Beranda

Selasa, 02 April 2019

KONSEP BELAJAR DAN MENGAJAR


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar. Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh, kreatif, objektif dan logis, yang mana belum memanfaatkan quantumlearning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Dengan adanya masalah diatas, makalah ini akan membahas tentang “Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran”. Makalah ini terdapat beberapa revisi mengenai penggunaan kata-kata, penyusnan kalimat, sistematika penulisan yang baku serta penyempurnaan materi yang diambil dari beberapa ahli dan ayat-ayat Al-qur’an yang terkait.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1.      Apa pengertian belajar dan mengajar?
2.      Apa saja konsep belajar mengajar?
3.      Apa strategi pembelajaran?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian belajar, mengajar dan pembelajaran.
2.      Untuk mengetahui konsep belajar mengajar.
3.      Untuk mengetahui konsep strategi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal itu kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya, jika ada yang mengajarnya tentu ada yang belajar. Jika sudah terjadi suatu proses atau saling berinteraksi antara yang mengajar dengan yang belajar, maka hal ini sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar. Jadi seorang guru walaupun dipahami sebagai pengajar, tetapi sebenarnya secara tidak langsung, guru juga sedang melakukan belajar.
Perlu ditegaskan bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses belajar-mengajar, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari. Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Tetapi agar memperoleh hasil yang optimal, proses belajar-mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja, serta terorganisasi secara baik.[1]
Dalam kehidupan manusia selalu penuh dengan kegiatan yang dilakukan dengan secara sengaja ataupun tidak, terencana ataupun tidak, semua itu menimbulkan suatu pengalaman hidup yang pada dasarnya adalah hasil belajar. Untuk lebih mempermudah membahas kajian selanjutnya maka dalam tulisan ini penulis mengulas tentang belajar dalam perspektif Islam seperti yang tertera dalam Al-qur’an berkaitan dengan belajar.[2]Dalam beberapa ayat al-Qur’an yang secara eksplisit ataupu implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan sebagaimana firman Allah Swt:
...ۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩
“......"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS.Az-Zumar: 9)[3]
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)[4]

Proses belajar dan mengajar sebenarnya telah terjadi sejak diciptakannya Adam, sebagai manusia pertama di bumi. Allah berfirman:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُٱلۡحَكِيمُ ٣٢ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ٣٣
Artinya:
“31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah: 31-33)[5]
Proses belajar yang telah dilakukan oleh Adam, sebenarnya juga terjadi dalam generasi-generasi manusia setelah Adam. Sejak kecil manusia dengan indera penglihatannya mampu mengamati benda, yaitu bahwa setiap benda mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan beberapa karakteristik, tetapi pemahaman ini tidaklah menjadi sempurna, tanpa adanya latihan yang terus menerus. Maka disinilah proses belajar menempati fungsi urgennya untuk menyempurnakan pemahaman manusia.
Kemampuan bahasa yang dimiliki manusia rupanya sangat membantu untuk mempercepat pembentukan berbagai konsepsi dalam rangka membantu proses berfikir dan dalam mempelajari serta menelaah berbagai informasi baru. Dengan kemampuan berfikir manusia pada akhirnya mampu menganalisa, mengkomposisikan, membandingkan, menemukan, dan merumuskan. Maka dengan demikian sangatlah wajar jika ayat pertama yang diturunkan Allah kata “Iqra”yang artinya membaca.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS-Al-Alaq:1)[6]
Ayat tersebut mengisyaratkan pula akan karunia yang diberikan Allah kepada manusia dengan diciptakannya kemampuan untuk mempelajari bahasa, bacaan, tulisan, dan pengetauhan.
Didalam proses belajar-mengajar, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek belajar. Dalam hal ini, seorang guru dituntut adanya profil kualifikasi tertentu, seperti pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Untuk itu, para Ilmuan kemudian mengembangkan berbagai pengetahuan, misalnya; psikologi pendidikan model mengajar, pengelolaan pengajaran dan ilmu-ilmu lain yang dapat menunjang proses belajar-mengajar itu.

