Beranda

Selasa, 02 April 2019

URGENSI ASBABUN NUZUL DALAM MEMAHAMI AYAT-AYAT PENDIDIKAN

Oleh:
Sri Lestari (1706811)
Jurusan Tarbiyah Pasca Sarjana IAIN Metro

Pendidikan Agama Islam

Abstrak
Dalam konteks pendidikan Islam, Al-Qur’an merupakan sumber rujukan pertama. Upaya memahami ayat pendidikan melalui upaya penafsiran memerlukan yang valid dan sistematis. Salah satu aspek penting dalam penafsiran ayat pendidikan adalah pemahaman yang mengenai asbab an-nuzul (sebab turunya ayat al-Qur’an). Pemahaman yang mengenai asbab an-nuzul berfungsi tidak hanya mengeksplorasi sebuah peristiwa yang melatarbelakangi ayat itu turun, akan tetapi dapat pula dijadikan sebagai proyeksi kejadian ketika ayat itu turun dengan situasi atau konsep yang diajukan untuk dipahami melalui ayat  al-Qur’an.

Kata Kunci: Al-Qur’an, asbab an-nuzul, pendidikan

A.    PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus diImani dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah mereka laksanakan sejak nabi Muhammad SAW masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini.
Dengan kata lain upaya tersebut telah dilaksanakan sejak Al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Mengenai kata asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu telah masuk ruang lingkup sejarah, diantara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam memberikan arti ayat-ayat Al-Qur’an. 
Asbabun Nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Al-Qur’an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbabun Nuul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan Allah SWT. kepada Muhammad SAW. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki aqidah, ibadah,akhlak, dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Sebab Al-Nuzul dapat di bagi kepada Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunya satu).

