BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah
satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya
rata-rata prestasi belajar. Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam
pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak menempatkan
peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita
kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata
pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh, kreatif, objektif
dan logis, yang mana belum memanfaatkan quantumlearning
sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang
memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Dengan
adanya masalah diatas, makalah ini akan membahas tentang “Konsep Belajar,
Mengajar, dan Pembelajaran”. Makalah ini terdapat beberapa revisi mengenai
penggunaan kata-kata, penyusnan kalimat, sistematika penulisan yang baku serta
penyempurnaan materi yang diambil dari beberapa ahli dan ayat-ayat Al-qur’an
yang terkait.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
antara lain:
1. Apa pengertian belajar dan mengajar?
2. Apa saja konsep belajar mengajar?
3. Apa strategi pembelajaran?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian belajar,
mengajar dan pembelajaran.
2. Untuk mengetahui konsep belajar
mengajar.
3. Untuk mengetahui konsep strategi
pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Bila
terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal itu
kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada
yang mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya, jika ada yang mengajarnya tentu
ada yang belajar. Jika sudah terjadi suatu proses atau saling berinteraksi
antara yang mengajar dengan yang belajar, maka hal ini sebenarnya berada pada
suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing
pihak berada dalam suasana belajar. Jadi seorang guru walaupun dipahami sebagai
pengajar, tetapi sebenarnya secara tidak langsung, guru juga sedang melakukan
belajar.
Perlu
ditegaskan bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses
belajar-mengajar, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak
disadari. Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang
pada umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran
atau hasil belajar. Tetapi agar memperoleh hasil yang optimal, proses
belajar-mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja, serta terorganisasi
secara baik.[1]
Dalam kehidupan manusia selalu penuh dengan kegiatan yang dilakukan
dengan secara sengaja ataupun tidak, terencana ataupun tidak, semua itu
menimbulkan suatu pengalaman hidup yang pada dasarnya adalah hasil belajar.
Untuk lebih mempermudah membahas kajian selanjutnya maka dalam tulisan ini
penulis mengulas tentang belajar dalam perspektif Islam seperti yang tertera
dalam Al-qur’an berkaitan dengan belajar.[2]Dalam
beberapa ayat al-Qur’an yang secara eksplisit ataupu implisit mewajibkan orang
untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan sebagaimana firman Allah Swt:
...ۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا
يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩
“......"Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (QS.Az-Zumar: 9)[3]
وَلَا تَقۡفُ مَا
لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ
أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسُۡٔولٗا ٣٦
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)[4]
Proses belajar dan mengajar sebenarnya telah terjadi sejak
diciptakannya Adam, sebagai manusia pertama di bumi. Allah berfirman:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
فَقَالَ أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ
سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُٱلۡحَكِيمُ
٣٢ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم
بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ٣٣
Artinya:
“31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!
32. Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana"
33. Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah: 31-33)[5]
Proses belajar yang telah dilakukan oleh Adam, sebenarnya juga
terjadi dalam generasi-generasi manusia setelah Adam. Sejak kecil manusia
dengan indera penglihatannya mampu mengamati benda, yaitu bahwa setiap benda
mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan beberapa karakteristik, tetapi
pemahaman ini tidaklah menjadi sempurna, tanpa adanya latihan yang terus menerus.
Maka disinilah proses belajar menempati fungsi urgennya untuk menyempurnakan
pemahaman manusia.
Kemampuan bahasa yang dimiliki manusia rupanya sangat membantu untuk
mempercepat pembentukan berbagai konsepsi dalam rangka membantu proses berfikir
dan dalam mempelajari serta menelaah berbagai informasi baru. Dengan kemampuan
berfikir manusia pada akhirnya mampu menganalisa, mengkomposisikan,
membandingkan, menemukan, dan merumuskan. Maka dengan demikian sangatlah wajar
jika ayat pertama yang diturunkan Allah kata “Iqra”yang artinya membaca.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١
“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS-Al-Alaq:1)[6]
Ayat tersebut mengisyaratkan pula akan karunia yang diberikan Allah
kepada manusia dengan diciptakannya kemampuan untuk mempelajari bahasa, bacaan,
tulisan, dan pengetauhan.
Didalam
proses belajar-mengajar, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek belajar.
Dalam hal ini, seorang guru dituntut adanya profil kualifikasi tertentu,
seperti pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi
agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Untuk
itu, para Ilmuan kemudian mengembangkan berbagai pengetahuan, misalnya;
psikologi pendidikan model mengajar, pengelolaan pengajaran dan ilmu-ilmu lain
yang dapat menunjang proses belajar-mengajar itu.
