A.
Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam
ialah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak didik yang
sesuai dengan ajaran agama Islam, supaya kelak menjadi manusia yang cakap dalam menyelesaikan tugas hidupnya
yang diridhai Allah SWT, sehingga terjalin kebahagiaan dunia dan akhirat.[1]Dari
pengertian di atas dapat diketahui pendidikan tujuannya bukan hanya membekali
peserta didik dengan pengetahuan yang beragam tetapi juga pembinaan moral dan
karakter agar bisa mencapai tujuan akhir yakni menjadi insan kamil.
Kemajuan zaman dan arus
globalisasi yang tidak terhindarkan menyebabkan SDM dari suatu Negara dituntut
untuk mampu mengikuti modernitas yang telah berkembang di
dunia agar mampu bersaing dengan baik. Maka dari itu pendidikan
umum selalu dinomor satukan dengan dalih segala kesuksesan dewasa ini dipandang
dari tercapainya benda materil dalam jumlah yang majemuk. Sementara itu
pendidikan Islam cenderung termarjinalkan baik dari pemerintah maupun masyarakat umum
yang menyebabkan ketidakefektifan pendidikan Islam itu sendiri. Hal ini terlihat dengan kemrosotan moral dan
akhlak dari masyarakat yang sebenarnya pernah mengenyam pendidikan agama Islam
sewaktu sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.
Alasan pendidikan Islam kurang mendapat
perhatian dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan dari segi output bisa disebabkan beberapa hal yaitu karena kurangnya visi, keshalehan individual beriring ketertinggalan
teknologi, adanya
dikotomi ilmu, dan
tradisi berpikir normatif-deduktif.[2]
Seiring perkembangan zaman, pendidikan Islam
mencoba membenahi diri. Pemerintah juga berupaya mendukung pengoptimalan dari
pelaksanaan pendidikan Islam yang terangkum dalam kurikulum 2013. Empat aspek
yaitu aspek spiritual, aspek sikap aspek pengetahuan dan aspek keterampilan
merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam hal ini akademisi dan praktisi
pendidikan untuk lebih memperhatikan pembentukan karakter dan akhlak peserta
didik dengan harapan mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakal dan bermoral.
Keberhasilan dari upaya pemerintah dengan
membenahi kurikulum dapat diukur dari pelaksanaan pembelajaran yang ada di
sekolah-sekolah. Persoalannya disini adalah, apakah pembelajaran dalam PAI
sudah mampu membentuk akhlak peserta didiknya. Sedangkan pada realitanya,
strategi yang digunakan adalah pembelajaran klasik dengan menfokuskan pada
pemahaman verbal peserta didik karena rata-rata materi dalam PAI bersifat
doktrinal, abstrak, dan cenderung kurang menyentuh pada aspek keterampilan
(psikomotorik). Berdasarkan
latar belakang di atas pemakalah akan memaparkan tentang isu pembelajaran
kontemporer dalam PAI dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan pembelajaran kontemporer dalam
PAI?
2.
Bagaimana
isu yang ada pembelajaran kontemporer dalam PAI?
B.
Pembelajaran Kontemporer dalam PAI
1.
Pembelajaran
Kontemporer dalam PAI
a.
Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti aktifitas yang
dilakukan sesorang atau peserta didik secara sepihak. Sementara pembelajaran
melibatkan dua pihak yang meliputi dua unsur sekaligus yaitu mengajar dan
belajar. Istilah pembelajaran ini merupakan perubahan istilah dari yang
sebelumnya dikenal dengan istilah PBM (Proses belajar mengajar) atau KBM
(Kegiatan belajar mengajar).[3]
Oemar Hamalik mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, internal material, fasilitas
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Secara sederhana pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan
suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta
didik memperoleh pengalaman belajar yang memadai.[4]
Dari dua definisi di atas, untuk definisi kedua memiliki makna yang
lebih maju yakni lebih terfokus pada peserta didik. Memang itulah yang
seharusnya terlaksana, pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik jadi
siswa/peserta didiklah yang seharusnya aktif, sedangkan guru bukan hanya
mentransfer pengetahuan dan internalisasi nilai tapi juga berperan sebagai
fasilitator yang membimbing dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Peran guru diibaratkan sebagai jembatan untuk mencapai ilmu yang
diharapkan peserta didik.
