Beranda

Selasa, 02 April 2019

GERAKAN ISLAM PEMBAHARU: MUHAMMADIYAH DAN KONTRIBUSINYA DIBIDANG PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar dan terpenting yang ada di Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan dengan tujuan “menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Jauh sebelum Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan telah merintis pendidikan modern yang  memadukan antara pendidikan Barat yang hanya mengajarkan “ilmu-ilmu umum” dan pendidikan Islam yang hanya mengajarkan “ilmu-ilmu agama”. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah di dalamnya sudah termasuk gagasan pembaharuan di bidang pendidikan. KH. Ahmad Dahlan melihat adanya problematika obyektif yang dihadapi oleh pribumi yaitu terjadinya keterbelakangan pendidikan yang takut karena adanya dualisme model pendidikan yang masing-masing memiliki akar dan kepribadian yang saling bertolak belakang. Di satu pihak pendidikan Islam yang berpusat di pesantren mengalami kemunduran  karena terisolasi dari perkembangan pengetahuan dan perkembangan masyarakat modern, dipihak lain sekolah model Barat bersifat sekuler dan a-nasional mengancam kehidupan batin para pemuda pribumi karena dijauhkan dari agama dan budaya negerinya.
Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia, pendidikan telah menjadi semacam teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif. Dari fenomena perkembangan yang terakhir, memberikan petunjuk bahwa pendidikan bukan saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa dalam berbagai proyeksi berbagai macam tujuan mereka, pendidikan bahkan telah menjadi kebutuhan manusia sendiri secara masal, karenanya pendidikan yang diterima oleh manusia hendaknya pendidikan yang seimbang antara pendidikan lahir dan batin, antara pendidikan dunia dan akhirat, sehingga manusia dalam memperoleh pendidikan tersebut memiliki keseimbangan dalam mengelola kehidupannya untuk dapat mencapai tujuan yang ideal yakni “fi al-dunya hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan”. Tujuan ideal inilah yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan dalam hal perjuangan di bidang pendidikan yang menjadi warna pendidikan Muhammadiyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal munculnya lembaga pendidikan muhammadiyah?
2.      Bagaimana penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah?
3.      Apa tujuan pendidikan muhammadiyah?
4.      Apa kontribusi muhammadiyah di bidang pendidikan?

C.     Tujuan Masalah
1.      Dapat mengetahui awal munculnya lembaga pendidikan muhammadiyah
2.      Dapat mengetahui penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah.
3.      Dapat mengetahui tujuan pendidikan muhammadiyah.
4.      Dapat mengetahui kontribusi muhammadiyah dibidang pendidikan.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Awal munculnya lembaga pendidikan Muhamadiyah
Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini hampir memasuki usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki kontribusi dan perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menunjang tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Perserikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik dan sebagainya. Yang secara operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi seperti majelis, badan dan amal usaha yang didirikannya.
Lahirnya pendidikan Muhammadiyah yang modern tidak lepas dari sejarah pada Dasawarsa terakhir abad 19. Pemerintah Belanda memulai system pendidikan liberal di Indonesia. Pendidikan ini diperuntuhkan bagi sekelompok kecil orang Indonesia, sehingga tahun 1870 mulai tersebar jenis pendidikan rakyat, yang berarti juga diperuntuhkan bagi umat Islam Indonesia. Perluasan pendidikan ke pedesaan yang diperuntuhkan seluruh lapisan masyarakat, baru dilaksanakan pada awal abad 20 dengan apa yang dinamakan ethise politik, sebagai akibat dari desakan kaum ethis yang berorientasi humanistic agar pemerintah Kolonial juga mulai memperhatikan rakyat pribumi di negeri jajahannya.
Pada masa pemerintahan Belanda terdapat model 4 persekolahan yaitu:
a.       Sekolah Eropa yang menampung anak birokrat Hindia Belanda. Dan kurikulumnya sama dengan Belanda.
b.      Sekolah Barat yang menampung anak-anak yang berwarga negara Belanda.  
c.       Sekolah Vernakuler yang didesain oleh Belanda demi kepentingan mereka sendiri.
d.      Sekolah Pribumi, system sekolah yang ada di luar kendali Belanda. Sekolahan-sekolahan yang didirikan oleh lembaga agama.
Sistem sekolah ini telah melahirkan jurang pemisah yang makin melebar antara Belanda dengan pendidikan pribumi. Disamping itu juga pendidikan Islam yang berbasis di pesantren tidak saja kontras dengan pendidikan kolonial tetapi juga kontras dengan system didaktik pedagogisnya. Pendidikan Islam tertinggal dan tidak dapat memberikan perspektif-perspektif ke depan.
Menghadapi realitas sistem pendidikan Barat dan Islam yang dualistic ini, Ahmad Dahlan mencoba mengatasi dengan cara perpaduan model sebagai jalan tengah dari kebutuhan sistem yang ada. Upaya kompromi ini diawali dengan mengidentifikasi masalah yang dihadapi umat Islam pada waktu itu dan dipandang perlu segera mendapatkan jawaban dalam bidang pendidikan.
Untuk mensosialisasikan gagasan pembaharuannya dalam bidang pendidikan. Ahmad Dahlan mencoba memulai dengan membimbing beberapa orang keluarga dekat serta beberapa sahabatnya. Tempat yang pertama kali digunakan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya adalah pengajian-pengajian. Setelah upaya dalam menyampaikan benih-benih pembaharuan ini membuahkan hasil sehingga dibuat wadah untuk menampung gagasan tersebut yaitu “ pergerakan Muhammadiyah”
Pesatnya perkembangan pendidikan Muhammadiyah ini juga dibuktikan dengan beberapa sekolah yang tertua yaitu:
a.       Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta
b.      Muallimin Muhammadiyah, Solo Jakarta
c.       Muallimat Muhammadiyah, Yogyakarta
d.      Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta
e.       Kulliyah Mubalighin/Mubalighot, Sumatera Tengah
f.       Tablighschool, Yogyakarta
g.      H.I.K Muhammadiyah Yogyakarta
h.      Wustho Muallimin

