BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Studi Islam secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam dengan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk
beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran-ajarannya,
sejarahnya maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman hidup (way of life). Sebagai suatu agama dan
seperangkat ajaran, Islam merupakan tuntutan dan pedoman bagi pemeluknya dalam
menjalani kehidupan, baik dalam konteks hubungan manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, kemudian hubungan manusia dengan Tuhan-nya.
Idealitas tersebut
mempati ruang utama dalam khazanah pertumbuhan dan perkembangan penelaahan
tentang Islam dari zaman ke zaman. Idealitas tersebut merupakan visi dan misi
yang selalu mendatangkan inspirasi bagi para pemikir Islam untuk
meneterjemahkan dan merealisasikan makna di atas. Meskipun demikian,
inspirasi-inspirasi yang tertuang dalam studi Islam justru belum dianggap mampu
memberikan jawaban atas persoalan umat. Bahkan, studi Islam hadir, justru kerap
terlepas dari problem nyata yang diahadapi umat manusia. [1]
Oleh karena itu studi Islam dituntut untuk
membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan yang bersifat objektif dan rasional,
dengan harapan dengan adanya pendekatan tersebut bisa mengatasi masalah yang
terjadi dalam kehidupan umat Islam. Ada beberapa
pendekatan yang digunakan dalam memahami studi Islam, pendekatan-pendekatan
tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis,
psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama. Pendekatan yang diterapkan dalam mempelajari suatu masalah amatlah
penting untuk mengetahui derajat keilmuan studi yang dihasilkannya dalam hal
ini tidak terkecuali masalah Studi Islam.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan dalam studi
Islam?
b.
Bagaimana filosofi kemungkinan dalam pemahaman
studi Islam?
c.
Pendekatan-pendekatan apa saja yang digunakan
dalam pengkajian studi Islam?
d.
Bagaimana pemahaman pendekatan dalam metodelogi
penelitian?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Dalam Studi Islam
Ada beberapa istilah yang mempunyai arti yang hampir
sama dan menunjukkan tujuan yang sama dengan pendekatan, yaitu theoretical framework, conceptual framework,
approach, perspective, point of view (sudut pandang) dan paradigm (paradigma). Semua istilah ini bisa
diartikan sebagai cara memandang dan cara menjelaskan sesuatu gejala atau
peristiwa.[2] Pengertian pendekatan yang
dimaksud disini adalah sebuah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
suatu bidang ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan dalam memahami studi
Islam. Istilah
lain yang maknanya sama dengan pendekatan, yaitu episteme dan wacana. Episteme
ialah cara manusia memandang dan memahami suatu fenomena, sedangkan wacana ialah cara manusia membicarakan
kenyataan.
Terkait
dengan istilah pendekatan masih diperdebatkan dan melahirkan dua kelompok
besar. Pertama, berpendapat bahwa arti pendekatan
mempunyai dua makna yaitu dipandang atau dihampiri dengan dan cara menghampiri
atau memandang fenomena (budaya dan sosial). Jika dipandang dengan, pendekatan
berarti paradigma sedangkan cara menghampiri atau memandang pendekatan berarti
perspektif atau sudut pandang. Kedua,
pendekatan
ialah disiplin ilmu, dengan kata lain pendekatan disini menggunakan teori-teori
dari disiplin ilmu sosiologi yang dijadikan sebagai pendekatan sosiologi untuk
mengkaji studi Islam.[3]
Studi
Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Dalam kajian Islam di Barat studi Islam disebut Islamic Studies.
Dengan demikian, studi Islam secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang
berkaitan dengan keislaman.
Studi Islam berasal dari dua kata study
(mempelajari, mengkaji) dan Islam (ajaran Islam sebagai petunjuk bagi
pengimannya). Studi Islam merupakan upaya manusia
mengkaji dengan metode-metode analisis tertentu untuk mendapatkan suatu
pemahaman mengenai pengetahuan Islam mengenai sesuatu.