Pendapat pemakalah ini didukung oleh pendapat R. Poppy Yaniawati
yang mengatakan bahwa pola interaksi peserta didik dan guru merupakan hubungan
yang setara antara dua manusia yang tengah mendewasakan diri, meskipun yang
satu telah ada tahap yang seharusnya maju. Dengan kata lain guru dan peserta
didik merupakan subjek yang masing-masing memiliki kesadaran dan kebijakan
secara aktif. Dengan menyadari hal tersebut akan memungkinkan keterlibatan
mental peserta didik secara optimal dalam merealisasikan pengalaman belajar.[5]
Sehubungan dengan pola interaksi tersebut maka peserta didik harus
mutlak diperlakukan seperti peserta didik sebagai manusia. Selama ini
pendidikan di Indonesia cenderung kurang memanusiakan manusia. Lebih condong
pada “penjejalan materi” daripada penguasaan skill dan pembentukan
karakter.
b.
Pengertian
Pembelajaran Kontemporer
Pembelajaran kontemporer merupakan bagian dari bentuk pembelajaran
selain dari pembelajaran behavioristik. Pembelajaran kontemporer juga sering
disebut dengan pembelajaran konstruktivisme. Dalam konstruktivisme ini
pengetahuan dibentuk oleh subjek aktif yang menciptakan struktur-struktur
kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Interaksi kognitif akan terjadi
sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan
subjek itu sendiri. Sedangkan struktur kognitif harus relevan dengan perubahan
lingkungan. Proses adaptasi ini berlangsung terus menerus melalui proses rekonstruksi.[6]
Belajar dalam teori konstruktivisme merupakan suatu proses
mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya lebih bisa
dikembangkan. Dan subjek belajar mempunyai potensi masing-masing yang harus
dibentuk sendiri dan dikembangkan dengan langkah-langkah mandiri.[7]
Dengan kata lain peserta didik harus aktif mencari dan menemukan
sendiri pengetahuannya dengan bantuan guru yang membantunya mengaitkan dengan
pengalaman yang telah dimiliki di lingkungannya. Istilah umum dari pembelajaran
kontemporer adalah pembelajaran aktif yang bukan hanya berlangsung pada satu
arah yang dilakukan dengan metode tradisional saja (metode ceramah). Pendekatan
tradisional dalam pembelajaran yang berupa teacher-centered secara
perlahan diubah menjadi student-centered.
2.
Isu
Pembelajaran Kontemporer dalam PAI
Membicarakan masalah pembelajaran maka tidak bisa lepas dari kata
kurikulum. Kurikulum yang sekarang bergulir yakni kurikulum 2013 merupakan
suatu pengembangan atau tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi
(2004). Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat
dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman
langsung.[8]
Secara khusus pembelajaran berbasis kompetensi dalam kurikulum 2013
harus ditujukan untuk:[9]
a.
Memperkenalkan
kehidupan kepada peserta didik sesuai dengan konsep learning to know,
learning to do, learning to be dan learning to life together.
b.
Menumbuhkan
kesadaran peserta didik tentang pentingnya belajar dalam kehidupan, yang harus
direncanakan dan dikelola secara sistematis.
c.
Memberikan
kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada para peserta didik,
agar mereka dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan.
d.
Menumbuhkan
proses pembelajaran yang kondusif bagi tumbuh kembangnya potensi peserta didik,
melalui penanaman berbagai kompetensi dasar.
Maka dengan demikian, pembelajaran dalam kurikulum 2013 diharapkan
mampu membentuk peserta didik yang siap untuk menghadapi kehidupan nyata,
setelah diberikan suatu kondisi belajar yang lebih nyata dan banyak melibatkan
lingkungan sekitar.
a.
Implikasi
Pembelajaran Kontemporer dalam PAI
Secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang
diaplikasikan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:[10]
1)
Pengetahuan
dibangun oleh peserta didik sendiri.