B.     PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL

Secara etimologis, kata Asbabun-nuzul terdiri dari kata asbab dan an-nuzul. kata asbab (bentuk plural dari kata sabab) yang mempunyai arti latar belakang, alasan atau sebab/illat, sedangkan kata nazala yang berarti turun.[1]
Asbab Al-Nuzul berasal dari asbab bentuk kata jamak dari sebab yang secara bahasa artinya adalah segala sesuatu yang dengannya sampai kepada yang lainnya. Sedangkan kata nuzul adalah masdar dari kata nazala yang secara bahasa artinya adalah turun atau penurunan.[2] Penurunan di sini berkaiatan dengan penurunan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW berupa ayat-ayat yang terkumpul dalam Al-Qur’an.
Menurut Al-Ghazali nuzul adalah perpindahan sesuatu dari posisi tertinggi ke posisi yang rendah. Dengan demikian asbab al-nuzul adalah suatu konsep, teori, atau berita tentang sebab-sebab turunya wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, baik berupa satu ayat maupun rangkaian ayat. Para ulama berpendapat bahwa berkaitan dengan latar belakang turunnya, ayat-ayat Al-Qur’an turun dengan dua cara yaitu Pertama, ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah tanpa suatu sebab atau peristiwa tertentu yang melatar belakngi. Kedua, ayat-ayat yang diturunkan karena dilatar belakangi oleh peristiwa tertentu. Berbagai hal yang menjadi sebab turunnya ayat inilah yang kemudian disebut asbab al-nuzul.
Asbab al-nuzul dapat didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan, asbab al-nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat Al-Qur’an. [3] 
Dipandang dari segi peristiwa nuzulnya, ayat Al-Qur’an ada dua macam. Pertama, ayat diturunkan tanpa ada keterkaitannya dengan sebab tertentu, semata-mata sebagai hidayah bagi manusia. Kedua,  ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan lantaran adanya sebab atau kasus tertentu. Misalnya pertanyaan yang diajukan oleh umat Islam atau bukan Muslim kepada Rasulullah SAW. atau adanya kasus tertentu yang memerlukan jawaban sebagai sikap Syariat Islam terhadap kasus tertentu. Ayat-ayat macam inilah yang dibahas dalam kaitanya dengan pembicaraan Asbab Nuzul.
Para pakar ilmu-ilmu Al-Qur’an, misalnya Syekh Abd Al-‘Azhim Al-Zarqaniy dalam Manahil Al-Irfan-nya mendefinisikan Asbab Nuzul atau Sabab Nuzul sebagai kasus atau sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya dengan turunnya ayat, atau ayat-ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat terjadinya kasus.
Kasus yang dimaksud dalam definisi di atas, tentu saja, terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Demikian juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Setelah terjadinya kasus tertentu atau pertanyaan tertentu yang diajukan kepada Rasulullah SAW. kemudian turun satu atau beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hukum kasus yang terjadi atau menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW. hakikatnya, Rasulullah hanyalah pembawa risalah. Beliau tidak memegang otoritas untuk menetapkan suatu hukum syariat. Hukum itu sendiri datang dari Allah SWT. melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat jibril. [4]
Ada tiga definisi yang dikemukakan oleh ahli tafsir tentang Asbabun Nuzul yaitu:
1.      Suatu peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat.
2.      Peristiwa-peristiwapada masa ayat Al-Qur’an itu diturunkan (yaitu dalam waktu 23 tahun), baik peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat diturunkan.
3.      Peristiwa yang dicakup oleh suatu ayat, baik pada waktu 23 tahun itu maupun yang terjadi sebelum atau sesudahnya.
Pengertian ketiga ini memberikan indikasi bahwa sebab turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Satu ayat atau beberapa ayat yang turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu.[5]
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, adapun redaksi pendefinisian mereka berbeda-beda, namun hal itu menyimpulkan bahwa Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunya ayat sebagai jawaban atau penjelasan suatu hukum yang diturunkan saat terjadinya peristiwa, yang Asbab an-Nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkan suatu ayat.
Ada juga yang berpendapat Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang sebabnya turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa itu. Yakni, suatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW. atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi, dan turunlah satu atau beberapa ayat dari Allah SWT. yang berhubungan dengan kejadian itu atau dengan jawaban pertanyaan itu. Baik peristiwa pertengkaran ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Jadi, pengertian Asbabun Nuzul adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan. Makna Asbabun Nuzul secara lengkap yaitu suatu kejadian yang karenanya diturunkan ayat Al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya dihari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana, yang di dalam suasana itu Al-Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran suatu hikmah.    
Untuk mengetahui Asbabul Nuzul haruslah berdasarkan periwayatnya yang shahih, sebab berdasarkan periwayatnya yang shahih dapat diketahui latar belakang turunnya ayat.
Ayat Al-Qur’an memang tidak semuanya didahului oleh sebab kemunculan atau turunnya. Oleh karena iu kita semua harus mengetahui bagaimana contoh ayat yang tidak didahului oleh sebab dalam kemunculan atau turunnya ayat tersebut. Agar kita mengetahui bagaimana sebab-sebab munculnya ayat tersebut.  
Ada beberapa contoh sebab-sebab turunnya Al-Qur’an adalah:
1.      Ayat-ayat yang Turun dengan didahului suatu sebab.
Dalam hal ini ayat-ayat tasyri’iyyah atau ayat-ayat hukum merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab turunnya. Jarang atau sedikit sekali ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turnunnya ayat itu adakalanya berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam atau dari kalangan lainya yang ditunjukan kepada Nabi. Contoh ayat yang turun karena ada suatu peristiwa, ialah surat Al-Baqarah ayat 221. Turunya ayat tersebut adalah karena ada peristiwa sebagai berikut. 
“Nabi mengutus Murtsid al-Ghanawi ke mekkah untuk tugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah. Setelah ia sampai di sana, ia dirayu oleh seorang wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi ia menolak, karena takut kepada Allah. Kemudian wanita tersebut datang lagi dan agar dikawini. Murtsid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi dengan syarat setelah mendapat persetujuan dari Nabi. Setelah dia kembali ke Madinah, dia menerangkan kasus yang dihadapi dan minta izin kepada Nabi untuk menikah dengan wanita itu”. Maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 221: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyri, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik dari pada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik dari pada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya keapada manusia agar mereka mengambil pelajaran.[6]
2.      Ayat-ayat yang Turun Tanpa Didahului sesuatu sebab.
Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat di dalam Al-Qur’an, sedang jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat hukum yang mempunyai Asbabun Nuzul. Misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal-ihwal umat-umat terdahulu berserta para Nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lalu, atau menceritakan hal-hal yang ghaib, yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari kiama beserta nikmat surga dan siksaan neraka.
Ayat-ayat demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapan terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia, agar menempuh jalan yang lurus. Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Namun demikian, ada juga ayat-ayat tentang kisah yang diturunkan karena ada sebab. Tetapi semacam ini sedikit sekali. Misalnya turunnya surat Yusuf, seluruhnya adalah karena ada keinginan yang serius dari pada sahabat yang disampaikan kepada Nabi, agar Nabi berkenan bercerita yang mengandung pelajaran dan peringatan. Surat Yusuf tersebut diturunkan oleh Allah secara lengkap (mulai ayat satu hingga akhir).    

