NPM:
1706821
Jurusan
Tarbiyah Pasca Sarjana IAIN Metro
Pendidikan Agama Islam
ABSTRAK
Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia dan untuk
manusia dengan berbagai perangkat, karakter dan
eksistensinya. Al-Qur`an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan
pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di
dalamnya. Dalam Al-Qur`an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan
pendidikan sangat penting, jika Al-Qur`an dikaji lebih mendalam maka kita akan
menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan
inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.
Pendidikan dalam Al-Qur`an meliputi aspek yang sangat luas. Salah satu komponen
penting yang menghubungkan tindakan dengan tujuan pendidikan adalah metode,
sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali
disampaikan dengan metode yang tepat. Beberapa jenis metode yang digali dan dikembangkan
dari ayat-ayat Al-Qur`an antara lain adalah metode hiwar, ibrah mau`izhah,
amtsal, qishas, tajribah, targhib-tarhib, dan uswatun hasanah.
Kata
Kunci: Metode,
Pendidikan, Al-Qur`an,
A.
Pendahuluan
Al-Qur`an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan
suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun
sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Al-Qur`an, bacaan sempurna lagi mulia itu. Tiada bacaan semacam
Al-Qur`an yang dibaca oleh ratusan juta ribu orang yang tidak mengerti artinya
dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf
oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak. Tiada bacaan melebihi AlQur`an dalam
perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat
demi ayat, baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada
sebab-sebab serta waktu turunnya. Al-Qur`an yang dalam memori kolektif kaum
muslimin sepanjang abad sebagai kalam Allah, yang disebut sebagai “petunjuk bagi
manusia” dan memberikan “penjelasan atas segala sesuatu” sedemikian rupa
sehingga tidak ada sesuatu pun yang ada dalam realitas yang luput dari
penjelasannya.
Bila diasumsikan bahwa kandungan Al-Qur`an bersifat universal,
berarti aktualitas makna tersebut pada tataran kesejarahan meniscayakan dialog
dengan pengalaman manusia dalam konteks waktu. Hal ini juga berlaku dengan
kajian tafsir yang ada pada Al-Qur`an. Tafsir sebagai usaha memahami dan
menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat suci Al-Qur`an telah mengalami
perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai hasil karya umat manusia (umat
Islam). Terjadinya keanekaragaman dalam corak penafsiran adalah hal yang tak
terhindarkan. Berbagai faktor dapat menimbulkan keberagaman ini, misalnya
perbedaan kecenderungan, interest, motivasi mufassir (mufassir adalah orang
yang memberi tafsiran, komentar atau penjelasan)[1],
perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasai,
perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi, dan lain
sebagainya. Tulisan ini bermaksud menguraikan tentang pendidikan dalam AlQur`an
.
Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena
tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan modern
sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan
ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula.
Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa
melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.
Pendidikan dalam Islam tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu
saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education).
Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas
keilmuan dan pengetahuan, tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya
mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut
ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrawi saja
yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan
duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak
tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini. Pendidikan Islam memiliki
karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan
dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang
berbeda dari manusia lainnya.
Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula melalui hal yang
dapat di indra dengan menggunakan pancaindranya sebagai jendela pengetahuan;
selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat di indra kepada yang abstrak, dan
dari yang dapat dilihat kepada yang dapat dipahami. Sebagaimana hal ini
disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Manusia
sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu akal dan hati. Yang dengan dua piranti ini manusia mampu
memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomina yang mampu
untuk ditelaahnya. Karena hanya manusia makhluk yang diberi kelebihan ini.
Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala
sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa
dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan
hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami
fenomenafenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai
implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk
pengejawantahan tugas manusia sebagai khalifah fil ardh.
B.