B.     Penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah mendidrikan berbagai jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
1.      Sekolah umum: taman kanak-kanak (Bustanul Atfal), vervolg school 2 tahun, schaken school 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah tersebut diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
2.      Sekolah agama: madrasah ibtidaiyah 3 tahun, tsanawiyah 3 tahun, mualimin/mualimat 5 tahun, kulliatul muballigin (SPG Islam ) 5 tahun.
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan di antaranya: 
1.    Menambahkan kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam.
2.    Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, ide-ide reformasi Islam secara luas disebarkan.
3.    Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern
Selanjutnya, pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat. Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu:
1.    Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan kebudayaan, yaitu: SD, SMP, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2.    Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah departemen agama, yaitu madrasah ibtidaiyah, Mts, dan madrasah Aliyah (MA). Madrasah-madrasah ini ada setelah adanya SKB 3 mentri tahun 1976 dan SKB 2 mentri tahun 1984, mutu pengetahuan umumnya sederajat dengan pengetahuan dari sekolah umum yang sederajat.
3.    Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhamamadiyah, yaitu: Mualimin,Mualimat, sekolah Tabligh dan pondok pesantren Muhamadiyah.
4.    Perguruan Tinggi Muhamadiyah: untuk perguruan Tinggi Muhamadiyah umum di bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan perguruan Tinggi Muhamadiyah Agama di bawah pembinaan Kopertais (departemen agama).[1]

C.     Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah pada permulaan berdirinya belum merumuskan secara jelas tentang tujuan pendidikannya. Hal ini tidak berati pendidikan Muhammadiyah yang didirikan tanpa tujuan. Meski belum dirumuskan secara tegas pendidikan Muhammadiyah sejak permulaan berdirinya sudah memiliki tujuan. Dilihat dari system pendidikan yang dikembangkan ada pendapat bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah sejak didirikan adalah “ Membentuk Alim Intelektual”, yaitu seorang muslim yang seimbang iman dan ilmunya, ilmu agama dan ilmu umum, orang yang kuat rohani dan jasmaninya. Tujuan pendidikan Muhammadiyah ini dirumuskan dalam pernyataan yang sering disampaikan Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dalam pengajian yang dipimpinnya. Dalam bahasa Jawa pernyataan itu adalah ”dadiyo kyai sing kemajuan, lan ojo kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah” (jadilah ulama yang modern dan jangan merasa lelah bekerja untuk Muhammadiyah).
 Sedangkan tujuan pendidikan Muhammadiyah yang sampai saat ini menjadi rujukan bagi perguruan Muhammadiyah adalah bagaimana tertuang dalam qoidah pendidikan dasar dan menengah Bab I pasal 3 sebagai berikut:“ pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah bertujuan: membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cakap percaya diri, memajukan dan memperkembangankan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT ”.
Dalam tujuan ini terkandung nilai-nilai fundamental yang secara implicit jelas merujuk pada nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pada rumusan ini pertama diwarnai semangat juang untuk menumbangkan kolonialisme. Pada rumusan kedua orientasinya lebih menekankan upaya pengisian atau berperan serta dalam pembangunan bangsa pasca kemerdekaan. Pada rumusan ketiga lebih kongkret dan realities. Namun secara garis besar ketiga rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk muslim yang cakap, berakhlak mulia, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Secara implisit berarti tidak hanya ingin melahirkan kader-lader Muhammadiyah, tetapi juga putra-putri bangsa yang Islami, berilmu pengetahuan dan mempunyai wawasan ke depan (visioner) sebagai upaya menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, lahir dan batin seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa Indonesia.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah telah dirumuskan dan telah di sahkan oleh Majlis Tanwir yang intinya pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk manusia muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna untuk masyarakat umum. Dari tujuannya saja sudah nampak adanya kemiripan antara tujuan pendidikan Muhammadiyah dengan tujuan pendidikan republik Indonesia dan kedua tujuan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan.