C.    Fungsi dan Manfaat mengetahui Asbab Nuzul

Adapun fungsi penting Asbabun Nuzul yaitu:
1.      Fungsi Mengetahui Asbab Nuzul
Pentingnya mempelajari dan mengetahui Asbab Nuzul adalah untuk memahami ayat Al-Qur’an, atau sekedar memahami maksud ayat tersebut. Dalam uraian yang lebih rinci Az-Zarqoni mengemukakan urgensi sebab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
a.       Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT. bukan buatan manusia.
b.      Dapat mengetahui rahasia dan tujuan secara khusus mensyari’atkan agama-Nya lewat Al-Qur’an.
c.       Dapat membantu seseorang dalam memahami ayat dan menghindari kesulitan.
d.      Dapat mengkhususkan hukum pada sebab.
e.       Dapat mengetahui ayat-ayat tertentu yang turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
f.       Dapat mempermudah orang-orang yang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an  serta memperkuat keberadaan wahyu Allah dalam ingatan seseorang yang mendengarnya jika yang mendengarnya itu mengetahui sebab turunnya ayat.[7]
2.      Manfaat mengetahui Asbab Nuzul
Menurut sebagian ulama ada beberapa manfaat mengetahui dan memahami Asbabun Nuzul. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah:
a.       Ibnu Al-Daqiq (w. 702 H)
Ibnu Al-Daqiq menyatakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul ayat merupakan metode yang utama dalam memahami pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an.
b.      Ibnu Taimiyah (w. 726 H)
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul akan membantu dalam memahami ayat Al-Qur’an, karena mengetahui sebab berarti juga mengetahui musabab.
c.       Al-Wahidi (w. 427 H)
Al-Wahidi menyatakan sebagaimana dikutip oleh As-Suyuthi bahwa tidak mungkin seseorang dapat menafsirkan suatu ayat tanpa mengetahui sejarah turunnya dan latar belakang masalahnya.[8] 