Al-Qur`an dan Pendidikan
Berbicara tentang Al-Qur`an sesungguhnya adalah juga berbicara
tentang pendidikan yang justru lebih utuh dan mendasar. Jika pendidikan
dimaksudkan adalah untuk membawa anak manusia menjadi lebih sempurna yang
dilakukan secara terus menerus dan tidak mengenal henti, maka Al-Qur`an
sesungguhnya diturunkan ke bumi melalui Muhammad SAW, dimaksudkan memberikan
petunjuk, penjelasan, rahmat, pembeda dan obat bagi manusia agar tidak tersesat
dalam hidupnya. Artinya, dengan AlQur`an menjadi selamat, di dunia dan di
akhirat. Sedemikian erat hubungan antara pendidikan dan Al-Qur`an, maka terasa
tidak mungkin sampai pada sasaran jika berbicara pendidikan tanpa menyinggung
Al-Qur`an. Berbicara pendidikan tanpa Al-Qur`an sama artinya berbicara tentang
membangun manusia tanpa petunjuk dan arah, maka akan mengalami kesesatan. Kalau
pun dilakukan, akan sekedar sampai pada sisisisi artifak, belum menyentuh aspek
laten, yang lebih substantif. Hal itu terlihat seperti yang terjadi pada saat
ini, berbicara pendidikan hanya sampai pada upaya mengantarkan peserta didik
menjadi berpikiran cerdas dan terampil.
Selanjutnya, apakah dengan cerdas dan terampil sekaligus mereka
akan berbudi pekerti luhur, adil, jujur dan peduli pada lingkungan, ternyata
belum tentu. Sebab, kenyataan sehari-hari yang dapat dilihat menunjukkan bahwa
tidak sedikit orang berhasil menjadi pintar lupa akan orang lain dan bahkan
juga lupa pada dirinya sendiri. Seluruh isi Al-Qur`an berbicara tentang
pendidikan.
Surat al-Fatihah yang disebut sebagai induk Al-Qur`an memberikan
tuntutan hidup menyeluruh sekalipun secara garis besar, mengajarkan tentang
kasih sayang, bersyukur, wilayah kehidupan manusia tidak saja di dunia tetapi
juga sampai di akhirat, penguasa kehidupan dan jagat raya ini, perlunya
petunjuk dalam kehidupan, dan kesadaran sejarah. Manusia yang berkualitas atas
dasar ukuran-ukuran kemanusiaan seharusnya memiliki wawasan itu. Pendidikan
dalam Al-Qur`an ternyata meliputi aspek yang amat luas. Mendidik bukan saja
mencerdaskan, melainkan juga melembutkan hati dan menjadikan peserta didik
terampil. Mendidik akan membawa peserta didik tumbuh dengan penampilan, baik
lahir maupun batinnya, secara sempurna.
Melalui pendidikan, maka peserta didik menjadi sadar akan
eksistensinya sebagai manusia yang berketuhanan dan berkemanusiaan sekaligus.
Para peserta didik menjadi seorang yang beriman, berakhlak mulia, beramal saleh
dan mampu menjalani hidup di tengah-tengah masyarakatnya, baik yang terkait
dengan ekonomi, politik, sosial, hukum dan berbudaya. Pendidikan dalam
Al-Qur`an ternyata berdimensi kemanusiaan yang lebih luas, mendasar dan
sempurna.
C.
Manusia dalam Al-Qur`an
Sebagai Makhluk Pendidikan
Kajian masalah pendidikan tidak mungkin dapat terlepas dari pembahasan
tentang objek dan subjek utamanya yaitu kajian tentang manusia. Pembahasan
tentang pendidikan tidak akan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan sempurna
tanpa memahami terlebih dahulu hakikat individu atau manusia itu sendiri secara
utuh. Dengan demikian pembicaraan persoalan-persoalan pendidikan akan
kehilangan arah dan esensinya apabila tidak memahami terlebih dahulu maka dan
hakikat manusia itu sendiri. Manusia diciptakan Allah dilengkapi dengan
berbagai kelengkapan sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sehingga ia dapat menata
kehidupan di muka bumi dengan baik.
Segala kelengkapan itu bersifat potensial. Melalui berbagai tahapan
waktu dan perkembangannya, ia akan sangat bergantung kepada bantuan pihak lain
dalam menggunakan dan mengembangkan potensi itu. Untuk mencapai tahap tertentu
dalam perkembangannya, manusia memerlukan upaya orang lain yang mampu dan rela
memberikan bimbingan ke arah kedewasaan, paling tidak bantuan dari sang ibu.