1.      Makna Belajar
Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini, akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi menurut para ahli tentang belajar yang dapat diuraikan sebagai berikut.
Thorndike (Winkel). Mengemukaka bahwa inti belajar adalah membentuk asosiasi-asosiasi antara perangsang (stimulus) yang mengenai organisme melalui sistem susunan saraf dan reaksi (respon) yang diberikan oleh organisme itu terhadap perangsang tersebut.[7]Thorndike yakni bahwa ikatan antar suatu perangsang dan suatu reaksi juga merupakan suatu pola dasar dalam belajar yang berlangsung pada seseorang, meskipun tidak seluruh gejala belajar didasarkan pada belajar asosiatif. Dalam proses belajar Thorndike menggunakann prinsip dilakukan hal yang mendatangkan rasa senang dan dihindari kegiatan serta keadaan yang tidak menyenangkan.
Menurut Watson  yang dikutip oleh Saidi Hardjo, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur.[8] Walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tidak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak peserta didik itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati”
Cronbach berpendapat bahwa belajar (learning) is show by a change in behavior as a result of experience. Hal ini bisa di terjemahkan bahwa belajar adalah pertunjukan dalam perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman.
Selanjutnya, Harold Spear berpendapat learning is shown by shown by observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Maksudnya adalah belajar merupakan suatu tindakan dengan cara mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu secara mandiri, mendengarkan dan mematuhi peraturan.
Geoch pun mengatakan bahwa learning is a change in performance as a result of practice. Maksudnya yang dinamakan belajar adalah suatu yang menyebabkan perubahan yang mana merupakan hasil dari latihan.
Selanjutnya ada yang mendefinisikan “belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju keperkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut  tiga unsur (cipta, rasa dan karsa) dan tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor). [9]
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis menarik benang merah dari definisi-definisi diatas, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan individu-individu, dimana dari aktivitas tersebut dapat menumbuhkan sebuah hasil yang bisa mempengaruhi pemikiran, sikap dan kepribadian dari individu-individu tersebut.

Benyamin. S. Bloom membagi belajar kedalam tiga ranah/matra, diantaranya; ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Masing-masing dari ranah-ranah (domain) ini di rinci lagi menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence). Diantara rincian tersebut antara lain sebagai berikut:
a.      Cognitif Domaian (ilmu pengetahuan)
1)      Knowledge (pengetahuan, ingatan)
2)      Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh)
3)      Analysis (menguraikan, menentukan hubungan)
4)      Syntesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru)
5)      Evaluation (menilai)
6)      Application (menerapkan)
Contoh:
Siswa dapat menjelaskan tentang masalah-masalah uraian dari suatu bidang mata pelajaran tertentu dan juga mampu mengembangkan dari pertopik yang ada.
b.      Affective Domain (sikap moral dan tingkah laku)
1)      Receiving (sikap menerima)
2)      Responding (memberikan respon/tanggapan)
3)      Valuing (nilai)
4)      Organization (organisasi)
5)      Characterization (karakteristik)
Contoh:
Siswa datang tepat waktu, siswa dapat bekerjasama, melakukan sesuatu dengan benar dan penuh dengan rasa kesadaran.
c.       Psychomotor Domain (keterampilan)
1)      Intiatory level
2)      Pre-totine level
3)      Rountinized level
Contoh:
Siswa dapat melakukan keterampilan dengan benar dan sesuai dengan yang dicontohkan.[10]
Target jangkauan mengenai pencapaian level sebagaimana yang diajarkan pada tiap-tiap ranah/domain diatas, harus sesuai dengan tujuan dari pembelajaran dan tidak harus mencapai level yang tertinggi.