1.
Makna Belajar
Usaha
pemahaman mengenai makna belajar ini, akan diawali dengan mengemukakan beberapa
definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi menurut para ahli tentang
belajar yang dapat diuraikan sebagai berikut.
Thorndike (Winkel). Mengemukaka bahwa inti belajar adalah membentuk
asosiasi-asosiasi antara perangsang (stimulus) yang mengenai organisme melalui
sistem susunan saraf dan reaksi (respon) yang diberikan oleh organisme itu
terhadap perangsang tersebut.[7]Thorndike
yakni bahwa ikatan antar suatu perangsang dan suatu reaksi juga merupakan suatu
pola dasar dalam belajar yang berlangsung pada seseorang, meskipun tidak
seluruh gejala belajar didasarkan pada belajar asosiatif. Dalam proses belajar
Thorndike menggunakann prinsip dilakukan hal yang mendatangkan rasa senang dan
dihindari kegiatan serta keadaan yang tidak menyenangkan.
Menurut Watson yang dikutip
oleh Saidi Hardjo, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur.[8]
Walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang
tidak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam benak peserta didik itu penting, namun semua itu
tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diamati”
Cronbach
berpendapat bahwa belajar (learning) is show by a change in behavior as a result
of experience. Hal ini bisa di terjemahkan bahwa belajar adalah pertunjukan
dalam perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman.
Selanjutnya,
Harold Spear berpendapat learning is
shown by shown by observe, to read, to imitate, to try something themselves, to
listen, to follow direction. Maksudnya adalah belajar merupakan suatu
tindakan dengan cara mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu secara
mandiri, mendengarkan dan mematuhi peraturan.
Geoch
pun mengatakan bahwa learning is a change
in performance as a result of practice. Maksudnya yang dinamakan belajar
adalah suatu yang menyebabkan perubahan yang mana merupakan hasil dari latihan.
Selanjutnya
ada yang mendefinisikan “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang
dimaksudkan belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian harga diri, minat, watak, dan
penyesuaian diri. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju keperkembangan pribadi
manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut
tiga unsur (cipta, rasa dan karsa) dan tiga ranah (kognitif, afektif dan
psikomotor). [9]
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis menarik benang
merah dari definisi-definisi diatas, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan individu-individu, dimana dari
aktivitas tersebut dapat menumbuhkan sebuah hasil yang bisa mempengaruhi
pemikiran, sikap dan kepribadian dari individu-individu tersebut.
Benyamin.
S. Bloom membagi belajar kedalam tiga ranah/matra, diantaranya; ranah kognitif,
ranah afektif dan ranah psikomotorik. Masing-masing dari ranah-ranah (domain) ini di rinci lagi menjadi
beberapa jangkauan kemampuan (level of
competence). Diantara rincian tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Cognitif Domaian (ilmu pengetahuan)
1) Knowledge
(pengetahuan, ingatan)
2) Comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh)
3) Analysis
(menguraikan, menentukan hubungan)
4) Syntesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru)
5) Evaluation
(menilai)
6) Application
(menerapkan)
Contoh:
Siswa
dapat menjelaskan tentang masalah-masalah uraian dari suatu bidang mata
pelajaran tertentu dan juga mampu mengembangkan dari pertopik yang ada.
b. Affective Domain (sikap moral dan tingkah laku)
1)
Receiving (sikap
menerima)
2)
Responding (memberikan
respon/tanggapan)
3)
Valuing (nilai)
4)
Organization
(organisasi)
5)
Characterization (karakteristik)
Contoh:
Siswa
datang tepat waktu, siswa dapat bekerjasama, melakukan sesuatu dengan benar dan
penuh dengan rasa kesadaran.
c. Psychomotor Domain (keterampilan)
1) Intiatory
level
2) Pre-totine
level
3) Rountinized
level
Contoh:
Siswa
dapat melakukan keterampilan dengan benar dan sesuai dengan yang dicontohkan.[10]
Target
jangkauan mengenai pencapaian level sebagaimana yang diajarkan pada tiap-tiap
ranah/domain diatas, harus sesuai dengan tujuan dari pembelajaran dan tidak harus
mencapai level yang tertinggi.
