BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah salah satu ajaran yang
di turukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat
Jibril. Pada dasarnya islam bukan hanya sekedar agama namun juga ada beberapa
aspek lain yang mempengaruhi sepeti kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Selain itu Islam memiliki banyak dimensi diantaranya dimensi
keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi,
lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga dan
masih banyak lagi.
Pendekatan filosofis dalam kajian Islam, berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya.
Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan integral, karena
memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat sesuatu). Harun Nasution
mengemukakan, bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam,
seluas-luasnya dan sebebasbebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga
sampai kepada dasar segala dasar.[1]
Pendekatan filosofis berperan
membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari fenomena perkembangan wacana
keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas dan
inklusivitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendekatan Filosofis
Kata filosof
berasal dari kata filsafat dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri
atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, inteligensi).
Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut
Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta
kebijaksanaan. Kata falsafah berasal dari bahasa Arab yang berarti
pencarian yang dilakukan oleh para filosof.
Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab asal dan hukumnya. Manusia
filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga
memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[2]
Pengertian
filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Sidi
Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal
dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[3] Dan
menurut Rene Descartes, yang dikenal sebagai "Bapak
Filsafat Modern", filsafat
baginya adalah merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.[4]
Dari
berbagai definisi di atas, dapat diketahui bahwa filsafat pada dasarnya adalah
pertanyaan atas segala hal yang "ada". Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir,
berpikir pasti menggunakan akal. Dan filsafat juga bisa dikatakan sebagai upaya
menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala sesuatu yang ada dengan
memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal budi manusia yang telah
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Berpikir
secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran
agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian
sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli. Misalnya dalam hikmah
al-tasyri’ wa falsafatuhu oleh Muhammad Al-Jurjawi, di dalam buku tersebut
ia berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama
Islam.[5]
Ajaran agama
dalam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang
merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan
mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan
rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan berbagai contoh
lainnya.
Filsafat
sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya
dengan cabang keilmuan yang lain.[6] Sering kali
dikaburkan dan dirancukan dengan paham atau aliran-aliran filsafat
tertentu seperti rasionalisme, eksistensialisme, pragmatisme, dan lain-lain.
Cara
berpikir dan pendekatan kefilsafatan yang pertama, yakni yang bersifat
keilmuan, open-ended, terbuka, dinamis dan inklusif yang tepat dan cocok
untuk diapreasiasi dan diangkat kembali ke permukaan kajian keilmuan.
Filsafat
sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara lain dengan tiga ciri,
yaitu sebagai berikut:[7]
1.
Kajian
Telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada pencarian atau
perumusan ide-ide dasar atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental
ideas) terhadap objek persoalan yang dikaji. Pemikiran fundamental biasanya
bersifat umum (general), mendasar dan abstrak.
2.
Pengenalan
Pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu fundamental dapat membentuk cara
berpikir kritis (critical thought).
3.
Kajian dan pendekatan falsafati
Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal
diatas, akan dapat membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang
mengutamakan kebebasan intelektual (intellectual freedom), sekaligus mempunyai
sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta
terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.
Mengkaji
Islam secara filosofis, akan menjadikan segala sesuatu disandarkan kepada
konteks baik itu berupa kebaiksan sosial, local wisdom, social impact,
rasionalitas dan lain-lain. Ia juga akan bersandar pada analisa rasio manusia,
yang akan bersifat relatif. Kegiatan berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff
adalah kegiatan berpikir secara:[8]
1.
Mendalam:
dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup
lagi.
2.
Radikal:
sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
3.
Sistematik:
dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
4.
Universal:
tidak dibatasi hanya pada satu kepentingan kelompok tertentu, tetapi
menyeluruh.
Manfaat yang
bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan filosofis dalam kajian nya
adalah sebagai berikut:[9]
1.
Agar hikmah,
hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara
seksama.
2.
Setiap
individu dapat memberi makna terhadap segala sesuatu yang dijumpainya dan
mengambil hikmah sehingga ketika melakukan ibadah atau apa pun, ia tidak
mengalami degradasi spriritualitas yang menimbulkan kebosanan.
3.
Membentuk
pribadi yang selalu berpikir kritis (critical thought).
4.
Adanya
kebebasan intelektual (intellectual freedom).