Untuk melengkapai pengertian mengenai makna belajar, perlu kiranya dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang penting untuk diketahui, antara lain:
a.       Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
b.      Belajar memerlukan proses dan penahapannya serta kematangan dari para siswa.
c.       Belajar akan lebiih mantap dan efektif, bila didorong motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivation. Lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita.
d.      Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning (pembiasaan).
e.       Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pembelajaran.
f.       Belajar dapat dilakukan dengan tiga cara: 1) diajarkan secara langsung; 2) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung (seperti anak belajar berbicara, sopan santun, dan lain-lain); 3) pengenalan atau peniruan.
g.      belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif, mampu membina sikap, keterampilan, cara berfikir kritis dan lain-lain.
h.      Perkembangan pengalaman siswa akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.
i.        Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna.
j.        Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan siswa, akan membantu kelancaran dan gairah belajar.
k.      Belajar sedapat mungkin diubah kedalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri.[11]

2.      Tujuan Belajar
Dalam mencapai tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sitem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Jika ditinjau secra umum, maka tujuan belajar ada tiga:
a.       Untuk mendapatkan pengetahuan
b.      Penanaman konsep dan keterampilan
c.       Pembentukan sikap

B.       Pengertian Mengajar
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Jika belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Disamping itu ada beberapa definisi lain yang dirumuskan secara rinci dan tampak beringkat.
Menurut Sardiman, mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Maksudnya mengajar memiliki tujuan bahwa siswa yang belajar untuk mendapatkan atau menguasai pengetahuan.[12]
Selanjutnya Ia pun menambahkan bahwa hasil dari pengajaran dikatakan sukses apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Hasil itu tahan lama dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan siswa. Dalam hal ini, guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian.
2.      Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa merupakan bagian dari kepribadian diri dari setiap siswa yang mana tidak dapat dipisahkan, sehingga akan mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dinyatakan dan penuh makna bagi dirinya.

Dalam hubungan ini, ada rumusan lain mengenai pengertian mengajar yang dikemukakan oleh Sardiman lagi, yang mana mengajar diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan proses belajar. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi oleh pengajaran yang dipandang baik untuk menghasilkan produk yang baik. Hal ini maksudnya kegiatan mengajar itu dipusatkan pada bagaimana mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai pengetahuan otentik dan tahan lama. Karena mengajar merupakan kegiatan mengorganisasikan proses belajar secara baik, maka guru sebagai pengajar harus berperan sebagai organisator yang baik pula. Secara makro guru dituntut agar dapat mengorganisasikan komponen-komponen yang terlibat didalam proses belajar-mengajar, sehingga diharapkan terjadi proses pengajaran yang optimal.
Perlu ditambahkan, bagi seorang guru atau pengajar harus menyadari bahwa belajar adalah ingin mengerti. Belajar adalah mencari, menemukan dan melihat pokok permasalahannya dan belajar juga dikatakan sebagai upaya memecahkan persoalan yang dihadapi. Hal ini membawa konsekwensi bahwa kegiatan mengajar dalam proses pengajarannya juga harus menyediakan kondisi yang problematik dan guru membimbingnya.[13]
Menurut penelitian psikologis, mengungkapkan adanya sejumlah aspek yang khas sifatnya dari yang dikatakan belajar penuh makna. Belajar yang penuh makna itu adalah sebagai berikut:
1.      Belajar menurut esensinya memiliki tujuan, belajar memiliki makna yang penuh, dalam arti siswa/subjek belajar memperhatikan makna tersebut.
2.      Dasar proses belajar adalah sesuatu yang bersifat ekplorasi serta menemukan dan bukan merupakan pengulangan rutin.
3.      Hasil belajar yang dicapai itu selalu memunculkan pemahaman atau pengertian yang menimbulkan reaksi atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima oleh akal.
4.      Hasil belajar itu tidak terkait pada situasi di tempat mencapai, tetapi dapat juga digunakan dalam situasi lain.

