BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu organisasi sosial
keagamaan terbesar dan terpenting yang ada di Indonesia adalah Muhammadiyah
yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H
bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta. Muhammadiyah
didirikan dengan tujuan “menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Jauh sebelum Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912,
KH. Ahmad Dahlan telah merintis pendidikan modern yang memadukan
antara pendidikan Barat yang hanya mengajarkan “ilmu-ilmu umum” dan pendidikan
Islam yang hanya mengajarkan “ilmu-ilmu agama”. Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah di dalamnya sudah termasuk gagasan pembaharuan di bidang
pendidikan. KH. Ahmad Dahlan melihat adanya problematika obyektif yang dihadapi
oleh pribumi yaitu terjadinya keterbelakangan pendidikan yang takut karena adanya
dualisme model pendidikan yang masing-masing memiliki akar dan kepribadian yang
saling bertolak belakang. Di satu pihak pendidikan Islam yang berpusat di
pesantren mengalami kemunduran karena terisolasi dari perkembangan
pengetahuan dan perkembangan masyarakat modern, dipihak lain sekolah model
Barat bersifat sekuler dan a-nasional mengancam kehidupan batin para pemuda
pribumi karena dijauhkan dari agama dan budaya negerinya.
Dalam sejarah perkembangan kehidupan
manusia, pendidikan telah menjadi semacam teknologi yang memproduksi manusia
masa depan paling efektif. Dari fenomena perkembangan yang terakhir, memberikan
petunjuk bahwa pendidikan bukan saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa
dalam berbagai proyeksi berbagai macam tujuan mereka, pendidikan bahkan telah
menjadi kebutuhan manusia sendiri secara masal, karenanya pendidikan yang
diterima oleh manusia hendaknya pendidikan yang seimbang antara pendidikan
lahir dan batin, antara pendidikan dunia dan akhirat, sehingga manusia dalam
memperoleh pendidikan tersebut memiliki keseimbangan dalam mengelola
kehidupannya untuk dapat mencapai tujuan yang ideal yakni “fi al-dunya
hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan”. Tujuan ideal inilah yang digagas oleh
KH. Ahmad Dahlan dalam hal perjuangan di bidang pendidikan yang menjadi warna
pendidikan Muhammadiyah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
awal munculnya lembaga pendidikan muhammadiyah?
2.
Bagaimana
penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah?
3.
Apa
tujuan pendidikan muhammadiyah?
4.
Apa
kontribusi muhammadiyah di bidang pendidikan?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Dapat
mengetahui awal munculnya lembaga pendidikan muhammadiyah
2.
Dapat
mengetahui penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah.
3.
Dapat
mengetahui tujuan pendidikan muhammadiyah.
4.
Dapat
mengetahui kontribusi muhammadiyah dibidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal
munculnya lembaga pendidikan Muhamadiyah
Sebagai sebuah gerakan Islam yang lahir pada tahun 1912 Masehi dan kini
hampir memasuki usia 100 tahun, telah banyak yang dilakukan oleh Muhammadiyah
bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga harus diakui bahwa Muhammadiyah memiliki kontribusi dan
perhatian yang cukup besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menunjang
tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Perserikatan Muhammadiyah telah menempuh berbagai usaha meliputi
bidang dakwah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik dan sebagainya. Yang secara
operasional dilaksanakan melalui berbagai institusi organisasi seperti majelis,
badan dan amal usaha yang didirikannya.
Lahirnya pendidikan Muhammadiyah
yang modern tidak lepas dari sejarah pada Dasawarsa terakhir abad 19.