D.    Kontribusi Muhammadiyah di bidang pendidikan
Muhammadiyah bisa dibilang sebaagai pelopor pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Semua hasil jerih payah K.H. Ahmad Dahlan dapat dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Muhammadiyah  merupakan organisasi di luar pemerintahan yang memiliki lembaga pendidikan dan pengajaran terbesar di Indonesia.[2]
 Pembaharuan pendidikan meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi cita-cita yang dimaksud K.H. Ahmad Dahlan ialah ingin mementuk manusia muslim yang baik budi pekerti, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan faham masalah keduniaan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Adapun teknik lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan. Dengan mengambil unsur-unsurnya dari sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan tradisional, Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri. Seperti sekolah kejuruan dan lain-lain. Sedangkan cara penyelenggaraannya, proses belajar mengajar itu tidak lagi dilaksanakan di masjid atau sanggar, tetapi di gedung yang khusus dilengkapi oleh meja, kursi dan papan tulis, tidak lagi duduk di lantai.
Wirjosukarto (1965) dalam bukunya “Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran oleh Pergerakan Muhammadiyah menjelaskan bahwa teknik pengajaran Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
a.       Cara belajar dan mengajar dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah dibandingkan pendidikan tradisional lebih modern dan system klasikal seperti yang dilakukan oleh pendidikan barat.
b.       Bahan pelajaran di lembaga pendidikan tradisional hanya mengajarkan agama saja, sedangkan di Muhammadiyah diajarkan ilmu umum dan agama.
c.       Rencana pelajaran dalam pendidikan Muhammadiyah sudah mengatur kurikulum dengan baik, sehingga efisiensi pembelajaran bisa terjamin baik.
d.      Pengasuh dan guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah terdapat guru agama dan guru umum dibandingkan dengan lembaga tradisional hanya memiliki guru agama saja yang berpengalaman dibidangnya.
e.       Hubungan guru dan murid terlihat lebih akrab dan suasana yang mengenangkan dibandingkan dengan lembaga pendidikan tradisional yang lebih bersifat otoriter.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal Muhammadiyah telah memperbaharui bentuk pendidikan tradisional non formal yaitu pengajaran. Semula pengajian dilakukan dimana orang tua atau guru privat mengajar anak kecil membaca Al-Qur’an dan beribadah. Oleh Muhammadiyah diperluas dan pengajian disistematikan ke dalam bentuk juga isi pengajian diarah pada masalah-masalah kehidupan sehari-hari umat Islam.
Begitu pula Muammadiyah telah berhasil mewujudkan bidang-bidang bimbingan dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi. Seperti mempelopori mendirikan Badan Penyuluhan Perkawinan di kota-kota besar.
Dengan penyelenggaraan pengajian dan nasihat yang bersifat pribadi tersebut, dapat ditunjukkan bahwa Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia.
Berdasarkan data terbaru (profil Muhammadiyah) amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah, merupakan angka yang cukup fantastis untuk sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi dalam satu payung organisasi dengan rincian: 1132 Sekolah Dasar , 1769 Madrasah Ibtidaiyah, 1184 Sekolah Menengah Pertama, 534 Madrasah Tsanawiyah, 511 Sekolah Menengah Atas, 263 Sekolah Menengah Kejuruan, 172 Madrasah Aliyah, 67 Podok Pesantren, 55 Akademi, 4 politeknik, 70 Sekolah Tinggi dan 36 Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Total jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah sebanyak itu merupakan bilangan yang cukup fantastis bagi sebuah organisasi sosial keagamaan dimanapun. Apabila keberadaan lembaga pendidikan tersebut merupakan pengejawantahan dari model pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di Muhammadiyah. Inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan, pemahaman atau ideologi apa yang diterapkan oleh Muhammadiyah dalam mengurusi lembaga pendidikan yang sebesar itu. Mungkin langsung timbul sebuah jawaban dari pertanyaan tersebut tentu saja ideologi Islam yang di gunakan karena Muhammadiyah berasaskan Islam (AD/ART Muhammadiyah).[3]
