BAB II
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa
model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana
sampai dengan yang berikutnya, sebenrnya merupakan penyempurnaan dari
model-model sebelumnya. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Model I. Model yang
paling sederhana yang menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata
terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran). Hal ini didasarkan
pada asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan,
serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi, model tersebut
merupakan model tradisional yang masih dipergunakan. Model I ini mengabaikan
cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan
urutan atau organisasi bahwa pelajaran secara sistematis, suatu hal yang
seharusnya dipertimbangkan juga.
Model II. Model ini
dilakukan dengan menyempurnakan model I dengan menambahkan kedua jawaban pada
pertanyaan (3 dan 4) tersebut, yaitu tentang metode dan organisasi bahan
pelajaran.
Dalam
pengembangan kurikulum pada Model II di atas, sudah dipikirkan pemilihan metode
yang efektif bagi berlangsungnya proses pengajaran. Di samping itu, bahan
pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih
sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan
tetapi, Model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat
menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran. Teknologi pendidikan yang dimaksud
adalah berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan :
1)
Buku-buku pelajaran
apakah yang harus dipergunakan dalam
suatu mata pelajaran?
2)
Alat atau media
pengakaran apa yang dapat dipergunakan dalam mata pelajaran tertentu.
Model III. Pengembangan
kurikulum ini merupakan penyempurnaan Model II yang belum dapat memberikan
jawaban terhadap pertanyaan 5 dan 6, yaitu dengan memasukkan unsur teknologi
pendidikan ke dalamnya.
Pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada Model
III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu
yang berkaitan dengan masalah tujuan.
Model IV. Merupakan
penyempurnaan Model III, yaitu dengan memasukkan tujuan ke dalamnya. Tujuan
itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi
bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang
dilakukan.
B.
Model Administratif
Model pengembangan
kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Model
administratif sering pula disebut sebagai model “garis staf” (line staff) atau
“dari atas ke bawah” (top down), karena inisiatif dan gagasan dari pada
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kakanwil
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum, yang anggotanya terdiri atas pejabat di bawahnya, para
ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, tokoh dari dunia
kerja dan perusahaan. Tugasnya komisi atau tim ini adalah merumuskan
konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam
pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapatkan
pengkajian yang seksama, administrator pendidikan menyisin komisi atau tim
kerja pengembangan kurikulum. Tugas tim kerja ini adalah untuk merumuskan
tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum, memilih dan menyusun
sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajharan dan evaluasi serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi pengajar.
Setelah semua
tugas ini dari tim kerja selesai, hasilnya dikai ulang oleh tim pengarah untuk
mendapatkan penyempurnaan, dan jika dinilai telah cukup baik, administrator
menetapkan berlakunya kurikulum tersebut dan memerintahkan sekolah-sekolah
untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Model kurikulum seperti ini mudah
dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang
kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.
C.
Model dari Bawah (The Grass Roots Model)
Model dari
bawah ini merupakan lawan dari model administratif. Inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum berasal dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana
kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasar pada anggapan bahwa penerapan
suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya diikutsertakan pada
kegiatan pengembangan kurikulum.
Pandangan yang
mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara
demokratis yaitu berasal dari bawah. Guru adalah perencana, pelaksana dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya, guru yang paling tahu kebutuhan
kelasnya. Oleh karena itu, dialah yang kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
Keuntungan
model ii adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana,
mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para pengajar.
Pengembangan
kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerjasama antar guru, antar
sekolah-sekolah, serta harus ada kerjasama antar pihak orang tua murid dan
masyarakat. Model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang
bersifat desentralisasi. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun
seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Pengembangan
kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model ini memungkinkan terjadinya
kompetisi didalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan sehingga dapat
melahirkan manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
D.
Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
Sesuai dengan
namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp’s (1964), ia mengemukakan
lima hal penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Menetapkan
“arena atau lingkup wilayah” yan akan dicakup oleh kurikulum tersebut,m yaitu
berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau nasional.
2.