Pemerintah Belanda memulai system pendidikan liberal di Indonesia. Pendidikan
ini diperuntuhkan bagi sekelompok kecil orang Indonesia, sehingga tahun 1870
mulai tersebar jenis pendidikan rakyat, yang berarti juga diperuntuhkan bagi
umat Islam Indonesia. Perluasan pendidikan ke pedesaan yang diperuntuhkan
seluruh lapisan masyarakat, baru dilaksanakan pada awal abad 20 dengan apa yang
dinamakan ethise politik, sebagai akibat dari desakan kaum ethis yang
berorientasi humanistic agar pemerintah Kolonial juga mulai memperhatikan
rakyat pribumi di negeri jajahannya.
Pada masa pemerintahan Belanda
terdapat model 4 persekolahan yaitu:
a. Sekolah Eropa yang menampung anak birokrat Hindia Belanda. Dan
kurikulumnya sama dengan Belanda.
b.
Sekolah
Barat yang menampung anak-anak yang berwarga negara Belanda.
c.
Sekolah
Vernakuler yang didesain oleh Belanda demi kepentingan mereka sendiri.
d.
Sekolah
Pribumi, system sekolah yang ada di luar kendali Belanda. Sekolahan-sekolahan
yang didirikan oleh lembaga agama.
Sistem sekolah ini telah melahirkan jurang pemisah yang makin
melebar antara Belanda dengan pendidikan pribumi. Disamping itu juga pendidikan
Islam yang berbasis di pesantren tidak saja kontras dengan pendidikan kolonial
tetapi juga kontras dengan system didaktik pedagogisnya. Pendidikan Islam
tertinggal dan tidak dapat memberikan perspektif-perspektif ke depan.
Menghadapi realitas sistem pendidikan Barat dan Islam yang
dualistic ini, Ahmad Dahlan mencoba mengatasi dengan cara perpaduan model
sebagai jalan tengah dari kebutuhan sistem yang ada. Upaya kompromi ini diawali
dengan mengidentifikasi masalah yang dihadapi umat Islam pada waktu itu dan
dipandang perlu segera mendapatkan jawaban dalam bidang pendidikan.
Untuk mensosialisasikan gagasan pembaharuannya dalam bidang
pendidikan. Ahmad Dahlan mencoba memulai dengan membimbing beberapa orang
keluarga dekat serta beberapa sahabatnya. Tempat yang pertama kali digunakan
untuk menyampaikan gagasan-gagasannya adalah pengajian-pengajian. Setelah upaya
dalam menyampaikan benih-benih pembaharuan ini membuahkan hasil
sehingga dibuat wadah untuk menampung gagasan tersebut yaitu “ pergerakan
Muhammadiyah”
Pesatnya perkembangan pendidikan Muhammadiyah ini juga dibuktikan
dengan beberapa sekolah yang tertua yaitu:
a. Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta
b. Muallimin Muhammadiyah, Solo Jakarta
c. Muallimat Muhammadiyah, Yogyakarta
d. Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta
e. Kulliyah Mubalighin/Mubalighot, Sumatera Tengah
f. Tablighschool, Yogyakarta
g. H.I.K Muhammadiyah Yogyakarta
h. Wustho Muallimin
B. Penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah mendidrikan berbagai
jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran
agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa Indonesia dapat
dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian yaitu pribadi yang berilmu
pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan
Muhammadiyah adalah:
1. Sekolah umum: taman kanak-kanak (Bustanul Atfal), vervolg school 2
tahun, schaken school 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK
3 tahun. Pada sekolah-sekolah tersebut diajarkan pendidikan agama Islam
sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
2. Sekolah agama: madrasah ibtidaiyah 3 tahun, tsanawiyah 3 tahun,
mualimin/mualimat 5 tahun, kulliatul muballigin (SPG Islam ) 5 tahun.
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang
sangat besar bagi bangsa dan negara, dan tentu saja menghasilkan
keuntungan-keuntungan di antaranya:
1. Menambahkan kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran
Islam.
2. Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, ide-ide reformasi Islam
secara luas disebarkan.
3. Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern
Selanjutnya, pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah mengalami
perkembangan yang pesat. Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga pendidikan yang
dikembangkannya, yaitu:
1. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan
dan kebudayaan, yaitu: SD, SMP, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada
sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah departemen agama, yaitu
madrasah ibtidaiyah, Mts, dan madrasah Aliyah (MA). Madrasah-madrasah ini
ada setelah adanya SKB 3 mentri tahun 1976 dan SKB 2 mentri tahun 1984, mutu
pengetahuan umumnya sederajat dengan pengetahuan dari sekolah umum yang
sederajat.
3. Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhamamadiyah, yaitu:
Mualimin,Mualimat, sekolah Tabligh dan pondok pesantren Muhamadiyah.
4. Perguruan Tinggi Muhamadiyah: untuk perguruan Tinggi Muhamadiyah umum di
bawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan perguruan Tinggi Muhamadiyah Agama di
bawah pembinaan Kopertais (departemen agama).[1]
C.
Tujuan
Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah pada permulaan
berdirinya belum merumuskan secara jelas tentang tujuan pendidikannya. Hal ini
tidak berati pendidikan Muhammadiyah yang didirikan tanpa tujuan.
Meski belum dirumuskan secara tegas pendidikan Muhammadiyah sejak permulaan
berdirinya sudah memiliki tujuan. Dilihat dari system pendidikan yang
dikembangkan ada pendapat bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah sejak didirikan
adalah “ Membentuk Alim Intelektual”, yaitu seorang muslim yang seimbang iman
dan ilmunya, ilmu agama dan ilmu umum, orang yang kuat rohani dan jasmaninya.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah ini dirumuskan dalam pernyataan yang sering
disampaikan Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dalam pengajian yang
dipimpinnya. Dalam bahasa Jawa pernyataan itu adalah ”dadiyo kyai sing
kemajuan, lan ojo kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah”
(jadilah ulama yang modern dan jangan merasa lelah bekerja untuk Muhammadiyah).
Sedangkan tujuan pendidikan
Muhammadiyah yang sampai saat ini menjadi rujukan bagi perguruan Muhammadiyah
adalah bagaimana tertuang dalam qoidah pendidikan dasar dan menengah Bab I
pasal 3 sebagai berikut:“ pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah bertujuan:
membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cakap percaya
diri, memajukan dan memperkembangankan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dan
beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh
Allah SWT ”.
Dalam tujuan ini terkandung
nilai-nilai fundamental yang secara implicit jelas merujuk pada nilai-nilai
Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pada rumusan ini pertama
diwarnai semangat juang untuk menumbangkan kolonialisme. Pada rumusan kedua
orientasinya lebih menekankan upaya pengisian atau berperan serta dalam
pembangunan bangsa pasca kemerdekaan. Pada rumusan ketiga lebih kongkret dan
realities. Namun secara garis besar ketiga rumusan di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk muslim yang cakap,
berakhlak mulia, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat.
Secara implisit berarti tidak hanya ingin melahirkan kader-lader Muhammadiyah,
tetapi juga putra-putri bangsa yang Islami, berilmu pengetahuan dan mempunyai
wawasan ke depan (visioner) sebagai upaya menuju pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, lahir dan batin seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa
Indonesia.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah telah dirumuskan dan telah di sahkan oleh
Majlis Tanwir yang intinya pendidikan Muhammadiyah ialah membentuk manusia
muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna untuk
masyarakat umum. Dari tujuannya
saja sudah nampak adanya kemiripan antara tujuan pendidikan Muhammadiyah dengan
tujuan pendidikan republik Indonesia dan kedua tujuan tersebut tidak
bertentangan dengan tujuan pendidikan.
D. Kontribusi Muhammadiyah di bidang pendidikan
Muhammadiyah bisa dibilang sebaagai
pelopor pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Semua hasil jerih payah K.H.