5.
Membentuk pribadi yang selalu
toleran.
B. Pola Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam
1. Upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal
yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun
praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi disiplin
filsafat.
2. Upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui dan memahami serta membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang
terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang selanjutnya dilaksanakan dalam praktek-praktek keagamaan.
Sedangkan dalam pola kedua, pendekatan filosofis dilakukan untuk mengurai
nilai-nilai filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, seperti
hikmah dalam penerapan syariat Islam atau hikmah dalam
perintah tentang shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Pola ini banyak ditempuh
oleh beberapa ulama, antara lain Imam As-Syatibi melalui karyanya: Al-Muwafaqatu
fi Ushul Al-Syariati.
Pola pendekatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak pada
pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan
susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka
dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik,
misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti
sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung
di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan
atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat
mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma)
memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.[11]
C.
Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam
Untuk
memahami pendekatan filosofis dalam kajian Islam, maka
akan diuraikan menjadi dua yaitu: filsafat dalam islam dan aplikasi pendekatan
filosofis dalam kajian Islam.
1.
Filsafat
dalam Islam
Dalam bahasa Arab "hikmah dan hakim", bisa diterjemahkan dengan
arti "filsafat dan filsofol". Kata "hukamul islam" bisa
berarti "falasifatul islam". Hikmah adalah perkara tertinggi yang
bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat tertentu, yaitu akal dan
metode berpikirnya,
Datangnya
hikmah itu bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan dan
hati, atau dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada
disekitarnya. Karena itu kadangkala ada orang yang melihat
tetapi tidak memperhatikan (melihat dengan mata hati dan berpikir),.
Agama Islam memberikan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap akal,
tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajurkan dan mendorong supaya manusia
banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Di dalam Al-Qur'an dijumpai perkataan
yang berakar dari ‘aql (akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata
kerja aktif, seperti aquluh, ta’qilun, na’qil, ya’qiluha, dan ya’qilun. Dan
masih banyak lagi kata yang di pakai dalam Al-Qur'an yang menggambarkan
perbuatan berpikir diantaranya:
2.
Aplikasi
Pendekatan Filosofis dalam Kajian Islam
Untuk membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa
lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal,
sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah
rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan
yang sangat signifikan.
Menurut Muhamad Al-Jurjawi, pendekatan
filosofis dalam kajian Islam berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat
di balik ajaran-ajaran agama Islam. Agama misalnya mengajarkan agar
melaksanakan shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan
hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Melalui pendekatan
filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang
bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak
memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman
agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah
menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak
dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun
demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengalaman agama secara formal. Filsafat mempelajari segi batin yang
bersifat esoterik. Sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang
bersifat eksoterik.[12]
Sehingga dapat dipahami, bahwa Islam sebagai agama yang banyak menyuruh
penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan
pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Pendekatan filosofis
adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti,
hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan
untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran Islam dengan
pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan pengamalan agama
sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa yang diyakininya,
bukan sebaliknya melakukan tanpa makna.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan
filosofis merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam kajian Islam
untuk memahami aspek-aspek ajaran Islam dengan metodologi yang biasa digunakan
filsafat atau menelaah dan mengurai nilai-nilai filosofis (hikmah) yang
terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan
As-Sunnah sehingga diharapkan ajaran-ajaran Islam tersebut dapat
diinternalisasikan dan diamalkan secara lebih subtansial dan sarat fungsi, tak
kering makna.
Pendekatan
filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan
inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek
formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang
dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran
Islam dengan pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan
pengamalan agama sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa
yang diyakininya, bukan sebaliknya melakukan tanpa makna.
Abuddin Nata, Metodologi Studi
Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)
M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000)
Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy, (Belmont California: Wadsworth Publishing
Company, 1984)
Omar Mohammad at-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, , 1979)
Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, Jilid I,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1967)
Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene
Descartes), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)
Supiana, Metodologi
Studi Islam, (Jakarta: DitjenPendisKemenag RI, 2012)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008)
[4] Suparlan
Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku
Ada (Rene Descartes), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal.46
[6] M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi,
(Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000),
hal.8
[8] Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy,
(Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1984), hal.16-19
[9] Omar
Mohammad at-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, , 1979), hal.35
0 komentar:
Posting Komentar