Untuk
melengkapai pengertian mengenai makna belajar, perlu kiranya dikemukakan
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Dalam hal ini ada beberapa
prinsip yang penting untuk diketahui, antara lain:
a. Belajar pada hakikatnya menyangkut
potensi manusiawi dan kelakuannya.
b. Belajar memerlukan proses dan
penahapannya serta kematangan dari para siswa.
c. Belajar akan lebiih mantap dan efektif,
bila didorong motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivation. Lain halnya
belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita.
d. Dalam banyak hal, belajar merupakan
proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning (pembiasaan).
e. Kemampuan belajar seorang siswa harus
diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pembelajaran.
f. Belajar dapat dilakukan dengan tiga
cara: 1) diajarkan secara langsung; 2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman
langsung (seperti anak belajar berbicara, sopan santun, dan lain-lain); 3)
pengenalan atau peniruan.
g. belajar melalui praktik atau mengalami
secara langsung akan lebih efektif, mampu membina sikap, keterampilan, cara
berfikir kritis dan lain-lain.
h. Perkembangan pengalaman siswa akan
banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.
i.
Bahan
pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari,
daripada bahan yang kurang bermakna.
j.
Informasi
tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan siswa, akan
membantu kelancaran dan gairah belajar.
k. Belajar sedapat mungkin diubah kedalam
bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya
atau mengalaminya sendiri.[11]
2.
Tujuan Belajar
Dalam
mencapai tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi)
belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar
diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sitem lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar.
Jika
ditinjau secra umum, maka tujuan belajar ada tiga:
a. Untuk mendapatkan pengetahuan
b. Penanaman konsep dan keterampilan
c. Pembentukan sikap
B.
Pengertian Mengajar
Mengajar
pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.
Jika belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Disamping itu ada beberapa definisi lain yang dirumuskan secara rinci dan
tampak beringkat.
Menurut
Sardiman, mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Maksudnya
mengajar memiliki tujuan bahwa siswa yang belajar untuk mendapatkan atau
menguasai pengetahuan.[12]
Selanjutnya
Ia pun menambahkan bahwa hasil dari pengajaran dikatakan sukses apabila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hasil itu tahan lama dan dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan siswa. Dalam hal ini, guru akan senantiasa menjadi
pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian.
2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli
atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa
merupakan bagian dari kepribadian diri dari setiap siswa yang mana tidak dapat
dipisahkan, sehingga akan mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu
permasalahan. Sebab pengetahuan itu dinyatakan dan penuh makna bagi dirinya.
Dalam
hubungan ini, ada rumusan lain mengenai pengertian mengajar yang dikemukakan
oleh Sardiman lagi, yang mana mengajar diartikan sebagai kegiatan
mengorganisasikan proses belajar. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi
oleh pengajaran yang dipandang baik untuk menghasilkan produk yang baik. Hal
ini maksudnya kegiatan mengajar itu dipusatkan pada bagaimana mengorganisasikan
proses belajar untuk mencapai pengetahuan otentik dan tahan lama. Karena
mengajar merupakan kegiatan mengorganisasikan proses belajar secara baik, maka
guru sebagai pengajar harus berperan sebagai organisator yang baik pula. Secara
makro guru dituntut agar dapat mengorganisasikan komponen-komponen yang
terlibat didalam proses belajar-mengajar, sehingga diharapkan terjadi proses
pengajaran yang optimal.
Perlu
ditambahkan, bagi seorang guru atau pengajar harus menyadari bahwa belajar
adalah ingin mengerti. Belajar adalah mencari, menemukan dan melihat pokok
permasalahannya dan belajar juga dikatakan sebagai upaya memecahkan persoalan
yang dihadapi. Hal ini membawa konsekwensi bahwa kegiatan mengajar dalam proses
pengajarannya juga harus menyediakan kondisi yang problematik dan guru
membimbingnya.[13]
Menurut
penelitian psikologis, mengungkapkan adanya sejumlah aspek yang khas sifatnya
dari yang dikatakan belajar penuh makna. Belajar yang penuh makna itu adalah
sebagai berikut:
1. Belajar menurut esensinya memiliki
tujuan, belajar memiliki makna yang penuh, dalam arti siswa/subjek belajar
memperhatikan makna tersebut.
2. Dasar proses belajar adalah sesuatu yang
bersifat ekplorasi serta menemukan dan bukan merupakan pengulangan rutin.
3. Hasil belajar yang dicapai itu selalu
memunculkan pemahaman atau pengertian yang menimbulkan reaksi atau jawaban yang
dapat dipahami dan diterima oleh akal.