Hasil kajian
ini melahirkan berbagai model pemahaman Islam yang dikenal dengan ilmu-ilmu
keislaman.
Berpijak
pada arti Islam di atas, maka studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang
mengarah pada dua hal :
Pertama,
Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri. Sikap berserah diri
kepada Tuhan itu secara inheren mengandung konsekuensi, yaitu pengakuan yang
tulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Kedua, Islam bermuara pada kedamaian.
Makhluk hidup diciptakan dari satu sumber (Q.S Al-Anbiya':22). Manusia
merupakan salah satu unsur yang hidup itu, juga diciptakan dari satu sumber,
yakni melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia harus berdampingan
dan harmonis dengan manusia yang lain, berdampingan dengan makhluk hidup lain,
bahkan berdampingan dengan alam raya.
Dari arti di atas, studi
Islam mencerminkan gagasan tentang pemikiran dan praksis yang bernuansa pada
ketundukan pada Tuhan, selamat di dunia-akhirat dan berdamai dengan makhluk
lain.
Sejalan dengan
pembidangan ilmu dalam studi Islam, pendekatan dalam studi Islam pun mengalami
perkembangan, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.[4]
Pendekatan tidak terpisah dari tujuan, metode, dan teknik. Pendekatan memiliki
peranan yang sangat penting dalam studi Islam karena terkait dengan pemahaman
akan Islam itu sendiri. Pendekatan ada beberapa macam. Namun pada makalah ini
hanya akan dipaparkan pendekatan secara normatif, historis, filosofis,
sosilogis, antropoligis dan hermeneutik.
B.
Filosofi
Pemahaman Islam
Studi
Islam pada akhir-akhir ini telah mengalami perkembangan cukup pesat, seiring
dengan semakin beragamnya objek kajian dan metode kajiannya. Sebagai objek
kajian, agama Islam dapat diposisikan sebagai doktrin, realitas sosial atau fakta
sosial. Kajian yang memposisikan agama sebagai doktrin menggunakan pendekatan
teologis (normatif), sedangkan kajian yang memposisikan agama sebagai realitas
sosial lebih tepat menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,
sejarah, hermeneutika dan lain-lain.
Sejak
kedatangan Islam pada abad ke-13 hingga saat ini, fenomena pemahaman ke-Islaman
ummat Islam di Indonesia khususnya masih ditandai oleh keadaan amat variatif.
Kondisi pemahaman ke-Islaman sperti ini mungkin juga terjadi si berbagai Negara
lainnya. Akan tetapi ini bukanlah merupakan suatu masalah uang dialami dan
harus diterima sebagai suatu kenyataan untuk diambil himahnya, ataukah
diperlukan standard umum yang perlu diterapkan dan diberlakukan kepada berbagai
paham keagamaan yang variatif tersebut, sehingga walaupun keadaannya amat
bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan
al-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Pemahaman
ke-Islaman tersebut tidak membuat yang bersamgkutan keluar dari Islam, karena
sebagai akibat dari proses pengajaran Islam yang belum tersusun secara
sistematik dan belum disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode yang
direncakan dengan baik. Namun untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi
saat ini, diperlukan metode-metode dan pendekatan-pendekatan yang dapat
menghasilakn pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ali Mukti dalam bukunya yang berjudul Metodelogi Ilmu Agama Islam,ia mengatakan bahwa metode adalah
masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[5]
C.
Pendekatan-Pendekatan
Dalam Kajian Studi Islam
Sejalan dengan pembidangan ilmu dalam studi Islam,
pendekatan-pendekatan dalam kajian studi Islam pun mengalami perkembangan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut akan diuraikan beberapa
pendekatan yang digunakan dalam kajian studi Islam.