Ahmad Dahlan dapat dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Muhammadiyah
merupakan organisasi di luar pemerintahan yang memiliki lembaga
pendidikan dan pengajaran terbesar di Indonesia.[2]
Pembaharuan pendidikan meliputi dua segi,
yaitu segi cita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi cita-cita yang dimaksud
K.H. Ahmad Dahlan ialah ingin mementuk manusia muslim yang baik budi pekerti,
alim dalam agama, luas dalam pandangan dan faham masalah keduniaan, dan
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Adapun teknik lebih banyak
berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan. Dengan mengambil
unsur-unsurnya dari sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan tradisional,
Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri. Seperti sekolah
kejuruan dan lain-lain. Sedangkan cara penyelenggaraannya, proses belajar
mengajar itu tidak lagi dilaksanakan di masjid atau sanggar, tetapi di gedung
yang khusus dilengkapi oleh meja, kursi dan papan tulis, tidak lagi duduk di
lantai.
Wirjosukarto (1965) dalam bukunya “Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran
oleh Pergerakan Muhammadiyah menjelaskan bahwa teknik pengajaran Muhammadiyah
adalah sebagai berikut:
a. Cara belajar dan mengajar dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah
dibandingkan pendidikan tradisional lebih modern dan system klasikal seperti
yang dilakukan oleh pendidikan barat.
b. Bahan pelajaran di lembaga pendidikan tradisional hanya mengajarkan
agama saja, sedangkan di Muhammadiyah diajarkan ilmu umum dan agama.
c. Rencana pelajaran dalam pendidikan Muhammadiyah sudah mengatur kurikulum
dengan baik, sehingga efisiensi pembelajaran bisa terjamin baik.
d. Pengasuh dan guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah terdapat guru agama
dan guru umum dibandingkan dengan lembaga tradisional hanya memiliki guru agama
saja yang berpengalaman dibidangnya.
e. Hubungan guru dan murid terlihat lebih akrab dan suasana yang mengenangkan
dibandingkan dengan lembaga pendidikan tradisional yang lebih bersifat
otoriter.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal Muhammadiyah telah
memperbaharui bentuk pendidikan tradisional non formal yaitu pengajaran. Semula
pengajian dilakukan dimana orang tua atau guru privat mengajar anak kecil
membaca Al-Qur’an dan beribadah. Oleh Muhammadiyah diperluas dan pengajian
disistematikan ke dalam bentuk juga isi pengajian diarah pada masalah-masalah
kehidupan sehari-hari umat Islam.
Begitu pula Muammadiyah telah berhasil mewujudkan bidang-bidang
bimbingan dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan
mungkin bersifat pribadi. Seperti mempelopori mendirikan Badan Penyuluhan
Perkawinan di kota-kota besar.
Dengan penyelenggaraan pengajian dan nasihat yang bersifat pribadi
tersebut, dapat ditunjukkan bahwa Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia.
Berdasarkan data terbaru (profil Muhammadiyah)
amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah, merupakan
angka yang cukup fantastis untuk sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi dalam
satu payung organisasi dengan rincian: 1132 Sekolah Dasar , 1769 Madrasah
Ibtidaiyah, 1184 Sekolah Menengah Pertama, 534 Madrasah Tsanawiyah, 511 Sekolah
Menengah Atas, 263 Sekolah Menengah Kejuruan, 172 Madrasah Aliyah, 67 Podok
Pesantren, 55 Akademi, 4 politeknik, 70 Sekolah Tinggi dan 36 Universitas yang tersebar
di seluruh Indonesia.
Total jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah sebanyak itu merupakan
bilangan yang cukup fantastis bagi sebuah organisasi sosial keagamaan
dimanapun. Apabila keberadaan lembaga pendidikan tersebut merupakan
pengejawantahan dari model pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di Muhammadiyah.
Inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan, pemahaman atau ideologi apa
yang diterapkan oleh Muhammadiyah dalam mengurusi lembaga pendidikan yang
sebesar itu. Mungkin langsung timbul sebuah jawaban dari pertanyaan tersebut
tentu saja ideologi Islam yang di gunakan karena Muhammadiyah berasaskan Islam
(AD/ART Muhammadiyah).[3]
Di samping itu juga dari berbagai universitas
dan sekolah tinggi Muhammadiyah di seluruh Indonesia tersebut, setidaknya saat
ini tercatat lebih 300 ribu orang merupakan mahasiswa universitas Muhammadiyah
dan jumlah ini merupakan 10 persen dari jumlah total keseluruhan mahasiswa
Indonesia. “Ini artinya perguruan tinggi
muhammadiyah sudah dipercaya oleh masyarakat luas dan tentunya dinilai
berkualitas”. Katanya
Bahkan menurut Khairul saat ini ada lima universitas Muhammadiyah
di Indonesia yang jumlah mahasiswanya di atas 10 ribu orang dan
untuk Sumatera terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat dengan jumlah
mahasiswa masing-masing 12 ribu dan 10 ribu orang. Sementara untuk pulau Jawa
terdapat di universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan lainnya.
Kharul menambahkan meski Muhammadiyah
organisasi Islam, universitas Muhammadiyah di Indonesia ini tidak hanya
menerima orang-orang yang beragama Islam saja, melainkan juga dari agama
lain.”Sebagai contoh di universitas Muhammadiyah Kupang, jumlah mahasiswa non
muslim mencapai 75 persen lebih”, ujarnya.[4]
Dalam bidang kesehatan, hingga tahun 2000
Muhammadiyah memiliki 30 rumah sakit umum, 13 rumah sakit bersalin, 80 rumah
bersalin, 35 balai kesehatan ibu dan anak, 63 balai pengobatan, 20 poliklinik,
balkesmas dan layanan kesehatan lain. Lalu dalam bidang kesejahteraan sosial
hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti
jompo, 22 baksos, 161 santunan keluarga, 5 panti wreda manula, 13 santunan
wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM. Dalam bidang ekonomi hingga tahun 2000 muhammadiyah memiliki 5 bank
perkreditan rakyat.
Dan sejak di buatnya LP2M dan ITMAM maka
muhammadiyah saat ini memiliki kurang lebih 200 pesantren.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan Islam yang dikembangkan
di lingkungan Muhammadiyah, sebagai bagian dari misi dan agenda pembaharuan
Islam dan modernisasi kehidupan umat. Meskipun Ahmad Dahlan mempunyai latar
belakang pesantren, gagasan pendidikan yang diterapkannya pada
lembaga pendidikan Muhammadiyah sangat dipengaruhi oleh model pendidikan modern
yang diinspirasi oleh sistem pendidikan di sekolah-sekolah Belanda. Ahmad
Dahlan juga mendirikan madrasah muhammadiyah dengan memasukan kedalamnya
pengetahuan umum selain pengetahuan agama.
Sistem pendidikan yang
dikembangkan adalah sintesis antara sistem pendidikan Islam tradisional yang
berbasis di pesantren dan sistem pendidikan modern sehingga menghasilkan
lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang intelek.
B.
Saran
Dengan ucapan alhamdulillah, kami penulis menyampaikan rasa syukur kepada
Allah SWT karena tanpa izin-Nya makalah ini tidak akan tersusun sampai selesai.
Meskipun demikian, penulis belum merasa puas dengan apa yang telah dituliskan
dalam makalah ini, karena penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak
kekurangan disana-sini.
Maka kami mengharapkan betul kritik dan saran dari pembaca sekalian
terhadap makalah ini. Semoga apa yang
penulis sampaikan dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya,
dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djamas, Nurhayati, 2009, Dinamika Pendidikan Islam di
Indonesia Pasca kemerdekaan, Jakarta: RAJAWALI PRES.
Rukiati, Enung K dan Fenti, Hikmawati, 2006, Sejarah
Pendidikan Isla di Indonesia, Bandung: PUSTAKA SETIA.
bikkb@riau.go.id
0 komentar:
Posting Komentar