiasaan sehari-hari. Sebagai makhluk yang berakal dan berilmu, dalam menjalani hidupnya manusia memiliki berbagai prilaku dan variasi tingkah laku sehingga menuntun kepada yang namanya perubahan. Dengan perubahan ini manusia terus berkarya hingga terbentuk perubahan yang berbentuk suatu kebahagiaan atau kesengsaraan. Dan adupun kebahagian dan kesengsaraan inilah yang menjadi patokan dan sasaran dalam hidup. Bagi yang ingin mendapatkan kebahagiaan maka melakukan yang terbaik dan mereka yang menginginkan kesusahan bermalas-malaslah.
Kehidupan yang kita mulai bukanlah tidak memiliki yang namanya akhir. Kelak setelah kehidupan dunia akan kita temui kehidupan akhirat yang kekal yang sering disebut akhirat. Sebelum menuju kesana. Manusia sejak penciptaan pertama sudah ditentukan takdirnya sejak didalam kandungan. Yang mana semua itu adalah termasuk amalan-amalan yang akan kita kerjakan didunia. Tidak ada satupun dari setiap detik yang kita habiskan untuk menegerjakan sesuatu pekerjaan melainkan semuanya telah ditulis oleh Allah sejak dalam kandungan. Dan inilah yang kita sebut dengan Takdir.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ketetapan Allah
Ketetapan Allah dalam agama islam dikenal dengan istilah qadha dan qadar. Qadha menurut bahasa berarti hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.[1] Menurut istilah, qadha adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya), meliputi baik dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya.
Qadar menurut bahasa adalah ukuran atau ketetapan. Sedangkan secara istilah pengetahuan Allah tentang segala sesuatu  yang ingin dia wujudkan atau terjadi pada makhluknya dan alam semesta.[2]
1.      Macam-Macam Qadar (takdir)
a.       Takdir Mubram
Takdir mubram adalah takdir Allah yang tidak bisa berubah, takdir ini semata-mata ketentuan Allah yang tidak disandarkan kepada ikthiar manusia. Contohnya seperti kematian hal ini termasuk ketentuan Allah yang mana tidak dapat dirubah melalui ikhtiar manusia. Seperti firman Allah dalam Qs. An-nisa:78.

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

Artinya: “Dimana saja kamu berada,kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “ini adalah dari sisi Allah”. Dan jika mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan: ini (datangnya)dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah: semua (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu (munafiq) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. (An-nisa:78).”

b.      Takdir mu’allaq
Takdir Mu’allaq adalah takdir yang bisa berubah. Takdir ini merupakan ketentuan Allah yang disandarkan atas ikhtiar manusia. Manusia berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan, sehingga usahanya dilakukan dengan maksimal, baik secara lahir (usaha) atau secara batin (do’a). Contohnya seperti kekayaan dan kepandaian,kedua contoh tersebut bisa disandarkan atas usaha manusia (dengan cara berdo’a disertai usaha dan hasilnya di tawakal kan kepada Allah). Hal ini senada dengan firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. . (Qs. Ar-ra’du:11)

B.     Hadist Tematik Tentang Empat Hal yang Telah Ditetapkan Allah dalam Rahim Seorang Ibu
Sesungguhnya takdir manusia sudah ditetapkan mulai sejak didalam rahim seorang ibu sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih yang berbunyi:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ  أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا .)رواه البخاري ومسلم(
Artinya : Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga  maka masuklah dia ke dalam syurga.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).[3]

1.      Penjelasan
a.       Penafsiran Hadits menurut Ibnu Daqiq Al-‘Id
Dalam kitab Syarh Arba’in Nawawi, Imam Nawawi menjelaskan tentang hadits ini. Kalimat “Sesungguhnya (materi) penciptaan salah seorang dari kalian (manusia) dikumpulkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dalam rahim ibunya” maksudnya yaitu air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruhnya pembuluh darah perempuan sampai kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itlah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya.” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)[4]

