Beranda

Senin, 19 Februari 2018

TASAWUF MODERN


Kata tasawuf sering menjadi bahan diskusi para ahli bahasa. Ada yang berpendapat bahwa kata tasawuf berasal dari kata Arab shuff (wool) kain tenunan yang terpilih sebagai lambang kesederhanaan karena semula pakaian tenunan tersebut pada umumnya dikenakan oleh kalangan pertapa. Seringkali dinyatakan berdasarkan abjad (ilmu tentang tata hubungan antara nilai-nilai numeris huruf dan makna yang terkandung di dalamnya). Maka kata tasawuf selaras dengan nilai yang terkandung dalam frase al hikmah al ilahiyyah (Kebijaksanaan Ketuhanan). (Cyril Glasse, 1999 : 407). Adapula yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuf yang artinya bulu binatang karena orang yang menempuh jalan tasawuf sering menggunakan baju dari bulu binatang untuk merendahkan diri kepada Tuhan (Payamani, 1992 : 17).
Menurut Harun Nasution (dalam Abd. Rahim Yunus, 1995 : 5) Tasawuf adalah usaha yang dilakukan untuk memperoleh hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan.
Abu Kasim Abdul Karing al-Kusyairi (dalam Abu Su’ud, 2003 : 183) menyatakan bahwa tasawuf ialah menjabarkan ajaran-ajaran Quran dan sunah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, dan menghindari meringan-ringankan ibadah. Tasawuf mencakup tiga aspek, yaitu kha (melepaskan diri dari perangai yang tercela), ha (menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji), dan jim (mendekatkan diri pada Tuhan). (Abu Yazid al-Bustami dalam Abu Su’ud, 2003 : 183). Menurut Ma’ruf al-Karkhi (dalam Abu Su’ud, 2003 : 184) mengatakan bahwa tasawuf ialah mengambil hakikat dan tidak tamak terhadap milik. Tasawuf mengajarkan cara untuk menyucikan diri, meningkatkan akhlak, dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan yang abadi (Zakaria al-Ansari dalam Abu Su’ud, 2003 : 184).
Menurut Mulkhan (2000 : 10) tasawuf adalah sistem berpikir dari ajaran yang mengajarkan dan berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai tujuan akhir dengan mengembangkan kehalusan rasa dan hati dalam suatu lingkup tindak baik. Menurut Zakaria Al-Ansary, tasawuf adalah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara membersihkan jiwa, tentang cara memperbaiki akhlak dan tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi (dalam Zahri, 1976 : 48).
Junaidi (dalam Hamka, 1990 : 3) berpendapat bahwa tasawuf itu keluar dari budi yang tercela dan masuk dalam budi yang terpuji. Ibnu Khaldun (dalam Hamka, 1990 : 2) mengatakan bahwa tasawuf adalah semacam ilmu syariat yang timbul kemudian di dalam agama Islam. Kaum sufi pada mulanya bertekun ibadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadapkan diri kepada Allah semata. Selanjutnya mereka menolak hiasan-hiasan dunia serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdayakan manusia, kenikmatan harta, benda dan kemegahan dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.
Tasawuf dibedakan menjadi dua, yaitu tasawuf heterodoks dan tasawuf ortodoks (Sulastin, 1985 : 2887). Tasawuf heterodoks adalah faham tasawuf yang mendekati pengungkapan tertinggi dalam sistem yang dikembangkan mazhab Ibnu Arabi. Pandangannya adalah bahwa hakikat Tuhan sebagai makhluk di luar makhluk. Tuhan tidak bisa digambarkan oleh kategori-kategori terbatas, yang keberadaannya itu diterima sebagai keberadaan mutlak dan kenyataan tunggal. Sebaliknya, dunia hanya memiliki kenyataan yang terbatas, yang diterima dari keberadaan mutlak Ilahi. Paham ini terwujud dalam paham pantheisme, yang pada dasarnya memiliki dua macam ajaran, yaitu: (1) segala sesuatu fenomena di luar Tuhan tidak ada yang maujud. Alam semesta hanya penglihatan, hakikatnya akan menemukan Keesaan Tuhan. (2) Wahdatul wujud yang intinya mengajarkan bahwa Allah itu sama zat dan wujudnya dengan alam. Ini dapat dirunut dari pengertian alam semesta yang tidak diciptakan oleh Tuhan, tapi dipancarkan dari wujud dan zat Tuhan (Sulastin, 1985:293).
Tasawuf ortodok merupakan pertentangan dari tasawuf heterodoks. Paham ini berpendapat bahwa bagaimanapun juga hubungan manusia dengan Tuhan, sama dengan mahkluk yang mendambakan hubungan antara pecinta yang mendambakan kekasihnya atau serupa pula dengan hubungan antara hamba dengan raja.
Jalan yang ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai ke tingkat dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya, dan akhirnya bersatu dengan Tuhan sangat panjang dan penuh duri, hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai ke puncak tujuan tasawuf. Jalan ini dalam istilah tasawuf disebut thariqah (Amin Syukur, 1999 : 48).

0 komentar:

Posting Komentar