D.    Macam-macam Asbab Al-Nuzul

1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbabun Nuzul yaitu:
a)      Sharih (Jelas/Pasti)
Sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan Asbabun Nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya.[9] 
Redaksi yang sharih atau jelas, apabila perawi mengatakan “sebab turun ayat ini...bila perawi mengatakan dengan huruf fa Ta’qibiyah” (maka datanglah sesudah itu) maka yang masuk materi nuzul ayat sesudah dia menerangkan kejadian atau dia menyebut suatu pernyataan yang dikemukakan kepada Rasul, seperti ia mengatakan: “Telah terjadi begini. Atau telah dinyatakan kepada Nabi SAW, tentang hal ini maka turunlah ayat ini.” Maka demikian itu merupakn nash yang nyata dalam menerangkan sebab.
b)      Muhtamilah (Tidak Pasti / kemungkinan)
Mengenai sumber yang dijelsakan dengan kemungkinan / tidak pasti mengenai sebab nuzul ayat oleh para perawi atau dalam riwayat.
Ungkapan-ungkapan yang dipakai oleh perawi mengenai sumber yang dijelaskan dengan kemungkinan atau tidak pasti mengenai sebab nuzul ayat oleh para perawi atau dalam riwayat. Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan berkata: “Telah terkenal dari kebiasaan sahabat dan tabi’in bahwa apabila mereka mengatakan:”ayat ini berkenaan dengan...” maka maksud beliau-beliau itu adalah menerangkan bahwa ayat itu mengandung hukum itu, bukan menyatakan sebab nuzulnya.
2.      Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu Ayat atau berbilangnya Ayat untuk Asbabun nuzul yaitu:
a)      Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu Ayat (Ta’adud As-Sabab wa Nazil Al-Wahid).
Terkadang dalam sebuah ayat dapat memiliki riwayat yang lebih dari satu yang dijelaskan oleh para perawi. Maka para ulama menemukan cara-cara sebagai berikut:
1.      Tidak mempersalahkanya
2.      Mengambil versi riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi sharih
3.      Mengambil versi riwayat yang sahih (valid)
Adapun contohnya berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat yaitu: diriwayatkan oleh al-baihaqi dan al-Bazzar dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW berdiri disisi jenazah Hamzah yang sudah dicincang pleh orang Quraisy dalam peperangan uhud seraya berkata: Demi Allah akan kubunuh 70 orang diantara mereka sebagai gantimu. Tidak lama kemudian datanglah jibril, sedang Nabi masih berdiri di situ menurunkan ayat-ayat terakhir surat An-Nahl yang berbunyi: “Dan jika kalian membalas siksaan mereka, maka siksalah mereka dengan siksaan yang seimbang yang ditimpakan atas kalian....”Akan tetapi ada riwayat lain dari at-Turmudzi dan al-Hakim dari Ubay bin Ka’ab: “Tatkala perang uhud, gugurlah dari anshar 64 dan muhajirin 6 orang diantaranya Hamzah. Musuh mencincang tubuhnya, karena itu berkatalah orang anshar.
b)      Variasi Ayat untuk Satu Sebab (Ta’adud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid)
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenan dengan satu peristiwa.
Adapun contohnya suatu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedang antara yang satu dengan yang lain berselang lama ialah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabarany dan Ibnu Mardawih dari Ibnu Abbas berkata: “Bahwasanya Rasulullah SAW. duduk dibawah naungan pohon. Maka bersabdalah beliau: “sesungguhnya akan datang kepadamu dengan dua mata setan. Maka apabila datang, janganlah kamu berbicara dengan dia. “ Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki yang biru matanya. Maka Rasulullah memanggilnya dengan dan berkata:”Mengapa kamu dan sahabat-sahabatmu memaki aku.” Orang itu kemudian datang membawa teman-temanya. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak memaki Nabi. Terus-menerus mereka mengatakan demikian sehingga Nabi memaafkan mereka, maka Allah menurunkan ayat yang berbunyi: ”Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu), padahal mereka telah zhahirkan (menyatakan) kalimat kufur dan telah kufur kembali sesudah mereka Islam dan berkeinginan untuk mengerjakan apa yang mereka tidak bisa mendapati, dan mereka tidak benci, melainkan Allah dan Rasul-Nya mengayakan mereka dengan karunia-Nya. Tetapi jika mereka tobat adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, Allah akan azab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat, dan tidak ada bagi mereka pembantu di bumi dan tidak ada penolong” (QS: At-Taubah: 74)
Dan Al-Hakim meriwayatkan hadits ini dengan membawakan lafal di atasdan mengatakan: Maka Allah menurunkan ayat yang berbunyi “Ingatlah hari ketika mereka dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi”. (QS. Al-Mujadalah: 18-19).[10]  