Upaya itu dapat disebut sebagai proses pendidikan. Oleh karena itu, dalam hal
apapun manusia memerlukan pendidikan.
Potensi yang diberikan Allah kepada manusia tidak akan berkembang dengan
sendirinya secara sempurna tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak lain sekalipun
potensi yang dimilikinya bersifat aktif dan dinamis.
Potensi kemanusiaan itu akan bergerak terus-menerus sesuai dengan
pengaruh yang didatangkan kepadanya. Hanya intensitas pengaruh itu akan sangat
bervariasi sesuai dengan kemauan dan kesempatan yang diperolehnya yang dapat
menentukan pengalaman dan kedewasaan masing-masing. Maka dari itu, manusia
sering disebut sebagai makhluk yang dapat didik dan mendidik atau makhluk
pendidikan.
Memahami manusia sebagai makhluk pendidikan, berarti memahami
manusia sebagai subjek dan objek pendidikan. Pemahaman ini berimplikasi pada
pemahaman tentang keberadaan manusia di muka bumi. Keberadaan manusia adalah
karena karya dan amalnya. Untuk beramal dan berkarya, manusia memiliki potensi
untuk mempengaruhi dan dipengaruhi serta dapat berubah dari satu keadaan kepada
keadaan lain yang lebih baik.[2]
Meyakini akan keberadaan potensi dasar manusia sebagai makhluk yang dapat
mempengaruhi dan dipengaruhi, kemudian untuk melangkah pada upaya mempengaruhi
yang dikenal sebagai proses pendidikan, para pelaku pendidikan harus
mendudukkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali potensi yang sempurna, di
mana kesempurnaannya terletak pada keutuhannya bukan sekedar makhluk biasa.
Oleh karenanya, yang pertamatama harus dilakukan oleh para pelaku pendidikan
adalah memahami dahulu konsep manusia secara utuh, apa dan bagaimana manusia
menurut Sang.[3]
Dalam kaitannya dengan nilai yang merupakan muatan pendidikan,
Al-Qur`an dijadikan sebagai sumber atau materi pendidikan. Berbeda dengan
pandangan ahli pendidikan pada umumnya yang memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai budaya tertentu yang tumbuh secara kumulatif dari
masyarakat di mana pendidikan itu akan berlangsung. Al-Qur`an menetapkan bahwa
nilai yang menjadi dasar pijakan bagi kehidupan manusia tidak terdapat dalam
budaya sebagai hasil rekayasa manusia, melainkan diberikan langsung oleh Tuhan
melalui firman-Nya. Oleh karena itu, pijakan dasar nilai, baik dalam teorisasi
maupun pada implementasi pendidikan Islam, semestinya merujuk ke dalam
Al-Qur`an sebagai sumber pokok ajaran Islam.
Al-Qur`an menjamin bahwa segala sesuatu apapun yang berhubungan
dengan manusia dan makhluk pada umumnya tidak ada yang terlewatkan di dalamnya
termasuk persoalan pendidikan, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
apakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan. (QS, Al-An`am: 38) .
“(Dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al
Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS. An-Nahl: 89) Ini berarti
bahwa dari Al-Qur`an dapat diungkap konsepkonsep mendasar yang mengarahkan dan
membimbing dalam menyusun suatu teori pendidikan. Al-Qur`an mengisyaratkan pula
pentingnya sumber kedua yang menjelaskan lebih rinci makna-makna yang
terkandung Al-Qur`an dn menuntun ke arah operasionalisasi ajaran dalam bentuk
perilaku yang dikehendakinya, yaitu Sunnah dan sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.