Menetapkan
personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum dan para
ahli bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggai atau
sekolah dan guru-guru terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan,
(4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
3.
Organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini untuk merumuskan tujuan umum dan
tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan
menentukan seluruh desain kurikulum. Beauchamp membagi kegiatan ini dalam lima
langkah, yaitu (1) membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan penilaian
atau penelitian terhadap kurikulum yang digunakan, (3) studi penjajagan tentang
kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi
penentuan-penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum bru.
4.
Implementasi
kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan
kurikulum secara sistematis di sekolah.
5.
Evaluasi
kurikulum. Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu : (1)
evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain
kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan
sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini
digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip
pelaksanaannya.
E.
Model Terbaik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model
pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim
yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model
ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model
taba ini, yaitu :
1)
Mengadakan
unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru. Didalam unit eksperimen ini diadakan
studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Ada delapan
langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini : (1) mendiagnosis kebutuhan, (2)
merumuskan tujuan khusus, (3) memilih isi, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih
pengalaman belajar, (6) mengorganisasi pengalaman belajar, (7) mengevaluasi, (8)
melihat sekuens dan keseimbangan.
2)
Menguji unit
eksperimen. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan
kepraktisannya untuk kelas-kelas atau tempat lain.
3)
Mengdakan
revisi dan konsolidasi terhadap hasil unit eksperimen
4)
Menyusun
kerangka kerja teoritis. Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan
kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang
disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan
apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual
dan emosional.
5)
Menyusun
kurikulum, yang dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan
kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas).
Pengembangan
kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih
dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini
benar-benar memadukan teori dan praktek.
F.
The Systemic Action-Research Model
Model kurikulum
ini didasarkan pada asumsi ahwa perkembangan kurikulu merupakan perubahan
sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua,
siswa, guru, struktur sistem sekola, pola hubungan pribadi dan kelompok dari
sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan
pada tiga hal, yaitu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat serta
wibawa dari pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum dengan memasukkan
pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu
adalah dengan prosedur action-research.
Langkah
pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor,
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian itu,
disusun rencana menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah dan tindakan apa
yang harus diambil.
Langkah kedua,
mengimplementasi dari keputusan yang diambil dengan kegiatan mengumpulkan data
dan fakta. Kegiatan ini mempunyai beberapa fungsi yaitu : (1) menyiapkan data
bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang
dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi,
(4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
G.
Emerging Technical Models
Perkembangan
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan seerta nilai-nilai efisiensi dan
efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum.
Tumbuh kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1)
The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau
kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku
yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
2)
The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi
bisnis. Langkah pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil
belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk
menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi
tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah
keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3)
The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan
memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh
unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan
kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.
BAB III
KESIMPULAN
Banyak model
dari pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya, serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model kosep pendidikan mana yang digunakan.
A.
Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa
model yang dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari model yang paling sederhna sampai
dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga
model berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-model
sebelumnya.
B.
Model Administratif
Model
administratif sering pula disebut model garis staf karena inisiatif dan gagasan
dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur-prosedur
administrasi.
C.
Model Dari Bawah (The Grass Root Model)
Pengembangan
kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerja sama antar guru, antar sekolah-sekolah
serta harus ada kerja sama antar pihak orang tua murid dan masyarakat.
D.
Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
G.A. Beauchamp
(1964) mengemukakan lima hal penting dalam pengembangan kurikulum :
1.
Menetapkan
arena atau lingkup wilayah
2.
Menetapkan
personalia
3.
Organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum
4.
Implementasi
kurikulum
E.
Model Terbalik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model
pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim
yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif.
F.
The Systemic Action Research Model
Model kurikulum
ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan
sosial.
G.
Emerging Technical Models
Perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas
dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum.
DAFTAR
PUSTAKA
E. Mulyasa, Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Bandung, Remaja Rosyadakarya.
Burhan Nurgiantoro,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah,Yogyakarta.BPEF.1988.
0 komentar:
Posting Komentar