Beranda

Selasa, 02 April 2019

Pendekatan Filosofis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah salah satu ajaran yang di turukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Pada dasarnya islam bukan hanya sekedar agama namun juga ada beberapa aspek lain yang mempengaruhi sepeti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Selain itu Islam memiliki banyak dimensi diantaranya dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi.
Pendekatan filosofis dalam kajian Islam, berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat sesuatu). Harun Nasution mengemukakan, bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebasbebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.[1]
Pendekatan filosofis berperan membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas dan inklusivitas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendekatan Filosofis
Kata filosof berasal dari kata filsafat dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi).
Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah berasal dari bahasa Arab yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[2]
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat  mengenai segala sesuatu yang ada.[3] Dan menurut Rene Descartes, yang dikenal sebagai "Bapak Filsafat Modern", filsafat baginya adalah merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[4]
Dari berbagai definisi di atas, dapat diketahui bahwa filsafat pada dasarnya adalah pertanyaan atas segala hal yang "ada". Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir, berpikir pasti menggunakan akal. Dan filsafat juga bisa dikatakan sebagai upaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala sesuatu yang ada dengan memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal budi manusia yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli. Misalnya dalam hikmah al-tasyri’ wa falsafatuhu oleh Muhammad Al-Jurjawi, di dalam buku tersebut ia berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam.[5]
Ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan berbagai contoh lainnya.
Filsafat sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya dengan cabang keilmuan yang lain.[6] Sering kali dikaburkan dan dirancukan dengan paham atau aliran-aliran filsafat tertentu seperti rasionalisme, eksistensialisme, pragmatisme, dan lain-lain.
Cara berpikir dan pendekatan kefilsafatan yang pertama, yakni yang bersifat keilmuan, open-ended, terbuka, dinamis dan inklusif yang tepat dan cocok untuk diapreasiasi dan diangkat kembali ke permukaan kajian keilmuan.
Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara lain dengan tiga ciri, yaitu sebagai berikut:[7]
1.    Kajian
Telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada pencarian atau perumusan ide-ide dasar atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) terhadap objek persoalan yang dikaji. Pemikiran fundamental biasanya bersifat umum (general), mendasar dan abstrak.
2.    Pengenalan
Pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir kritis (critical thought).
3.     Kajian dan pendekatan falsafati
Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal diatas, akan dapat membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual (intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.
Mengkaji Islam secara filosofis, akan menjadikan segala sesuatu disandarkan kepada konteks baik itu berupa kebaiksan sosial, local wisdom, social impact, rasionalitas dan lain-lain. Ia juga akan bersandar pada analisa rasio manusia, yang akan bersifat relatif. Kegiatan berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff adalah kegiatan berpikir secara:[8]
1.    Mendalam: dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup lagi.
2.    Radikal: sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
3.    Sistematik: dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
4.    Universal: tidak dibatasi hanya pada satu kepentingan kelompok tertentu, tetapi menyeluruh.
Manfaat yang bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan filosofis dalam kajian nya adalah sebagai berikut:[9]
1.    Agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.
2.    Setiap individu dapat memberi makna terhadap segala sesuatu yang dijumpainya dan mengambil hikmah sehingga ketika melakukan ibadah atau apa pun, ia tidak mengalami degradasi spriritualitas yang menimbulkan kebosanan.
3.    Membentuk pribadi yang selalu berpikir kritis (critical thought).
4.    Adanya kebebasan intelektual (intellectual freedom).
5.     Membentuk pribadi yang selalu toleran.
B.     Pola Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam
Menggunakan pendekatan filosofis dalam kajian Islam dapat dideskripsikan dalam dua pola:[10]
1.    Upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi disiplin filsafat.
2.    Upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang selanjutnya dilaksanakan dalam praktek-praktek keagamaan.
Sedangkan dalam pola kedua, pendekatan filosofis dilakukan untuk mengurai nilai-nilai filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, seperti hikmah dalam penerapan syariat Islam atau hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Pola ini banyak ditempuh oleh beberapa ulama, antara lain Imam As-Syatibi melalui karyanya: Al-Muwafaqatu fi Ushul Al-Syariati.
Pola pendekatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.[11]
C.    Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam
Untuk memahami pendekatan filosofis dalam kajian Islam, maka akan diuraikan menjadi dua yaitu: filsafat dalam islam dan aplikasi pendekatan filosofis dalam kajian Islam.
1.    Filsafat dalam Islam
Dalam bahasa Arab "hikmah dan hakim", bisa diterjemahkan dengan arti "filsafat dan filsofol". Kata "hukamul islam" bisa berarti "falasifatul islam". Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat tertentu, yaitu akal dan metode berpikirnya,
Datangnya hikmah itu bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan dan hati, atau dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada disekitarnya. Karena itu kadangkala ada orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan (melihat dengan mata hati dan berpikir),.
Agama Islam memberikan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajurkan dan mendorong supaya manusia banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Di dalam Al-Qur'an dijumpai perkataan yang berakar dari ‘aql (akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja aktif, seperti aquluh, ta’qilun, na’qil, ya’qiluha, dan ya’qilun. Dan masih banyak lagi kata yang di pakai dalam Al-Qur'an yang menggambarkan perbuatan berpikir diantaranya:
2.      Aplikasi Pendekatan Filosofis dalam Kajian Islam
Untuk membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan.
Menurut Muhamad Al-Jurjawi, pendekatan filosofis dalam kajian Islam berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam. Agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama secara formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik. Sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.[12]
Sehingga dapat dipahami, bahwa Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran Islam dengan pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan pengamalan agama sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa yang diyakininya, bukan sebaliknya melakukan tanpa makna.

  
  
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan filosofis merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam kajian Islam untuk memahami aspek-aspek ajaran Islam dengan metodologi yang biasa digunakan filsafat atau menelaah dan mengurai nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah sehingga diharapkan ajaran-ajaran Islam tersebut dapat diinternalisasikan dan diamalkan secara lebih subtansial dan sarat fungsi, tak kering makna.
Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran Islam dengan pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan pengamalan agama sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa yang diyakininya, bukan sebaliknya melakukan tanpa makna.







DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)
M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000)
Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy, (Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1984)
Omar Mohammad at-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, , 1979)
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967)

Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)

Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: DitjenPendisKemenag RI, 2012)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)


[1] Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: DitjenPendisKemenag RI, 2012), hal.96
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal.414
[3] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hal.15
[4] Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal.46
[5] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hal.43
[6] M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000), hal.8
[7] Ibid, hal.14-15
[8] Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy, (Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1984), hal.16-19
[9] Omar Mohammad at-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, , 1979), hal.35
[10] Abuddin Nata, Op.cit, hal.22
[11]Ibid, hal.45
[12]Abuddin Nata, Op.cit, hal.45

0 komentar:

Posting Komentar