Di samping itu juga dari berbagai universitas dan sekolah tinggi Muhammadiyah di seluruh Indonesia tersebut, setidaknya saat ini tercatat lebih 300 ribu orang merupakan mahasiswa universitas Muhammadiyah dan jumlah ini merupakan 10 persen dari jumlah total keseluruhan mahasiswa Indonesia. “Ini artinya perguruan tinggi muhammadiyah sudah dipercaya oleh masyarakat luas dan tentunya dinilai berkualitas”. Katanya
Bahkan menurut Khairul saat ini ada lima universitas Muhammadiyah di Indonesia yang jumlah mahasiswanya di atas 10 ribu orang dan untuk Sumatera terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat dengan jumlah mahasiswa masing-masing 12 ribu dan 10 ribu orang. Sementara untuk pulau Jawa terdapat di universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan lainnya.
Kharul menambahkan meski Muhammadiyah organisasi Islam, universitas Muhammadiyah di Indonesia ini tidak hanya menerima orang-orang yang beragama Islam saja, melainkan juga dari agama lain.”Sebagai contoh di universitas Muhammadiyah Kupang, jumlah mahasiswa non muslim mencapai 75 persen lebih”, ujarnya.[4]
Dalam bidang kesehatan, hingga tahun 2000 Muhammadiyah memiliki 30 rumah sakit umum, 13 rumah sakit bersalin, 80 rumah bersalin, 35 balai kesehatan ibu dan anak, 63 balai pengobatan, 20 poliklinik, balkesmas dan layanan kesehatan lain. Lalu dalam bidang kesejahteraan sosial hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 baksos, 161 santunan keluarga, 5 panti wreda manula, 13 santunan wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM. Dalam bidang ekonomi hingga tahun 2000 muhammadiyah memiliki 5 bank perkreditan rakyat.
Dan sejak di buatnya LP2M dan ITMAM maka muhammadiyah saat ini memiliki kurang lebih 200 pesantren.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan Islam yang dikembangkan di lingkungan Muhammadiyah, sebagai bagian dari misi dan agenda pembaharuan Islam dan modernisasi kehidupan umat. Meskipun Ahmad Dahlan mempunyai latar belakang pesantren, gagasan pendidikan yang diterapkannya pada lembaga pendidikan Muhammadiyah sangat dipengaruhi oleh model pendidikan modern yang diinspirasi oleh sistem pendidikan di sekolah-sekolah Belanda. Ahmad Dahlan juga mendirikan madrasah muhammadiyah dengan memasukan kedalamnya pengetahuan umum selain pengetahuan agama.
Sistem pendidikan yang dikembangkan adalah sintesis antara sistem pendidikan Islam tradisional yang berbasis di pesantren dan sistem pendidikan modern sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang intelek.

B.     Saran
Dengan ucapan alhamdulillah, kami penulis menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT karena tanpa izin-Nya makalah ini tidak akan tersusun sampai selesai. Meskipun demikian, penulis belum merasa puas dengan apa yang telah dituliskan dalam makalah ini, karena penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan disana-sini.
Maka kami mengharapkan betul kritik dan saran dari pembaca sekalian terhadap makalah ini. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djamas, Nurhayati, 2009, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca kemerdekaan, Jakarta: RAJAWALI PRES.
Rukiati, Enung K dan Fenti, Hikmawati, 2006, Sejarah Pendidikan Isla di Indonesia, Bandung: PUSTAKA SETIA.
bikkb@riau.go.id





[1]  Enung K rukiati dan fenti hikmawati

[2]Ahmad Syafi’i ma’arif

[4]bikkb@riau.go.id
Diposting oleh Madin An-Najaah di 06.12 


0 komentar:

Posting Komentar