Bicara tentang pengertian mengajar kalau dilihat esensinya dalam proses belajar-mengajar, sudah menyangkut kegiatan mendidik, dalam arti untuk mengantarkan siswa kepada tingkat kedewasaanya baik secara fisik maupun mental. Tetapi dalam uarian berikut ini mencoba membedakan dengan maksud memberikan suatu penamaan terhadap kenyataan yang kini sedang berkembang. Kenyataan yang dimaksud adalah keadaan proses dan hasil pengajaran di sekolah-sekolah. Sehingga pembedaan ini tidak esensial dan konseptual. Oleh karena itu mengajar dan mendidik akan ditempatkan diantara danda petik (“...”).
Memang kalau dilihat dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit berbeda. Mengajar adalah memberikan pelajaran, misalnya memberi pelajaran matematika, bahasa, sejarah dan lain-lain agar siswa diajari utuk mengetahui dan memahami tentang bahan yang diajarkan tadi. Sedangkan, mendidik adalah memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpilkan bahwa mengajar merupakan usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa atau peserta didik. Sedangkan mendidik merupakan suatu usaha untuk mengantarkan anak didik menuju kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak peserta didik.
Dalam hal ini, jika dibandingkan antara pengertian mengajar dan mendidik, maka pengertian mendidik lebih mendasar, karena mendidik tidak hanya sekedar transfer of knowledge tetapi juga tranfer of values. Maksudnya mendidik diartikan lebih komprehensif yang mana mendidik merupakan usaha membina diri anak didik secara utuh baik dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik dengan harapan peserta didik bisa tumbuh sebagai manusia-manusia yang berkepribadian.
Berkaitan dengan soal pembentukan kepribadian peserta didik, mendidik juga bisa dipahami sebagai usaha memberikan tuntutan kepada siswa agar mampu berdiri sendiri engan norma-norma kemanusiaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yaitu pancasila.
Untuk mengantarkan anak didik ketingkat itu, memerlukan berbagai komponen dan proses, seperti kegiatan kegiatan penyampaian materi pelajaran, kegiatan motivasi, dan penanaman nilai-nilai yang sesuai dengan materi yang diberikan. Maka dari itu mendidik yang sebenarnya adalah suatu usaha untuk memberikan motivasi kepada sisiwa agar terjadi internalisasi nilai-nilai pada dirinya sehingga akan lahirnya suatu sikap yang baik dan juga santun.[14]
Berdasarkan uraian dan pernyataan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kegiatan belajar mengajar adalah menyediakan suatu keadaan dimana mampu untuk merangsang serta mampu mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan pribadi dari peserta didik yang mengarah kepada arah yang lebih baik dan juga santun.

C.    Pengertian Konsep Pembelajaran
1.      Pembelajaran
Menurut pendapat Reigeluth, Bunderson dan Meril yang telah dikutip oleh Mulyono meyatakan bahwa strategi mengorganisasikan isi pelajaran disebut sebagai struktural startegi, yang mengacu pada cara untuk mebuat urutan dan mensintesis fakta, konsep prosedur dan prinsip yang berkaitan.[15]
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau seorang pendidik sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah kearah yang lebih baik.
Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil pengertian bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana letak penekanannya adalah pada peserta didik (student of learning), dan bukan pada guru (teacher of teaching). Konsep ini membawa konsekwensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik, sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa.

2.      Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Segala kegiatan pembelajaran bermuara pada pencapaian tujuan tersebut.
Dilihat dari sejarahnya, tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh B. F. Skinner pada tahun 1950 yang diterpkannya dalam ilmu perilaku (behavioural science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert Mager yang menulis buku yang berjudul PreparingIntructional Objectivepada tahun 1970 diseluruh lembaga pendidikan termasuk di Indonesia. Tujuan pembelajaran ini bukan saja memperjelas arah yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan belajar, tetapi juga memperoleh hasil belajar yang maksimal.[16]
Robert F. Mager (1962) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Selanjutnya, Edwar L. Dejnozka dan David E Kapel (1981), juga Kemp (1977) memandang bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapa berupa fakta yang samar.
Fred Percival dan Henry Ellington menambahkan bahwa tujuan pembelajaranadalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Peserta didik dituntut keaktifannya bukan hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga segi kejiwaan. Karena jika hanya fisik peserta didik saja yang aktif, namun pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak dicapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik. Tugas pendidik adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pentingnya peranan seoarang pendidik sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar siswa.[17]