b.      Penafsiran Hadits menurut Ibnu Daqiq Al-‘Id
Ibnu Mas’ud berkata : “Sedangkan beliau berkata benar dan selalu dibenarkan,” adalah bahwa nabi SAW selalu benar mengenai apa yang beliau ucapkan dan selalu dibenarkan berkenaan dengan apa yang beliau bawa, yaitu wahyu mulia dari Allah. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud sabda Nabi SAW,”Sesungguhnya, salah seorang diantara kalian dihimpun penciptaannya didalam perut ibunya,” adalah bahwa air mani masuk ke dalam rahim dalam keadaan terpencar lalu Allah menyatukannya di tempat peranakan, di rahim tersebut selama masa ini. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa beliau menjelaskan hadits ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya, nuthfah (air mani) itu jika sudah masuk ke dalam rahim dan Allah menghendaki untuk menciptakan manusia darinya maka nuthfah itu “terbang” (menyebar) ke seluruh kulit tubuh perempuan, dibawah setiap kuku dan rambut. Kemudian, ia tinggal selama empat puluh malam dan kemudian ia berubah menjadi darah didalam rahim. Ketika itulah penhimpunannya, yaitu waktu keberadaannya menjadi “alaqah”.[5]
“Lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya yang kemudian meniupkan ruh kepadanya,” yaitu malaikat yang diserahi untuk mengurus kehidupan didalam rahim perempuan.[6]

c.       Penafsiran Hadits menurut Imam Nawawi
Ibnu Mas’ud berkata : “Sedangkan beliau berkata benar dan selalu dibenarkan. Maksudnya, Ibnu Mas’ud memberikan kesaksian kepada Allah bahwa beliau SAW adalah seorang yang jujur atau benar (apa yang dikatakannya) dan selalu dibenarkan. Sebab menyampaikan masalah seperti ini jelas membahas perkara-perkara ghaib (abstrak). Apalagi pada masa itu belum ada kemajuan dibidang kedokteran untuk mengetahui proses-proses perkembangan manusia.[7]
Sabda nabi yang artinya : ”dihimpun penciptaannya didalam perut ibunya.” Ada kemungkinan yang dimaksud disini adalah disatukannya sperma laki-laki dan wanita lalu dari keduanya diciptakan anak. Hal ini berkaitan dalam  firman Allah:
 خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
Artinya; “Dia (manusia) diciptakan dari air yang terpancar.”                 (QS At-Thariq:6)[8]

Ada juga kemungkinan bahwa yang dimaksud adalah disatukannya seluruh badan. Seperti dikatakan, pada fase pertama, nutfah itu berjalan didalam tubuh (rahim) wanita selama empat puluh hari, yaitu masa mengidam. Sesudah itu, terjadi penyatuan dan tertanam padanya dari terjadinya pembuahan itu sehingga menjadi ‘alaqah. Ini berlanjut ke periode kedua, dimana ia terus membesar sehingga menjadi mudghah. Dinamakan mudghah karena ia hanya sebesar suapan yang isa dikunyah. Pada fase ketiga, Allah membentuk mudghah itu, membuatkan telinga, mata, hidung, dan mulut. Sedangkan pada bagian dalamnya, Allah membuatkan usus dan lambung. Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ ۚ
Artinya, “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya.” (QS. Ali ‘Imraan :6).[9]
Kemudian, jika fase ketiga ini sudah sempurna, yaitu setelah tiga kali empat puluh hari, yang berarti usia empat bulan maka ditiupkanlah ruh kepadanya. Allah berfirman: 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ 
 yang artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, .” (QS.Al-Hajj:5).

Dalam hal ini konteks yang dimaksud adalah Nabi Adam yang diciptakan dari tanah. “Kemudian dari setetes mani (nutfah),” maksudnya adalah anak keturunannya. Yang dimaksud nuthfah adalah air mani. Namun, makna asal kata nutfah adalah air yang sedikit (al-maa al-qoliil). Bentuk jamaknya adalah nithaaf. “Kemudian dari ‘alaqah.” Yaitu darah kental dan beku. Jadi, nutfah tadi berubah menjadi darah yang kental. “Kemudian dari mudghah,” yaitu sekerat daging. “Yang tercipta dan yang tidak tercipta.” (Al-Hajj 22:5)[10]
Ibnu Abbas mengatakan, “Yang tercipta secara sempurna dan yang tidak tercipta, maksudnya tidak sempurna penciptaannya atau kurang.” Mujahid berkata,”Yang terbentuk dan yang tidak terbentuk.” Maksudnya mengalami keguguran. [11]
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia berkata, “Jika nutfah telah menetap didalam rahim maka malaikat mngambilnya dengan telapak tangannya seraya berkaa, “Ya Rabbi, dicipta (secara sempurna) ataukah tidak dicipta? Jika Allah mengatakan, “Tidak dicipta” maka malaikat akan melemparkannya kedalam rahim berupa darah tanpa nyawa. Dan jika Allah mengatakan, “Dicipta” maka malaikat itu berkata, “Ya Rabbi, (dijadikan) laki-laki atau perempuan? Sengsara atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Bagaimana ajalnya? Di bumi mana dia akan mati? Allah menjawab,”Pergilah kamu ke Ummul Kitab karena disana engkau akan mendapatkan semua itu!” Malaikatpun pergi kesana dan mendapatkannya dalam Ummul-Kitab lalu dia (malaikat) pun mengutupnya. Tulisan itu masih terus dipegangnya, higga datang sifat terakhir yang ditemukannya.” Oleh karena itu, dikatakan bahwa kebahagiaan (ditentukan) sejak sebelum kelahiran.[12]