1. Pendekatan
Normatif
Pendekatan
normatif adalah suatu pendekatan studi Islam yang memandang masalah dari sudut
legal-formal dan/atau normatifnya. Maksud legal-formal adalah hubungannya
dengan halal-haram, boleh atau tidak, dan sejenisnya. Sementara normatif adalah
seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian, pendekatan normatif
mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan
oleh ahli ushul fiqh (ushuliyin),
ahli hukum Islam (fuqaha), ahli
tafsir (mufassirin), dan ahli hadits
(muhadditsin) yang berusaha menggali
aspek legal-formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan
normatif. Ada juga yang menggunakan pendekatan yuridis dan membedakannya dengan
normatif. Maksud pendekatan juridis adalah pendekatan yang menggunakan ukuran
perundang-undangan. Pembedaan ini sah adanya, meskipun kedua istilah ini juga
boleh digunakan untuk menunjukkan maksud yang sama. Di sisi lain dari
pendekatan normatif, bahwa ada beberapa teori yang dapat digunakan dalam
pendekatan normatif, yaitu:
a. Pendekatan
normatif- teologis, secara umum terbagi dua: pertama, ada hal-hal yang sukar dibuktikan secara empiris dan
eksprimental. Kedua, hal-hal yang
dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan
dengan ra’yi (penalaran). Sedangkan
masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan
kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang
masuk klasifikasi empiric dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat
dikalangan paar ahli.
b. Pendekatan
teologis-filosofis, yaitu pendekatan memahami al-Qur’an dengan cara
menginterprestasikannya secara logis-filosofis dengan cara mencari nilai-nilai
objektif dari subjektif al-Qur’an.
c. Pendekatan
normatif-sosiologis atau sosiologis-teologis, yaitu memahami nash. Ada
pemisahan antara nash normatif dengan nash sosiologis. Nash normatif adalah
nash yang tidak tergantung pada konteks, sedangkan nash sosiologis adalah nash
yang pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks, waktu, tempat, dan konteks
lainnya.
Langkah-langkah
pendekatan normatif:
a. Menetapkan
topik/ajaran yang akan dianalisis secara normatif,
b. Menentukan
ayat-ayat al-Qur’an terkait dengan topik,
c. Menentukan
hadis-hadis dan kedudukannya, prinsipnya mendahulukan yang mutawatirah.
d. Melakukan
pemahaman, dengan melihat dulu penafsiran ulama atau penafasiran yg telah ada,
1) Konvensional
(bahasa, kontekstual turunnya nashsh, munasabah(mendekatkan/menghubungkan)
, maqashid(tujuan), dll,
2) Non konvensional
(pengaruh eksternal dari teks [budaya, politik, adat dll] dan pengaruh individu
penafsir)
3) Dlm perpektif hukum
Islam, doktrin-doktrin fiqh dan kaidah ush al-fiq bisa dipakai sbg metode pamahaman
teks
e. Mencoba
mengkonstruksi pemahaman dengan memeriksa ulang penafsiran yang telah ada
2.
Pendekatan
Historis
Sejarah
atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku
dari peristiwa tersebut.[6]
Dengan menggunakan pendekatan sejarah ada beberapa teori yang bisa digunakan,
yaitu :
a.
Teori Siklis (cyclical
theory):
1) masa kemunculan
2) masa puncak perkembangan
3) masa keruntuhan
b.
Teori Kemajuan
(progress theory):
1) Fakta historis bergulir dalam sejarah dari yang sederhana
menuju kepada yang lebih sempurna
2) Sering dikenal dengan teori evolusionisme
c. Teori Revolusionisme (theory
of revolutionism)
1) Fakta-fakta historis tertentu berkembang tidak dalam kontinyuitas, melainkan
dikontinyuitas
2) Fakta historis baru menggantikan fakta historis
sebelumnya.
Objek Riset
Historis:
a. Fakta historis/peristiwa masa lalu
b. Teks-teks historis (Pemikiran/gagasan mengenai sesuatu
yang telah tertulis/
serangkaian pernyataan tertulis mengenai
suatu kejadian
di masa silam)
c. Perkembangan suatu gagasan mulai dari awal kemunculannya sampai sekarang
ini
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak
akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian
itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Maka menjadi wajar kalau alat
analisis ini lebih dikenal sebagai alat analisis sejarah dan/atau sosial (sosiologi).[7]
3.