3.      Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.      Faktor Kecerdasan
Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berfikir yang bersifat rumit dan abstrak. Tingkat kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, sedang dan rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi, orang tersebut mampu mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas. Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih cepat dengan tenaga yang relatif sedikit.
Kecerdasan adalah suatu kemampuan yang dibawa dari lahir, sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya, tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya kecerdasan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

b.      Faktor Belajar
Faktor belajar disini adalah semua segi kegiatan belajar, misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan, dan kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien sehingga tidak mampu membaca dan memahami seluruh bahan yang ada.
c.       Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar dengan lancar atau tidak, tahan lama atau tidak, senang pelajaran yang dihadapinya atau tidak dan lain-lain. Diantara sikap yang dimaksud disini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran akan merangsang cepatnya kegiatan belajar.
d.      Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan adalah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, jika badan tidak sehat maka konsentrasi pikiran akan terganggu sehingga kegiatan belajar juga akan terganggu.
e.       Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti rasa tidak senang dan rasa suka, dan faktor sosial seperti persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar. Faktor tersebut, ada yang sifatnya mendorong dan ada juga yang sifatnya menghambat dari proses pembelajaran.
f.       Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah keadaan dan suasana tempat seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau yang kurang sedap, nyamuk dan lain sebagainya dapat menggangu waktu dan keadaan belajar sehingga mempengaruhi keberhasilan belajar. Serta hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menggangu konsentrasi dalam belajar.
g.      Faktor Guru
Kemampuan guru dalam mengajar, hubungan guru dengan siswa, kepribadian guru dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru yang kurang memiliki kemampuan dalam mengajar dan kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk menguasai kelas. Sebaliknya, guru yang pandai mengajar dapat menumbuhkan rasa gemar pada diri siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru tersebut, sehingga siswa akan dengan sendirinya menambah pengetahuannya dibidang itu dengan cara banyak membaca buku-buku, majalah dan bahan cetak lainnya.
Guru juga dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi dan juga dapat mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-sungguh. Tapi sebenarnya yang dikatakan sebagai peserta didik yang bijak adalah peserta didik yang berusaha mengatasi kesulitan dalam pembelajaran dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian gurunya.[18]

4.      Hubungan Pembelajaran dan Belajar
Pembelajaran dan belajar merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi, karena belajar merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran. Sedangkan pembelajan itu sendiri merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman belajar pada siswa dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pada siswa dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar siswa.
Jadi belajar dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat dan keduanya tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Belajar merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (compentences), keterampilan (skills) dan sikap (attitudes). Sedangkan pemmbelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi dan mendukung guna meningkatkan intensitas dan kualitas belajar peserta didik. Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mengoptimalkan potensi pada siswa. Sedangkan belajar merupakan proses yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi tersebut.