E.     Hikmah mengetahui Asbab Nuzul dari aspek pendidikan dan pembelajaran

Ilmu tentang Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap bidang penafsiran Al-Qur’an. Hal ini karena, pengetahuan mengenainya membantu seseorang memahami ayat dengan lebih baik. Sahabat-sahabat Nabi sendiri akan bertindak mendahulukan pendapat sahabat mereka yang mengetahui sebab-sebab turunya ayat, berbanding pendapat sahabat yang tidak menegtahuinya.
Imam Al-Wahidi dengan tegas menyatakan pendirinya yaitu: “Tidak mungkin seseorag mengetahui tafsir dari sesuatu ayat tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan sekitar turunnya ayat tersebut”.
Imam Ibnu Daqiq ai-Aid berkata bahwa penjelasan asbabun nuzul adalah jalan paling baik dalam memahami makna-makan Al-Qur’an.
Imam As-Syathibi menyatakan bahwa mengetahui asbabun nuzul wajib bagi orang yang ingin mengetahui ilmu Al-Qur’an.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa mengetahui asbabun nuzul akan membantu untuk memahami ayat Al-Qur’an, karena ilmu tentang asbabun nuzul akan membawa kepada ilmu musabab (ayat Al-Qur’an yang diturunkan berkaitan dengan sebab itu). Ini berarti dengan mengetahui sebab sesuatu ayat yang diturunkan, akan membawa kepada pengetahuan mengenai akibat. Contohnya firman Allah, (QS. Ali-Imran: 188) yang artinya: “Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang pedih.
Berdasarkan ayat ini, setiap orang yang gembira dengan apa yang dikerjakannya dan suka dipuji terhadap apa yang belum dikerjakannya akan disiksa, maka semua orang pasti menerima azab. Isi kandungan ayat ini tidak dapat difahami sehingga Ibnu Abbas r.a.  menjelaskan bahwa ayat itu diturunkan kepada kaum Yahudi ketika mereka oleh Nabi SAW. tentang sesuatu tetapi mereka menyembunyikannya, dan memberitahukan perkara lain kepada Rasulullah dengan keadaan mereka memperlihatkan telah memberitahukan sesuatu kepada Nabi dengan niat supaya mendapat pujian daripada baginda. Hal ini memperlihatkan bahwa pengetahuan tentang Asbabun Nuzul membantu kefahaman ayat dengan lebih jelas.[11]  

F.     KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya Al-Qur’an mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah mempelajarinya. Al-Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah salah satu kitab Allah yang paling sempurna diantara kitab suci yang lain. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui beberapa cara yang mana dalam penurunan Al-Qur’an itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur atau bertahap. Di dalam penurunan ayat Al-Qur’an itu ada yang turun dengan didahului suatu sebab yang di sebut dengan Asbabun Nuzul dan ada pula ayat yang turun tanpa di dahului oleh sebab.
Turunnya ayat Al-Qur’an kita kenal dengan istilah Nuzulul Qur’an yang sebagian orang diperingati pada tanggal 17 bulan Ramadhan. Sebagai kalamullah sudah sepantasnyalah kita mencintai, memelihara, mempelajari nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an, dengan cara banyak membaca Al-Qur’an serta mengamalkan nilai yang ada didalamnya.
Maka untuk itu marilah kita bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci kita yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

G.    DAFTAR PUSTAKA
Abu Anwar, Ulumul Qur’an,  Pekan Baru: Amzah, 2012.
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011.
Al Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, Surabaya:  Pustaka Progresif, 1997.
Al-Qur’an Terjemah  Jakarta: PT  Insan  Media Pustaka, 2012.
Ibnu Manzur, Lisan Al-Arab (Mesir: Dar al Mishriyah, 1986.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2009.
Rosihon Anwar, Ulum Qur’an,  (Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Yusuf Qaradawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an,  Jakarta: Gema Insani Press, 1999.




[1]. Al Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya:  Pustaka Progresif, 1997), h. 602.
[2]. Ibnu Manzur, Lisan Al-Arab (Mesir: Dar al Mishriyah, 1986), h. 458.
[3]. Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2009), h. 107.
[4]. Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011) , h. 34.
[5].  Abu Anwar, Ulumul Qur’an,  (Pekan Baru: Amzah, 2012), h. 29-30.
[6]. Al-Qur’an Terjemah  (Jakarta: PT  Insan  Media Pustaka, 2012) : Surat Al-Baqarah  ayat : 221.
[7]. Abu Anwar, Ulumul Qur’an,  h. 37-41.
[8].  Ibid,  h. 35.
[9] . Rosihon Anwar, Ulum Qur’an,  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 60.
[10] . Al-Qur’an Terjemah  (Jakarta: PT  Insan  Media Pustaka, 2012) : Surat Al-Mujadalah ayat: 18-19.

[11] . Yusuf Qaradawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an,  (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 360.

0 komentar:

Posting Komentar