2)
Pengetahuan
tidak dapat ditransfer oleh guru ke peserta didik tanpa keaktifan peserta didik
untuk menalar.
3)
Peserta
didik aktif mengonstruksi secara terus menerus sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4)
Guru
sekedar menjadi fasilitator agar proses konstruksi berjalan lancar.
5)
Menghadapi
masalah yang relevan dengan peserta didik.
6)
Struktur
pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7)
Mencari
dan menilai pendapat peserta didik.
8)
Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik.
b.
Macam-macam
Model Pembelajaran Kontemporer
Dari berbagai prinsip konstruktivisme, pembelajaran pada kurikulum
2013 berfokus pada pembelajaran kontekstual (CTL), belajar tuntas, dan
pembelajaran partisipatif.
1)
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)
CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga
peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari.[11]
Peran
guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar bagi
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Secara singkat CTL mempunyai ciri-ciri yaitu, bermakna, hubungan kelas
dengan dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, kritis dan kreatif, inkuiri dan
bertanya, komunikasi dan kolaborasi, penilaian otentik, refleksi, model dan
masyarakat ikut belajar.[12]
Dalam
pembelajaran kontekstual proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk
kegiatan peserta didik bekerja dan memahami. Pembelajaran akan lebih bermakna
bagi peserta didik karena merekalah yang mencari sumber belajar, informasi
serta menganalisis informasi-informasi yang diperoleh, baik secara individu
ataupun mendiskusikannya secara kelompok.
2)
Belajar
Tuntas (Mastery Learning)
Belajar
tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu
belajar dengan belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap
seluruh materi ysng dipelajari. Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran
yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian
kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam
belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti
meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal),
tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik
sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan
berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar
pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya
pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.[13]
Pembelajaran
tuntas merupakan salah satu solusi alternatif pemecahan masalah pendidikan
terkait penguasaan materi peserta didik yang kurang. Penguasaan yang kurang ini
dipicu juga dari faktor guru yang tidak memperhatikan tingkat penguasaan materi
peserta didiknya. Guru terus menambahkan materi lain sementara materi
sebelumnya belum dipahami secara menyeluruh oleh peserta didik.
3)
Pembelajaran
Partisipatif
Pembelajaran
ini merupakan pembelajaran yang menekankan pada partisipasi peserta didik.
Yakni keterlibatan, tanggung jawab dan umpan balik dari peserta didik.
Untuk
mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain, memberikan pertanyaan dan menanggapi respon peserta didik secara positif,
menggunakan pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen dan
menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.[14]
C.
Analisa
Pendidikan Islam
dipergunakan dalam dua hal, yaitu: satu, segenap kegiatan yang dilakukan
seseorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah
siswa. Dua, keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program dan
kegiatannya atas pandangan dan nilai-nilai Islam.
pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan sikap dan
tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya
menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia
adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu
individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya
sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
Pendidikan agama islam disekolah memiliki peran yang
sangat penting, karena di dalamnya terkandung beberapa norma, aturan, moral,
akhlak, etika dan kesantunan yang harus dipatuhi oleh setiap aparat sekolah,
dari kepala sekolah, guru, siswa sampai penjaga sekolah. Pendidikan
agama islam juga berperan dalam mempercepat proses pencapaian tujuan pendidikan
nasional dan memberi nilai pada mata pelajaran umum.
Agar keluaran
pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem
pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada
satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk
sistem pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini,
minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu : Pertama, sinergi antara
sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan
tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual
obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara
sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara
benar.
Mengingat
pentingnya peran pendidikan agama islam, maka mata pelajaran ini harus
diupayakan dapat dilaksanakan dengan baik agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Itu sebabnya titik sentral dari sasaran pembelajaran pendidikan agama
islam adalah meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang bermoral.
Membangun dan menyiapkan para siswa menjadi generasi penerus bangsa.
Diantara
banyaknya isu-isu kontemporer yang berkembang pada pendidikan Islam pada saat
ini salah satunya yang perlu diperhatikan adalah pembelajaran kontekstual
(CTL). Pada praktiknya pembelajaran kontekstual belum maksimal dan cenderung
kurang optimal dari segi pelaksanaan. Pembelajaran kontemporer disini terkait
dengan pembelajaran aktif yang ada pada kurikulum 2013.