4. Hasil belajar itu tidak terkait pada
situasi di tempat mencapai, tetapi dapat juga digunakan dalam situasi lain.
Bicara
tentang pengertian mengajar kalau dilihat esensinya dalam proses
belajar-mengajar, sudah menyangkut kegiatan mendidik, dalam arti untuk
mengantarkan siswa kepada tingkat kedewasaanya baik secara fisik maupun mental.
Tetapi dalam uarian berikut ini mencoba membedakan dengan maksud memberikan
suatu penamaan terhadap kenyataan yang kini sedang berkembang. Kenyataan yang
dimaksud adalah keadaan proses dan hasil pengajaran di sekolah-sekolah.
Sehingga pembedaan ini tidak esensial dan konseptual. Oleh karena itu mengajar
dan mendidik akan ditempatkan diantara danda petik (“...”).
Memang
kalau dilihat dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit
berbeda. Mengajar adalah memberikan pelajaran, misalnya memberi pelajaran
matematika, bahasa, sejarah dan lain-lain agar siswa diajari utuk mengetahui
dan memahami tentang bahan yang diajarkan tadi. Sedangkan, mendidik adalah
memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dapat disimpilkan bahwa mengajar merupakan usaha guru
untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa atau peserta didik.
Sedangkan mendidik merupakan suatu usaha untuk mengantarkan anak didik menuju
kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu mendidik
dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak peserta
didik.
Dalam
hal ini, jika dibandingkan antara pengertian mengajar dan mendidik, maka
pengertian mendidik lebih mendasar, karena mendidik tidak hanya sekedar transfer of knowledge tetapi juga tranfer of values. Maksudnya mendidik
diartikan lebih komprehensif yang mana mendidik merupakan usaha membina diri
anak didik secara utuh baik dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik
dengan harapan peserta didik bisa tumbuh sebagai manusia-manusia yang
berkepribadian.
Berkaitan
dengan soal pembentukan kepribadian peserta didik, mendidik juga bisa dipahami
sebagai usaha memberikan tuntutan kepada siswa agar mampu berdiri sendiri engan
norma-norma kemanusiaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yaitu pancasila.
Untuk
mengantarkan anak didik ketingkat itu, memerlukan berbagai komponen dan proses,
seperti kegiatan kegiatan penyampaian materi pelajaran, kegiatan motivasi, dan penanaman
nilai-nilai yang sesuai dengan materi yang diberikan. Maka dari itu mendidik
yang sebenarnya adalah suatu usaha untuk memberikan motivasi kepada sisiwa agar
terjadi internalisasi nilai-nilai pada dirinya sehingga akan lahirnya suatu
sikap yang baik dan juga santun.[14]
Berdasarkan uraian dan pernyataan diatas bisa diambil kesimpulan
bahwa kegiatan belajar mengajar adalah menyediakan suatu keadaan dimana mampu
untuk merangsang serta mampu mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai atau sikap yang dapat
membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan pribadi dari peserta didik
yang mengarah kepada arah yang lebih baik dan juga santun.
C.
Pengertian Konsep Pembelajaran
1.
Pembelajaran
Menurut
pendapat Reigeluth, Bunderson dan Meril yang telah dikutip oleh Mulyono
meyatakan bahwa strategi mengorganisasikan isi pelajaran disebut sebagai
struktural startegi, yang mengacu pada cara untuk mebuat urutan dan mensintesis
fakta, konsep prosedur dan prinsip yang berkaitan.[15]
Secara
umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka
pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
atau seorang pendidik sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah
kearah yang lebih baik.
Adapun
yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu
generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara
efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan
sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran
itu sendiri.
Dari
penjelasan diatas, maka dapat diambil pengertian bahwa pembelajaran membutuhkan
hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana
letak penekanannya adalah pada peserta didik (student of learning), dan bukan pada guru (teacher of teaching). Konsep ini membawa konsekwensi kepada fokus
pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik, sehingga
proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa.
2.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran adalah salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan
pembelajaran. Segala kegiatan pembelajaran bermuara pada pencapaian tujuan
tersebut.
Dilihat
dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh B. F.
Skinner pada tahun 1950 yang diterpkannya dalam ilmu perilaku (behavioural science) dengan maksud untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert Mager yang menulis
buku yang berjudul PreparingIntructional
Objectivepada tahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di
Indonesia. Tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin
dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi juga memperoleh hasil belajar yang
maksimal.[16]
Robert
F. Mager (1962) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah sebagai tujuan
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik pada
kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Selanjutnya,
Edwar L. Dejnozka dan David E Kapel (1981), juga Kemp (1977) memandang bahwa
tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, yang dinyatakan
dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapa berupa fakta
yang samar.