d.      Penafsiran Hadits menurut Syaikh Al-‘Utsaimin
Hadits yang keempat dari kumpulan hadits Al-Arba’in karangan Iman An-Nawawi, berisi penjelasan mengenai perkembangan penciptaan manusia didalam perut ibunya, peulisan ajal dan rezekinya, dan seterusnya. Ibnu Mas’ud membawakan riwayat ini dengan mengatakan, “Rasulullah telah bersabda kepada kami, sedangkan beliau selalu berkata benar dan selalu dibenarkan.” Yakni jujur(benar) mengenai apa yang beliau sabdakan dan selalu dibenarkan mengenai apa yang diwahyukan kepada beliau. Ibnu Mas’ud sengaja memberikan pengantar seperti ini karena apa yang hendak disampaikan merupakan dari perkara gha’ib, yang tidak bisa diketahui, kecuali berdasarkan wahyu.[13]
Selanjutnya, Ibnu Mas’ud menyampaikan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dihimpun penciptaannya didalam perut ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah….”[14]



2.      Pelajaran yang Terkandung dalam Hadist
Hadist ini memiliki beberapa pelajaran atau faedah yang bisa dipetik, yaitu:[15]
a.       Pembentukan manusia dalam rahim mulai dari nuthfah (setetes mani), ‘alaqah (segumpal darah), mudhgah (segumpal daging) masing-masing selama 40 hari.
b.      Jumhur (kebanyakan ulama) menyatakan bahwa wajib berpegang dengan ketetapan yang disebutkan dalam hadits. Namun bisa terjadi perbedaan jumlah hari dalam pembentukan tadi dikarenakan ada yang terjadi di awal atau akhir hari, di awal atau di akhir malam.
  1. Manusia mengalami tahapan 120 hari (4 bulan) dalam tiga tahapan yaitu nuthfah, ‘alaqah lalu mudghah.
  2. Ruh ditiupkan setelah 120 hari.
  3. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa janin boleh digugurkan jika belum mencapai 120 hari karena ruh belum ditiupkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hambali menyatakan bahwa boleh menggugurkan di bawah 40 hari dengan menggunakan obat yang mubah. Adapun jika melewati 40 hari masa kehamilan tidaklah dibolehkan dikarenakan sudah terbentuk segumpal darah. Dalam hadits dari Abu Hudzaifah disebutkan, “Jika sudah terbentuk nuthfah setelah 42 hari, maka Allah akan mengutus malaikat untuk membentuk nuthfah tersebut sehingga terbentuk pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulang.” (HR. Muslim, no. 2645). Ulama Malikiyah sendiri berpandangan bahwa kandungan tidak boleh digugurkan setelah terbentuk nuthfah (bercampurnya sel sperma dan sel telur) walau lewat satu hari. Karena ketika itu telah dimulainya kehidupan dan wajib dimuliakan. Pendapat terakhir ini yang lebih kuat, menggugurkan hanya boleh jika darurat saja karena alasan yang dibenarkan dari pakarnya.
  4. Imam Ahmad berpendapat bahwa jika keguguran setelah 4 bulan (120 hari), maka janin dishalatkan, dikafani dan dikuburkan. Sedangkan ulama lainnya seperti Syafi’iyah berpandangan bahwa mesti menunggu sampai bayi tersebut lahir. Karena jika janin gugur dalam kandungan, maka tidak dianggap manusia sehingga tidak perlu dishalatkan. Namun pendapat pertama dari Imam Ahmad itulah yang lebih kuat.
  5. Hanya Allah yang mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Ini bukan berarti dokter tidak bisa mengetahui janin tersebut laki-laki ataukah perempuan. Namun dokter tidak bisa mengungkapkan secara detail apa yang ada dalam rahim sampai perihal takdirnya.
  6. Rezeki, ajal, amal, bahagia ataukah sengsara dari setiap manusia sudah diketahui, dicatat, dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah.
  7. Rezeki sudah ditetapkan bukan berarti manusia tidak perlu bekerja dan berusaha. Manusia diketahui takdirnya oleh Allah, bukan berarti manusia tidak punya pilihan. Sama juga dengan jodoh sudah ditetapkan bukan berarti tidak perlu mencari jodoh lalu tunggu jodoh datang dengan sendirinya. Logikanya, kalau akan kena musibah, seseorang akan berusaha menyelematkan diri. Begitu pula dalam hal seseorang mencuri harta orang lain, tidak boleh ia beralasan dengan takdir, “Ini sudah jadi takdir saya.” Karena orang berakal tidak mungkin beralasan seperti itu. Ia mencuri pasti karena pilihannya.
  8. Amalan merupakan sebab seseorang untuk masuk surga. Dalam hadits disebutkan, “Seseorang tidaklah masuk surga kecuali sebab amalnya.” (HR. Bukhari, no. 5673 dan Muslim, no. 2816). Jadi masuk surga bukanlah karena gantian dari amal kita. Namun karena sebab amal, datang rahmat Allah yang membuat kita bisa masuk surga. Dalam ayat disebutkan pula (yang artinya), “Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
  9. Apakah kita bahagia ataukah sengsara kelak di akhirat sudah diketahui dalam takdir.
  10. Bahagia ataukah sengsara tergantung dari amalan akhir seseorang itu seperti apa.
  11. Ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga menurut pandangan manusia, namun akhir hidupnya adalah suul khatimah (akhir jelek). Ada juga manusia yang dianggap hina oleh orang-orang sekitarnya karena dosanya begitu banyak. Namun ia tutup hidupnya dengan taubat, sehingga ia mati husnul khatimah (mati baik) dan akhirnya masuk surga.