Dalam konteks pendidikan dalam Al-Qur`an, Nabi dijadikan sebagai
figur ideal seorang pendidik yang telah membuktikan dirinya sebagai orang yang
mampu merubah perilaku individu-individu bahkan umat yang terkenal memiliki
sifat, karakter dan budaya yang keras dan kasar. Nabi membimbing mereka menjadi
pribadi-pribadi yang shaleh, cerdas, berani dan sejumlah sifat-sifat yang
terpuji lainnya, bahkan pribadi-pribadi itu melahirkan budaya yang tinggi dan
beradab. Dalam pandangan pendidikan upaya Nabi tersebut dikatakan sebagai suatu
upaya tindakan nyata penerapan metode pendidikan yang tepat dan sesuai dengan
sasaran pendidikannya, bukan suatu yang hanya kebetulan, melainkan suatu
tindakan yangdisengaja dan berlandaskan kepada suatu pandangan yang benar
tentang manusia dan nilai-nilai yang diyakininya.[4]
Menetapkan Nabi sebagai
figur ideal bukan hanya pandangan muslim melainkan ditunjukkan Allah sendiri
melalui firmannya: “Dan pada diri
Rasulullah adalah teladan yang baik...” (QS. Al-Ahzab: 21) Pendidikan dalam hal
apapun merupakan implikasi dari pandangan yangberdasarkan tentangmanusia.
Demikian pula pendidikan yang
dilakukan Nabi merupakan implikasi dari pandangan tentang manusia
menurut Al-Qur`an. Karena Nabi merupakan figur nyata dari operasionalisasi nilai
Al-Qur`an, maka pandangannya tentang manusia yang dijadikan dasar oleh Nabi
dalam pendidikannya adalah pandangan Allah Sang Pencipta manusia yang Maha
Mengetahui tentang ciptaan-Nya. Ini merupakan pemaknaan hakikat manusia yang
paling tepat. Dengan demikian dalam sudut pendidikan dapat dipahami apabila
Nabi berhasil menerapkan pendidikannya, karena penerapan pendidikan yang
dilakukan Nabi sesuai dengan sifat dan karakter manusia dalam arti yang
sesungguhnya dan dalam pelaksanaannya berpegang kuat kepada nilai-nilai
Al-Qur`an yang datang dari Pencipta manusia. Pendidikan yang berdasarkan
Al-Qur`an dan Sunnah inilah yang dimaksud dengan Pendidikan Qur`ani.
D.
Konsep Pendidikan dalam Al-Qur`an
Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia dan untuk
manusia dengan berbagai perangkat, karakter dan eksistensinya. Ketiga aspek ini
merupakan landasan ideal pendidikan secara umum, yang kemudian dikembangkan ke
dalam bentuk komponen-komponen pendidikan.
Al-Qur`an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman
hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya.
Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar)
menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan
sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapan pun masanya dan hadir secara
fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang tidak
sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Dalam Al-Qur`an sendiri telah memberi isyarat
bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika Al-Qur`an dikaji lebih
mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang
selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu.
Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam AlQur`an yang berkaitan
dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah,
fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan
memelihara keperluan sosial masyarakat.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu kegiatan
selesai atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin
diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir
(ultimate aims of education).[5]
Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik
setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana
individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan,
juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses
pendidikan.[6]
Pandangan Al-Qur`an tentang pendidikan[7]
dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima Nabi
Muhammad SAW dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 1-5). Iqra, terambil dari akar kata yang berarti
menghimpun.
Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis
maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak
menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Qur`an menghendaki umatnya membaca
apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk
kemanusiaan. Iqra` berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciriciri
sesuatu: bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Alhasil, objek perintah Iqra` mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini bukan sekedar
menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali
mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas
maksimal kemampuan. Dari wahyu pertama AlQur`an diperoleh isyarat bahwa ada dua
cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang
telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar (tanpa pena) yang belum
diketahuinya. Pertama mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara
kedua, dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha dasar manusia. Walaupun
berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT. Setiap pengetahuan
memiliki subjek dan objek.
Secara umum subjek dituntut peranannya untuk memahami objek. Namun
pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang memperkenalkan diri kepada
subjek tanpa usaha sang subjek.
Al-Qur`an mengintroduksikan dirinya sendiri sebagai “pemberi petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. 17:19). Petunjuk-petunjuknya memberi
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun
kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua
bentuk tersebut. Rasulullah SAW, yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima
Al-Qur`an, bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, mensucikan
dan mengajarkan manusia (QS. 67:2).
Mensucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar
tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan
dengan alam metafisika serta fisika.[8]
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian, dan pengajaran tersebut
adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang
ditegaskan oleh Al-Qur`an daam surat Al-Dzariat ayat 56 yang artinya: Aku tidak
menciptakan manusia dan jin kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil
segala aktivitasnya sebagai pengabdian kepada-Ku.[9]
Atas dasar ini, kita dapat berkata bahwa tujuan pendidikan AlQur`an adalah
membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan Allah, atau dengan kata yang lebih singkat dan sering
digunakan oleh Al-Qur`an untuk bertakwa kepada-Nya.
Seperti yang dikemukakan di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh
Al-Qur`an adalah membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba
Allah dan khalifah-Nya. Manusia yang di bina adalah makhluk yang memiliki
unsur-unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Pembinaan
akalnya menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan etika,
sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan keterampilan. Dengan penggabungan
unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan,
dunia dan akhirat, ilmu dan iman, itu sebabnya dalam pendidikan Islam dikenal
istilah adab al-din dan adab al-dunya.[10]
E.
Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an
Salah satu komponen penting yang menghubungkan tindakan dengan
tujuan pendidikan adalah metode, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat
diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode yang tepat. Metode dapat
diartikan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian
tujuan. Alat itu hanya akan dapat efektif bila penggunaannya disesuaikan dengan
fungsi dan kapasitas alat tersebut.[11]
Al-Qur`an mengintroduksikan dirinya sebagai petunjuk bagi manusia dan
mengandung penjelasan-penjelasan atas petunjuk itu serta garis pemisah antara
yang hak dan yang batil. Firman Allah yang artinya: “Pada bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil)...” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Al-Qur`an selain berfungsi
sebagai sumber nilai yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga dapat
dijadikan sebagai sumber dalam melakukan tindakan pendidikan (metode
pendidikan). Metode pendidikan yang seyogianya diterapkan dalam pendidikan
adalah metode-metode yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta karakter
manusia itu sendiri. Dalam konsep ini, pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai
Qur`ani. Demikian pula metode dalam pendidikan Qur`ani adalah metode yang
digali dari nilai-nilai Al-Qur`an. Karakteristik pokok dari metode Qur`ani
terletak pada keutuhannya sebagaimana karakteristik manusia sebagai makhluk
Tuhan yang utuh.
Sebagai ciri khusus dalam metode Qur`ani adalah penyajiannya dapat
menyentuh berbagai aspek kepribadian murid, di mana pesan nilai disajikan
melalui beberapa bentuk penyajian yang dapat menyentuh berbagai ranah (domain)
peserta didik. [12]Beberapa
jenis metode yang digali dan dikembangkan dari ayat-ayat Al-Qur`an antara lain
adalah metode hiwar, ibrah mau`izhah, amtsal, qishas, tajribah, targhib-tarhib,
dan uswatun hasanah. Dan penggunaan metodemetode tersebut dalam prakteknya
tidak dapat dipisah-pisahkan secara ekstrem, karena pendidikan Qur`ani bersifat
integral. Oleh karena itu, metode-metode tersebut akan tampil secara kepastian
pada suatu tindakan pendidikan sesuai dengan kondisi dan situasi, sifat dan
karakter, materi, serta tujuan yang hendak dicapai. Pendidikan dalam Al-Qur`an,
dapat dikembangkan pula berbagai metode lain yang sesuai dengan prinsip dan
tujuan pendidikan serta sifat dari materi pendidikannya. Karena itu, konsep
pendidikan dalam Al-Qur`an bersifat terbuka dan adaptif terhadap konsep lain
yang selaras dengan prinsipprinsip dasar Al-Qur`an tentang pendidikan.[13]
F.
Penutup
Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena
tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan modern
sulit untuk diwujudkan. Al-Qur`an telah berkali-kali menjelaskan akan
pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan
menjadi sengsara. Tidak hanya itu, Al-Qur`an bahkan memosisikan manusia yang
memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi.
Manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung
jawab menjadi khalifah fil ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk
dari ta’abbud-nya kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok
dari penciptaan manusia, sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara
alam semesta ini.
Pendidikan dalam Al-Qur`an ternyata meliputi aspek yang amat luas.