Fred
Percival dan Henry Ellington menambahkan bahwa tujuan pembelajaranadalah suatu
pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa
tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Peserta
didik dituntut keaktifannya bukan hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga
segi kejiwaan. Karena jika hanya fisik peserta didik saja yang aktif, namun
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak dicapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena
peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
Pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga
terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik. Tugas pendidik adalah
mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi
peserta didik.
Pembelajaran
juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik
agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pentingnya
peranan seoarang pendidik sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan
menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar siswa.[17]
3.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Kecerdasan
Kecerdasan
adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berfikir yang bersifat
rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang
tinggi, sedang dan rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi, orang
tersebut mampu mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan
cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang
cerdas. Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak,
lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit.
Kecerdasan
adalah suatu kemampuan yang dibawa dari lahir, sedangkan pendidikan tidak dapat
meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya
kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil
menyelesaikan pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan
hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lainnya.
b.
Faktor Belajar
Faktor
belajar disini adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang dapat
memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat
menguasai kaidah yang berkaitan, dan kurang menguasai cara-cara belajar efektif
dan efisien sehingga tidak mampu membaca dan memahami seluruh bahan yang ada.
c.
Faktor Sikap
Banyak
pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar.
Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar dengan lancar atau
tidak, tahan lama atau tidak, senang pelajaran yang dihadapinya atau tidak dan
lain-lain. Diantara sikap yang dimaksud disini adalah minat, keterbukaan
pikiran, prasangka atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran akan
merangsang cepatnya kegiatan belajar.
d.
Faktor Kegiatan
Faktor
kegiatan adalah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani
dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, jika badan tidak
sehat maka konsentrasi pikiran akan terganggu sehingga kegiatan belajar juga
akan terganggu.
e.
Faktor Emosi dan Sosial
Faktor
emosi seperti rasa tidak senang dan rasa suka, dan faktor sosial seperti
persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Faktor
tersebut, ada yang sifatnya mendorong dan ada juga yang sifatnya menghambat
dari proses pembelajaran.
f.
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan adalah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar. Suasana dan
keadaan tempat belajar itu turut juga menentukan berhasil atau tidaknya
kegiatan belajar. Kebisingan, bau yang kurang sedap, nyamuk dan lain sebagainya
dapat menggangu waktu dan keadaan belajar sehingga mempengaruhi keberhasilan
belajar. Serta hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menggangu
konsentrasi dalam belajar.
g.
Faktor Guru
Kemampuan
guru dalam mengajar, hubungan guru dengan siswa, kepribadian guru dan perhatian
guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru
yang kurang memiliki kemampuan dalam mengajar dan kurang menguasai bahan yang
diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya
dorongan untuk menguasai kelas. Sebaliknya, guru yang pandai mengajar dapat
menumbuhkan rasa gemar pada diri siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru
tersebut, sehingga siswa akan dengan sendirinya menambah pengetahuannya
dibidang itu dengan cara banyak membaca buku-buku, majalah dan bahan cetak
lainnya.
Guru
juga dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan juga dapat mengendorkan
keinginan belajar yang sungguh-sungguh. Tapi sebenarnya yang dikatakan sebagai
peserta didik yang bijak adalah peserta didik yang berusaha mengatasi kesulitan
dalam pembelajaran dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan
kepada kepribadian gurunya.[18]
4.
Hubungan Pembelajaran dan Belajar
Pembelajaran
dan belajar merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi,
karena belajar merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran.
Sedangkan pembelajan itu sendiri merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman
belajar pada siswa dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik. Tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku pada siswa dan menciptakan situasi yang
mendukung peningkatan kemampuan belajar siswa.
Jadi
belajar dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat dan keduanya tidak
dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Belajar merupakan proses yang dilakukan
untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (compentences),
keterampilan (skills) dan sikap (attitudes). Sedangkan pemmbelajaran
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi dan mendukung guna
meningkatkan intensitas dan kualitas belajar peserta didik. Dengan kata lain,
kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mengoptimalkan potensi pada siswa.
Sedangkan belajar merupakan proses yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi
tersebut.
BAB
III
TANGGAPAN
Dengan
definisi diatas, maka pemakalah memberikan tanggapan dan pemikiran bahwa
belajar pada hakikatnya senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Bejar akan lebih baik jika peserta
didik mengalami, melakukan dan mempraktekan secara langsung, bukan hanya
sekedar bersifat verbalistik.