Pendekatan
Filosofis
Filsafat ialah upaya menjelaskan inti, hakikat atau
hikmah mengenai
sesuatu yang berada di balik obyek formalnya. Filsafat
mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang
bersifat lahiriah.[8]
Louis O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Tetapi
merenung bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat
untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan
universal.[9]
Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas di
mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga
tidaka ada lagi yang tersisa, dan sistematik maksudnya adalah dilakukan secara
teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu, dan universal maksudnya
adalah tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi
seluruhnya.
Pendekatan filosofis digunakan agar seseorang dapat memberikan
makna terhadap sesuatu yang dijumpainya dan dapat pula menagkap hikmah dan ajaran
yang terkandung didalamnya, sehingga manusia terlatih untuk terus berfikir
dengan menggunakan kemampuan berfikirnya. Karena pentingnya pendekatan
filosofis ini telah digunakan untuk memahami berbagai bidang, seperti filsafat
hukum Islam, filsafat, sejarah, filsafat kebudayaan, filsafat ekonomi, dan lain
sebagainya.
Menurut penulis pendekatan
filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan
inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek
formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang
dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.
4.
Pendekatan
Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai
hidupnya. Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian dengan memberi petunjuk-petunjuk
yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama.[10]
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi
adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyararakat dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang
mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari terjadinya proses tersebut.
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam memahami agama, karena banyak bidang kajian agama yang baru
dapat dipahami secara proporsional dan tepat yang berkaitan dengan masalah
sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong
kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Melalui
pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu
sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.
5.
Pendekatan
Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat
diartikan sebagai salah satu upaya pemahaman agama dengan cara melihat wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain
bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat
suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.[11]
Melalui pendekatan ini, dapat dilihat bahwa ada
keterkaitan antara agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian (social organization) dimana para
peneliti seperti Cliff Geertz yang meneliti di Indonesia (Mojokerto, Kediri)
mengenai sosial keagamaan dalam karyanya “The
Religion of Java”, dia melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat
Muslim di Jawa antara santri, priyayi dan abangan. Melalui pendekatan
antropologis ini juga dapat dilihat hubungan antara agama dan Negara (state and religion). Selanjutnya melalui
pendekatan antropologis yang keterkaitannya agama dengan psikoterapi.[12]
Dengan demikian pendekatan antropologi sangat
dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut
terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu
antropolgi dengan cabang-cabangnya. Melalui pendekatan antropologis juga kita
bisa melihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia
dan dengan itu pula aga terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena
kehidupan manusia.
6.
Pendekatan
Hermeneutik
Kata hermaneutika
berasal dari kata yunani hermeneuien
yang berarti mengartikan, penafsirkan, menerjemahkan, bertidak sebagai penafsir.[13] Dalam metodelogi Yunani ada tokoh yang namanya yang dikaitkan
dengan hermaneutika yaitu Hermes. Menurut mitos, Hermes bertugas untuk menafsirkan kehendak dewa dengan bantuan kata-kata manusia agar dapat memahami kehendak dewa sebab bahasa dewa tidak
bisa dipahami manusia.
Hermeneutika juga dikenal sebagai bentuk metode filsafat
kontemporer yang mencoba menguak makna teks. Teks tersebut didialogkan
oleh reader dan dikomunikasikan dengan the world of the teks.[14]
Munculnya pendekatan hermaneutika bertujuan untuk
menunjukan ajaran tentang aturan-aturan yang arus diikuti dalam penfsiran
sebuah teks masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks kitab klasik. Hermaneutika diutuhkan
karena teks merupakan symbol yang mengadung makna ketika dilihat oleh pembaca
karena pada saat itu pembaca di sudutkan pada dua kondisi yang bersamaan yaitu akrab atau kenal (familiar) dan asing (alien)
dengan teks.