Hal ini
terkendala dari profesionalisme guru yang sangat minim, seperti salah satunya
kurang mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Selain itu
fasilitas sekolah sering kurang memadai untuk mendukung keefektifan
pembelajaran kontemporer yang sangat membutuhkan penguasaan IT bagi para guru.
Dan khusus dalam mata pelajaran agama Islam yang ada dalam kurikulum 2013,
materi-materi yang diajarkan masih dilakukan melalui strategi pembelajaran
konvensional. RPP yang dibuat sudah mengacu pada pendekatan scientifik dan
model pembelajarannya adalah pembelajaran kontekstual dan pembelajaran
langsung. Namun kenyataannya sulit untuk dipraktikan mengingat materi PAI
bersifat doktrinal sehingga peran guru masih banyak dalam pembelajaran
kontemporer dan juga peserta didiknya kurang bisa diarahkan pada pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan scientifik. Berbeda hasil, ketika pembelajaran
kontemporer ini dilakukan oleh mahasiswa.
Intinya
pembelajaran kontemporer saat ini yang menggunakan pendekatan scientifik, model
pembelajaran CTL dan pembelajaran langsung lebih cocok untuk andragogi (pendidikan
orang dewasa) bukan untuk pendidikan anak sekolah (pedagogi). Hal ini
dikarenakan budaya dari guru sendiri yang sudah sulit untuk tidak mendominasi
di dalam kelas, selain itu administrasi juga memicu seorang guru untuk lebih
condong melakukan penyampaian materi tanpa memedulikan tingkat pemahaman
peserta didik
D.
Kesimpulan dan Penutup
Pembelajaran kontemporer juga sering
disebut dengan pembelajaran konstruktivisme. Dalam konstruktivisme ini
pengetahuan dibentuk oleh subjek aktif yang menciptakan struktur-struktur
kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Interaksi kognitif akan terjadi
sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan
subjek itu sendiri.
CTL merupakan konsep pembelajaran
yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran
dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rachman Assegaf. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma
Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Intregatif-interkonektif. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Agus N. Cahyo. 2012. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar
Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: Diva Press.
E. Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ismail SM. Strategi Pembelahjaran Agama Islam Berbasis Paikem.
Semarang: Rasail Media Grup.
Jamal Ma’mur Asmani. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM.
Jogjakarta: Diva Press.
Mahfudz Salahuddin. et.al. 1987. Metodologi Pendidikan Agama.
Surabaya: Bina Ilmu.
R. Poppy Yuniawati. 2010. E-Learning: Alternatif Pembelajaran
Kontemporer. Bandung: CV Armico.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/.
Diakses pada 8 mei 2018
[1] Mahfudz Salahuddin, et.al, Metodologi
Pendidikan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1987, hal. 21.
[2] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat
Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Intregatif-interkonektif, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011, hal 20-22.
[3] Ismail SM, Strategi Pembelahjaran
Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang: Rasail Media Grup, 2011, hal. 8.
[4] Ismail SM, Strategi
Pembelahjaran Agama Islam Berbasis Paikem…. hal. 9
[5] R. Poppy Yuniawati, E-Learning:
Alternatif Pembelajaran Kontemporer, Bandung: CV Armico, 2010, hal. 18.
[6] Agus N. Cahyo, Panduan
Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, Jogjakarta:
Diva Press, 2012, hal. 29
[7] Agus N. Cahyo, Panduan
Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler… hal. 29
[8] E. Mulyasa, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hal. 66.
[9] E. Mulyasa, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013….hal. 108.
[10] Agus N. Cahyo, Panduan
Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler…hal. 50
[11] E. Mulyasa, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013….hal. 110.
[12] Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips
Aplikasi PAKEM, Jogjakarta: Diva Press, 2011, hal.54.
[13]https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/
diakses pada hari Senin, 8 Mei 2018, jam 09.17 WIB.
[14] E. Mulyasa, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013….hal. 124.
0 komentar:
Posting Komentar