Kemudian
dalam pengertian yang luas, mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasikan
atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya, yaitu antara guru dan peserta didik,
sehingga terjadilah proses belajar. Mengajar juga bisa dikatakan sebagai upaya
menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para
siswa. Kondisi ini diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan
anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Paradigma
mengajar sepertinya berpijak pada pandangan yang menganggap faktor eksternal
sebagai faktor yang penting untuk siswa. Peserta didik dianggap pasif dan
perilakunya ditentukan oleh faktor eksternal. Sejak tahun 1990-an, definisi
mengajar (teaching) mengalami
perkembangan secara terus menerus dan perlu adanya perubahan paradigma tentang
mengajar. Alasan utama diperlukannya perubahan paradigma mengajar dikarenakan
bahwa peserta didik adalah manusia yang sedang berkembang dan memiliki segenap
potensi tidak hanya sekedar botol yang kosong. Sudah saatnya paradigma mengajar
berubah menjadi pembelajaran, yang dilakukan sampai pada kegiatan konkritnya,
karena pembelajaran merupakan paradigma yang berpijak pada aliran psikologi
kognitif, konstruktif dan humanistik.
Hal
ini akan mempermudah dalam peningkatan kualitas pendidikan, karena belajar akan
berpusat kepada peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Proses belajarnya
lebih manusiawi. Sumber belajar tidak hanya bertumpu pada guru, akan tetapi
belajar bisa melalui berbagai sumber belajar selain guru, sehingga merubah
peran guru dalam pembelajaran. Peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana
sumber dan fasilitas yang tersedia untuk dimanfaatkan peserta didik.
Dari
penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah
usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu diperoleh
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, karena adanya usaha.
Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang
melibatkan beberapa komponen:
1.
Siswa
Siswa
adalah seoarang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.
Guru
Guru
adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola, fasilitator dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang
efektif.
3.
Tujuan
Pernyataan
tentang perubahan perilaku (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang diinginkan
agar terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4.
Isi Pelajaran
Segala
informasi yang bisa berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.
5.
Metode
Cara
yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.
Media
Bahan
pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi
kepada siswa.
7.
Evaluasi
Cara
tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Belajar,
mengajar dan pembelajaran merupakan suatu proses untuk mendidik manusia untuk
menjadi lebih baik, dimana kondisi awalnya tidak dalam keadaan tahu dan dengan
adanya proses belajar, mengajar dan pembelajaran akhirnya menjadi tahu.
Untuk mencapai suatu hasil yang efektif dalam pembelajaran,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kecerdasan, faktor
belajar, faktor sikap, faktor kegiatan, faktor emosi dan sasial, faktor
lingkungan dan faktor guru. Dimana dari keseluruhan faktor tersebut haruslah
yang baik.
Maka dari itu, sangatlah penting untuk dipelajari dan dipahami
tentang konsep belajar, mengajar dan pembelajaran agar terciptanya suatu
kondisi lingkungan belajar yang berkualitas dan berdaya saing.
B.
SARAN
Dengan
mempelajari konsep belajar, mengajar dan pembelajaran, diharapkan kepada para
guru atau pendidik agar mampu mengaplikasikan pemahaman yang sudah didapatkan
dalam kehidupan nyata.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Agama RI.
2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Diponegoro: CV Penerbit
Diponegoro.
M. Sardiman. A. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mahdianor. 2011. Makalah Hakikat Belajar dan Pembelajaran. Banjarbaru: FKIP
Universitas Lambung Mangkurat.
Mulyono. 2011. Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Adab Global.
Malang: UIN Maliki Press.
Saidi, Harjo. 2004. Kurikulum Pembelajaran. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sakilah. Belajar dalam Perspektif Islam (Jurnal Scopus)
Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media
Abadi.
[1]Sardiman.A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 19.
[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Diponegoro:
CV Penerbit Diponegoro, 2012), hal. 459
[8] Saidi Harjo, Kurikulum Pembelajaran, (Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2004), hal. 12
[10]Sardiman, Op.Cit., hal. 23
[15]Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas
Pembelajaran di Adab Global, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hal. 7
[16]Mahdianor, Makalah Hakiakat Belajar dan Pembelajaran,
(Banjarbaru: FKIP Universitas Lambang Mangkurat, 2011) diunduh pada Selasa, 02
Februari 2013.
0 komentar:
Posting Komentar