Dalam
perkembangannya sekarang ini, hermaneutika minimal mempunyai tiga pengertian. Pengertian tersebut diantaranya:
1. Peralihan dari suatu yang relative abstrak
(misalnya ide pemikiran).
2. Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang
maknanya gelap tidak diketahui bahasa lain yang tidak bisa dimengerti oleh si
pembaca.
3. Memidahkan suatu ungkapan pikiran yang kurang
jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebi jelas.
Dalam studi
hermaneutika unsur interprensi merupakan kegiatan yang paling penting sebab
interprensi merupakan landasan bagi metode hermaneutika. Pendekatan Hermeneutik menurut F.A. Wolf
memberikan interpretasi gramatikal (aspek kebahasaan), historis (tempat dan waktu) dan retorik (semangat
kejiwaan,
latar belakang, tujuan dan makna filosofis yang terkandung dalam suatu ide).[15]
Selain itu, aspek lain dalam
hermeneutik yang sangat penting
adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks yang asing. Teks memang mempunyai
sistem makna tersendiri dan menyuarahkan sejumlah makna. Namun teks hanya
sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat.
Oleh karena itu,
dalam memperoleh makna yang sebenarnya dibalik teks, dibutuhkan perhatian
secara serius untuk mempertimbangkan berbagai variabel yang ada. Ada tiga
variabel yang berperan pada saat kita dihadapkan dengan proses mengartikan,
menerjemahkan dan menafsirkan pada sebuah teks. Teks terjadi komunikatif bila tiga variabel ini diperhatikan yaitu the world of teks, the world of author dan the world of reader.
Dalam konteks studi
islam, hermeneutik biasanya dipahami sebagai ilmu tafsir yang
mendalam dan bercorak filosofis sementara apabila menyinggung mengenai tafsir
orang pasti akan teringat kepada salah satu variabel dalam agama yaitu kitab
suci. Meskipun demikian, operasionalisasi hermeneutik secara utuh sering kali ditentang oleh umat
Islam tradisional karena membawa tiga macam aplikasi yang bertentangan dengan
pendirian para
ilmuan muslim konvensional. Tiga macam implikasi tersebut adalah
1. Hermeneutik membawa implikasi tanpa konteks teks itu
tidak berharga dan bermakna sementara ide tradisional menyatakan bahwa makna
yang sebenarnya itu apa yang dimaksud oleh Allah.
2. Hermeneutika memberi pendekatan kepada manusia sebagai perantara yang
menghasilkan makna, sementara ide tradisional menyatakan bahwa Tuhan sebenarnya
yang menganuhgrahkan pemahman yang benar
kepada seseorang.
3. Ilmuan muslim tradisional telah membuat
perbedaan yang tidak terjembatani antara teks Al Qur’an serta tafsir dan
penerimanya, teks Al Qur’an dianggap sebagai cakral sehingga makna sebenarnya
tidak mungkin bisa dicapai.
D.