BAB III
TANGGAPAN

Dengan definisi diatas, maka pemakalah memberikan tanggapan dan pemikiran bahwa belajar pada hakikatnya senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Bejar akan lebih baik jika peserta didik mengalami, melakukan dan mempraktekan secara langsung, bukan hanya sekedar bersifat verbalistik.
Kemudian dalam pengertian yang luas, mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya, yaitu antara guru dan peserta didik, sehingga terjadilah proses belajar. Mengajar juga bisa dikatakan sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi ini diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Paradigma mengajar sepertinya berpijak pada pandangan yang menganggap faktor eksternal sebagai faktor yang penting untuk siswa. Peserta didik dianggap pasif dan perilakunya ditentukan oleh faktor eksternal. Sejak tahun 1990-an, definisi mengajar (teaching) mengalami perkembangan secara terus menerus dan perlu adanya perubahan paradigma tentang mengajar. Alasan utama diperlukannya perubahan paradigma mengajar dikarenakan bahwa peserta didik adalah manusia yang sedang berkembang dan memiliki segenap potensi tidak hanya sekedar botol yang kosong. Sudah saatnya paradigma mengajar berubah menjadi pembelajaran, yang dilakukan sampai pada kegiatan konkritnya, karena pembelajaran merupakan paradigma yang berpijak pada aliran psikologi kognitif, konstruktif dan humanistik.
Hal ini akan mempermudah dalam peningkatan kualitas pendidikan, karena belajar akan berpusat kepada peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Proses belajarnya lebih manusiawi. Sumber belajar tidak hanya bertumpu pada guru, akan tetapi belajar bisa melalui berbagai sumber belajar selain guru, sehingga merubah peran guru dalam pembelajaran. Peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana sumber dan fasilitas yang tersedia untuk dimanfaatkan peserta didik.
Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu diperoleh kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, karena adanya usaha.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen:
1.      Siswa
Siswa adalah seoarang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.      Guru
Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola, fasilitator dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3.      Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang diinginkan agar terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4.      Isi Pelajaran
Segala informasi yang bisa berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5.      Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.      Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7.      Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.


BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Belajar, mengajar dan pembelajaran merupakan suatu proses untuk mendidik manusia untuk menjadi lebih baik, dimana kondisi awalnya tidak dalam keadaan tahu dan dengan adanya proses belajar, mengajar dan pembelajaran akhirnya menjadi tahu.
Untuk mencapai suatu hasil yang efektif dalam pembelajaran, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kecerdasan, faktor belajar, faktor sikap, faktor kegiatan, faktor emosi dan sasial, faktor lingkungan dan faktor guru. Dimana dari keseluruhan faktor tersebut haruslah yang baik.
Maka dari itu, sangatlah penting untuk dipelajari dan dipahami tentang konsep belajar, mengajar dan pembelajaran agar terciptanya suatu kondisi lingkungan belajar yang berkualitas dan berdaya saing.

B.     SARAN
Dengan mempelajari konsep belajar, mengajar dan pembelajaran, diharapkan kepada para guru atau pendidik agar mampu mengaplikasikan pemahaman yang sudah didapatkan dalam kehidupan nyata.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Diponegoro: CV Penerbit Diponegoro.
M. Sardiman. A. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mahdianor. 2011. Makalah Hakikat Belajar dan Pembelajaran. Banjarbaru: FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
Mulyono. 2011. Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Adab Global. Malang: UIN Maliki Press.
Saidi, Harjo. 2004. Kurikulum Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sakilah. Belajar dalam Perspektif Islam (Jurnal Scopus)
Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.



[1]Sardiman.A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 19.
[2]Sakilah. Belajar dalam Perspektif Islam. hal. 156

[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Diponegoro: CV Penerbit Diponegoro, 2012), hal. 459
[4]Ibid., hal. 285
[5]Ibid., hal. 6
[6]Ibid., hal. 597
[7]Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), hal. 2
[8] Saidi Harjo, Kurikulum Pembelajaran, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2004), hal. 12
[9]Ibid., Hal. 20
[10]Sardiman, Op.Cit., hal. 23
[11]Ibid., hal. 24-25
[12]Ibid., hal. 47
[13]Ibid., hal. 50
[14]Ibid., hal. 54
[15]Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Adab Global, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hal. 7
[16]Mahdianor, Makalah Hakiakat Belajar dan Pembelajaran, (Banjarbaru: FKIP Universitas Lambang Mangkurat, 2011) diunduh pada Selasa, 02 Februari 2013.
[17]Ibid., hal. 4
[18]Ibid., hal. 5

0 komentar:

Posting Komentar