BAB III
KESIMPULAN

Proses penciptaan manusia berdasarkan Hadits Penjelasan mengenai perkembangan manusia didalam perut ibunya bahwa dia mengalami empat fase perkembangan:Pertama, fase nuthfah selama empat puluh hari. Kedua, fase ‘alaqah selama empat puluh hari. Ketiga, fase mudghah selama empat puluh hari. Keempaat, fase terakhir setelah ditiupkan kepadanya. Kemudian janin mengalami perkembangan didalam perut ibunya. Lalu ada malaikat yang diberi tugas oleh Allah untuk mengurus rahim. Sebab, Nabi SAW bersabda, “Lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya.” Maksudnya, malaikat yang dipasrahi mengurus rahim. Segala keadaan yang dialami manusia dituliskan untuknya ketika dia masih berada di perut ibunya, meliputi masalah rezekinya, amalnya, ajalnya, dan apakah dia sengsara atau bahagia

DAFTAR PUSTAKA

Agus Susanto. 2014. Takdir Allah Tak Pernah Salah. Jakarta Selatan. Penerbit Safina.

An-Nawawi. Imam Muhyiddin dkk. 2007.Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh: Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka.‘Arafah

Departemen Agama RI. 2010. Alqur’an dan Terjemahannya. Bandung: J-ART.

Ied. Ibnu Daqiqil. 2005. Syarhul Arba’iina Hadiitsan An-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh: Muhammad Thalib.Yogyakarta: Media Hidayah.

Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri. 2007. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta Timur: Darus Sunnah.

Muhammad Shalih bin Al-Utsman. 2012. Syarah Hadist  Arba’in Imam Nawawi. Jakarta Timur: Ummul Qura.

Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri. 1431 H.Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah Al-Mukhtashar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya. Cet.1





[1] Agus Susanto, Takdir Allah Tak Pernah Salah, Jakarta Selatan, Penerbit Safina, 2014), h.16
[2] Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2007,h.278.
[3] Muhammad Shalih bin Al-Utsman, Syarah Hadist  Arba’in Imam Nawawi, Jakarta Timur: Ummul Qura, 2012, h. 109
[4] Ied, Ibnu Daqiqil, Syarhul Arba’iina Hadiitsan An-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh: Muhammad Thalib.Yogyakarta: Media Hidayah, 2005 h. 19
[5] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Diterjemahkan oleh: Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka, 2007, ‘Arafah,h. 105
[6] Ibid, hlm 105
[7] Muhammad Shalih bin Al-Utsman, Syarah Hadist  Arba’in Imam Nawawi, h. 109
[8] Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, Bandung: J-ART, 2010, h. 454
[9] Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, h. 38
[10] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah.h.101
[11] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah.102
[12] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah.h. 102
[13] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah.h. 108
[14] An-Nawawi, Imam Muhyiddin dkk.,Ad-Durrah As-Salafiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah.h. 109
[15]Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri, Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah Al-Mukhtashar. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya. h. 44-53

0 komentar:

Posting Komentar