Pemahaman
Pendekatan Kajian Dalam Metodelogi Studi Islam
Pemahaman dalam studi Islam diperlukan metode-metode
yang dapat menghasilkan pemahaman tentang ajaran Islam yang utuh dan
komprehensif. Dalam hubungan ini Mukti Ali mengatakan bahwa metodelogi adalah
masalah yang mempunyai peranan sangat penting dalam sejarah kemajuan dan
kemunduran pertumbuhan suatu ilmu.[16]
Mukti Ali juga mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa
kebodohan atau kemajuan bukanlah karena ada tau tidak adanya orang-orang yang
jenius, melainkan karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu.[17]
Ari Syari’ati dalam karyanya yang berjudul Tentang Sosiologi Islam, mengatakan
untuk memahami metode pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi,
jika kita meninjau Islam dari satu sudut pandangan saja maka yang akan terlihat
hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi banyak. Mungkin kita
berhasil melihatnya secara tepat, namun tidak cukup bila kita ingin memahaminya
secara keseluruhan. Buktinya ialah al-Qur’an, kitab ini memiliki banyak
dimensi, yang mana sebagiannya telah dipelajari oleh sarjana-sarjan besar
sepanjang sejarah. Satu dimensi, misalnya mengandung aspek-aspek linguistic dan
sastra al-Qur’an. Para sarjana telah mempelajari secara terperinci. Dimensi
lain yang terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan al-Qur’an yang menjadi
bahan pemikiran bagi para filosof serta para teolog hari ini. Dimensi al-Qur’an
lainnya lagi yang belum dikenal ialah dimensi manusiawinya, yang banyak
dikenal, karena sosiologi, psikologi, dan ilmu-ilmu manusia memang jauh lebih
muda dibandingkan ilmu-ilmu alam. Apalagi ilmu sejarah yang merupakan ilmu
termuda di dunia. Namun yang dimaksudkan dengan ilmu sejarah di sini tidaklah
identik dengan data historis ataupun buku-buku sejarah yang tergolong dalam
buku-buku tertua yang pernah ada.[18]
Lebih lanjut Ali Syari’ati mengatakan, ada berbagai
cara memahami Islam. Salah satu caranya ialah dengan mengenal Allah dan
membandingkan-Nya dengan sesembahan agama-agama lain. Cara lainnya ialah dengan
mempelajari kitab al-Qur’an dan membandingkannya dengan kitab-kitab samawi
(kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya. Dalam hal ini, Ali
Syari’ati menggunakan metode komparasi, selain metode ini ada juga metode lain
yang ditawarkan cara untuk memahami Islam melalui pendekatan lainnya, yaitu
dengan mangajak seluruh intelektual Muslim dengan disiplin ilmu yang
dimilikinya sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing agar digunakan untuk
memahami ajaran Islam dengan berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Karena
Islam mempunyai berbagai dimensi dan aspek, maka setiap orang dapat menemukan
sudut pandangan yang paling tepat sesuai dengan bidangnya.[19]
Metode lain untuk memahami Islam yang diajukan Mukti
Ali adalah metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap
obyektif berisi klasifikasi topic dan tema sesuai dengan tipenya, lalu
dibandingkan dengan topic dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Pendekatan
ini digunakan oleh sarjana Barat untuk memahami ilmu-ilmu manusia. dalam hal
agama Islam, juga agama-agama lain, kita dapat mengindentifikasi lima aspek
atau ciri dari agama itu, lalu dibandingkan dengan aspek dan cirri yang sama
dari agama lain, yaitu : 1) aspek ketuhanan, 2) aspek kenabian, 3) aspek kitab
suci, dan 4) aspek keadaan sewaktu munculnya Nabi dan orang-orang yang
didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.[20]
Pendekatan dalam
studi Islam bisa dimengerti secara umum sebagai mengkaji Islam dengan metode analisis
(tertentu). Pendekatan atau Metode Analisis bisa dibatasi dengan menggunakan:
a. Kerangka konseptual
(teori-teori yang ada terkait topik kajian Islam), mslnya menulis “Gender
Equity dalam pemikiran (hukum) Islam” dengan metode analisis teori gender
Fatimah Mernissi
b. Paradigma (suatu
asumsi-asumsi dasar yang mendasari pembenaran pengetahuan dan kenyataan),
mslnya, paradigma evolusionisme (atau variannya, involtionisme dan
revolutionisme) dipakai sebagai metode analisis memahami pemikiran (hukum)
Islam.
c. Metode berpikir
dari pemikir:
1) Filsafat: metode
filsafat dari filosof (dialektika Hegel, Fenomenologi Husserl, hermeneutika
Gadamer, dll)
2) Hukum: metode
pemikiran hukum dari pemikir hukum (metode pemikiran hukum al-Ghazali,
progresivisme hukum Islam Khaled Abou Fadl, double movement Fazlur
Rahman, maqasid al-syari’ah sebagai filsafat hukum Islam Jasser Auda, dll)
d. Disiplin Ilmu
(teologi, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, psikologi, hukum, dll), mslnya
menganalis hukum Islam/pemikiran hukum Islam secara sosiologis, berarti
sosiologi dijadikan pendekatan atau analisisnya.