Mendidik bukan saja mencerdaskan, melainkan juga melembutkan hati dan
menjadikan peserta didik terampil. Mendidik akan membawa peserta didik tumbuh
dengan penampilan, baik lahir maupun batinnya, secara sempurna. Seluruh isi Al-Qur`an
berbicara tentang pendidikan. Surat al-Fatihah yang disebut sebagai induk
Al-Qur`an memberikan tuntutan hidup menyeluruh sekalipun secara garis besar,
mengajarkan tentang kasih sayang, bersyukur, wilayah kehidupan manusia tidak
saja di dunia tetapi juga sampai di akhirat, penguasa kehidupan dan jagat raya
ini, perlunya petunjuk dalam kehidupan, dan kesadaran sejarah.
Al-Qur`an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman
hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Salah
satu komponen penting yang menghubungkan tindakan dengan tujuan pendidikan
adalah metode, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima dengan baik
kecuali disampaikan dengan metode yang tepat. Beberapa jenis metode yang digali
dan dikembangkan dari ayatayat Al-Qur`an antara lain adalah metode hiwar, ibrah
mau`izhah, amtsal, qishas, tajribah, targhib-tarhib, dan uswatun hasanah. Dan
penggunaan metode-metode tersebut dalam prakteknya tidak dapat dipisah-pisahkan
secara ekstrem, karena pendidikan Qur`ani bersifat integral.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an, Bandung:
Alfabeta. Tafsir, 1992.
Al-Attas, An Naquib. 1998.
Al-Munawwar
Aqil Said Husein, “Konsep Pendidikan Dalam Islam”, Bandung Mizan.2005.
Akyuni, Qurrata,Assets of Interpretation When Abdullah bin Umar in
the Interpretation of the Quran, Jurnal Ilmiah Peuradeun, Vol. 1, No. 2,
May, 2013.
Budiman, M. Natsir, “Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani”: Dalam Sistem
Pendidikan Islam,Ciputat, Ciputat Press.. 2001.
Filsafat
Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta.
Habib
Zainal,“Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur`an”, Jakarta: Madani Press.2007. Hasan,“Islamisasi Sains”, UIN-Malang Press.
Malang. Langgulung,1980.
H.A.R.,Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung Tilaar,. 2004.
Menelusuri
Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an
Muhaimin,”Asas-asas
Pendidikan Islam”, Jakarta: Pustaka Al-Husna. 2002.
Nirwana,
A.,”Paradigma Baru Pendidikan Islam”, Bandung: Rosda Karya. 2013.
Shihab, M. Quraish,Implikasi Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan
Islam, Jurnal Ilmiah Peuradeun, Vol. 1, No. 3, September 2013. 1994.
_______,
Membumikan Al-Qur`an`an, cet, VII
Bandung: Mizan. 1998.
Syahidin,Wawasan
Al-Qur`an, cet. VIII Bandung: Mizan.2009.
Transformasi
Pendidikan Nasional, Jakarta: Grasindo. 2003.
Yusuf
al-Hajj,Ahmad,Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Zainuddin,M.,Al-Qur’an
Kitab Sains dan Medis, terj. Kamran Asad Irsyadi, Jakarta: Grafindo Khazanah
Ilmu.. 2006.
[1][1]Lihat Kamus Al-Munawwir dari A.W. Munawwir edisi kedua cetakan ke
25 tahun 2002, hal. 1055.Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[2]Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hal. 24 Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[3]3 Ibid, hal. 25
[4]Ibid, hal. 26-27 Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[5]Muhaimin, Paradigma Baru Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya,
2002), hal 34Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[6]Hasan
Langgulung, Asas-asas Pendidikann Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1980),
hal. 12Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[7]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur`an, cet. VIII (Bandung: Mizan,
1998), hal. 433-437 Vol. 2, No. 01, Januari 2014
[8]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, ,cet, VII (Bandung: Mizan, 1994), hal. 172Vol. 2, No.
01, Januari 2014
[10]Ibid, hal. 173
[12]M. Natsir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur`an (Jakarta:
Madani Press, 2001), hal. 45 Vol. 2, No.
01, Januari 2014
0 komentar:
Posting Komentar