BAB
III
PENUTUP
Dalam memahami agama terutama Islam ada beberapa pendekatan
dan metode-metode untuk mengetahui islam secara mendalam. Untuk pendekatan
studi Islam terdapat bebrapa pendekatan yakni:
1. Pendekatan Normatif
2. Pendekatan Historis
3. Pendekatan Filosofis
4. Pendekatan Sosiologis
5. Pendekatan Antropologi
6. Pendekatan Hermeutik
Pendekatan dalam studi Islam bisa imengerti secara umum
sebagai mengkaji Islam dengan metode analisis (tertentu) dengan
menggunakan:
1. Kerangka konseptual
2. Paradigma
3. Metode berpikir dari pemikir:
4. Disiplin Ilmu
Oleh karena itu, secara
sederhana studi Islam bisa dilihat dari berbagai aspek pendekatan dan
metode-metode yang digunakan dalam memahami studi Islam, seperti dalam aspek
pendekatan normatif sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits, maka
Islam merupakan agama yang didalaamnya
berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Sedangkan
jika dilihat dari segi historis, yakni Islam dalam arti yang dipraktekan oleh
manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam
dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni ilmu ke-Islaman atau Islamic Studies.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Sejarah dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1987.
Ali,
Mukti, Metodologi Ilmu Agama, dalam
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.) dalam Metodologi penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1990, cet. II.
_______, Ilmu
Perbandingan Agama, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1977.
Ali
Syari’ati, Tentang Sosiologi Islam, (terj.)
Saifulah Mahyuddin, dari judul asli On
The Siciology of Islam, Yogyakarta: Ananda, 1982.
Chamami,
Rikza, Studi Islam Kontemporer,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012.
Kattsof,
O. Louis, Pengantar Filsafat, (terj.)
Soejono Soemargono, dari judul asli Elements
of Philosophy, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989.
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan
Tazzafa, 2009.
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 1999.
Naim,
Ngainun, Pengantar Studi Islam,
Yogyakarta: Teras, 2009.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV.
Rajawali, 1982.
Zuhri,
Studi Islam Dalam Tafsir Sosial: Telaah
Sosial Gagasan Keislaman Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun, Yogyakarta:
Bidang Akademik, 2008.
[1] Zuhri, Studi Islam Dalam Tafsir Sosial: Telaah Sosial Gagasan Keislaman Fazlur
Rahman dan Mohammed Arkoun, (Yogyakarta: Bidang Akademik, 2008), hlm. 2.
[3] Ibid., hlm. 182.
[4] Ibid., hlm. 181.
[5] Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim
(Ed.) dalam Metodologi penelitian Agama
Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), cet. II, hlm. 44.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo, 1999), hlm. 42-43.
[9] Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, (terj.) Soejono
Soemargono, dari judul asli Elements of
Philosophy, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989), cet. IV, hlm. 6.
[10] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1982). Cet. I, hlm. 18-53.
[11]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…, hlm. 35
[12] Ibid., hlm. 37
[16] Mukti, Ali, Metodologi Ilmu Agama…, hlm. 44.
[17] Ibid., hlm. 44
[18] Ali Syari’ati, Tentang Sosiologi Islam, (terj.)
Saifulah Mahyuddin, dari judul asli On
The Siciology of Islam, (Yogyakarta: Ananda, 1982), cet. I, hlm. 72.
[19] Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1977), hlm. 43.
[20] Ibid., hlm. 51-52
0 komentar:
Posting Komentar