BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum memiliki kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan unuk tercapainya
tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai instrumental input
untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pengembangan manusia yang sesuai dengan
falsafah hidup bangsa. Keuikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional harus mampu mengantarkan peseta didik menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, keratif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab,
tidak hanya sebagai mata pelajaranyang harus dibelajarkan kepada peserta didik,
melainkan sebagi aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk di alami dan
diwujudkan dalam perilaku peserta didik.
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar dan mengajar
didunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seornag
anak ddik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses
tidaknay suatu pendidikan itu dicapai tentu akan berpeluang kepada kurikulaum.
Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan
pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri menghadapi
kehidupannya, tentu hasil atau output pendidikan itu pun akan mampu mewujudkan
harapan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam
sisitem pendidikan. Sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumus tentang tujuan
yang harus dicapai sehingga memperjelas area pendidikan, akan tetapi juaga
memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap
siswa.
Kurikulum
sekolah dan madrasah merupakan instrument strategis untuk pengembangan manusia
yang berkualitas baik jangka pendek maupun jangka panjang, kurikulum sekolah
dan madrasah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian
tujuan sekolah atau madrasah dan tujuan pendidikan nasional.Perubahan dan
pembaharuan kurikulum harus menyesuaikan denga kebutuhan dan perkembangan
masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Banyak orang menganggap kurikulum hanya berkaitan dengan bahan ajar,
persoalan kurikulum buan haya persoalan buku ajar akan tetapi banyak persoalan
lain termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan, persoalan materi pelajran
serta persoalan-persoalan lainnya yang terkait dengan hal itu.
Kurikulum
pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan,
pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada
anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam?
2.
Bagaimana Kurikulum dalam
Sistem Pendidikan Islam Masa Pertumbuhan dan Masa Kejayaan ?
C.
Tujuan Penulis
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam
2.
Untuk mengetahui Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam Masa
Pertumbuhan dan Masa Kejayaan
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam
1.
Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal
dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya pelari, atau curere yang berarti
jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam
dunia olahraga yang berarti suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan
olahraga. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan,
member pengertian sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid
terlibat di dalamnya.
Kurikulum ialah rencana atau bahasan
pengajaran , sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang[1].
Zakiah Darajat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan
dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan
pendidikan itu. Kurikulum juga bisa diistilahkan dengan sejumlah pengalaman
pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh
sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.[2]
Kurikulum pendidikan Islam adalah
bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang
dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam
adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan
secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan
pendidikan Islam.[3]
Kurikulum dalam pendidikan Islam,
dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh
pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
pendidikan.
2.
Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Hasan
Lunggulung, bahwa kurikulum Pendidikan Islam merupakan sejumlah pengalaman pendidikan,
kebudayaan,social, olahraga, dan kesenian yang disediakan sekolah untuk anak
didiknnya baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud menolongnya agar
dapat berkembang secara menyeluruh di semua aspeknya dan mengubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[4]
Dari sana dapat di
tarik garis terang tentang hakikat perkembangan kurikulum. Bahwasannya
kurikulum pendidikan itu harus sesuai dengan dinamika zaman, dimana implikasi
dari pengembangan kurikulum terhadap peserta didik adalah mereka akan semakin
aktual serta mampu membawa dirinya sesuai dengan hakikatnya dan hakikat
lingkungannya.
Kurikulum Pendidikan Islam adalah
sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olahraga dan kesenian yang
disediakan oleh sekolah bagi murid-murid didalam dan diluar sekolah dengan
maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah
tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Dari
definisi yang disampaikan diatas, langgulung berkesimpulan bahwa : kurikulum
itu mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu :
a. Tujuan-tujuan yang ingin
dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang
ingin kita bentuk melalui kurikulum itu?
b. Pengetahuan (knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu.
Bagian inilah yang bisa disebut mata pelajaran
c. Metode dan cara-cara mengajar
yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar
dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d. Metode dan cara penilaian yang
dipergunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan
yang direncanakan dalam kurikulum.[5]
3.
Komponen Kurikulum Pendidikan Islam
Ahmad Tafsir
(2006) menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas
komponen-komponen : 1) tujuan ; 2) isi; 3) metode atau proses belajar mengajar,
dan 4) evaluasi. Setiap komponen dalam kurikulum diatas sebenarnya saling
terkait, bahkan masing masing merupakan bagian integral dari kurikulum
tersebut.
Sedangkan
komponen kurikulum menurut Ramayulis meliputi:
a.
Tujuan yang
ingin dicapai.
Tujuan
meliputi: tujuan akhir, tujuan umum, tujuan khusus dan tujuan sementara. Di
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) seorang pendidik harus pula dapat
merumuskan kompetensi yang ingin dicapai, yaitu: kompetensi lulusan, kompetensi
lintas kurikulum, kompetensi mata pelajaran, dan kompetensi dasar.
Setiap
tujuan tersebut minimal ada tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam pendidikan Islam, domain afektif lebih utama dari yang
lainnya.
b.
Isi
Kurikulum
Berupa
materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Materi tersebut disusun ke dalam silabus, dan dalam
mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan perencanaan
pembelajaran.
c.
Media
(Sarana dan Prasarana)
Media
sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum
agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa benda
(materiil) dan bukan benda (non-materiil).
d.
Strategi
Strategi
merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang digunakan. Dalam
strategi termasuk juga komponen penunjang lainnya seperti: sistem administrasi,
pelayanan BK, remedial, pengayaan, dan senbagainya.
e.
Proses
Pembelajaran
Komponen ini
sangat penting, sebab diharapkan melalui proses pembelajaran akan terjadi
perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indicator keberhasilan
pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dituntut
sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong
kreativitas peserta didik.
f.
Evaluasi
Dengan
evaluasi (penilaian) dapat diketahui cara pencapaian tujuan.[6]
B. Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam
Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
pendidikan, sistem persekolaan, dan system masyarakat. Suatu system kurikulum
disekolah merupaan system tentang kurikulum disekolah, merupakan system
kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem
kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari
perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum.[7]
1.
Masa
Pertumbuhan
Secara
historis, sampai dengan abad XIX pendidikan islam masih banyak diselenggarakan
oleh institusi masjid maupun pesantren. Berikut ini adalah gambaran dari
kurikulum di Indonesia, dimana telah beberapa kali mengalami perubahan yang
barang tentu akan berbeda pada ciri masing-masing.[8]
a.
Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Pra Kemerdekaan
Pendidikan
pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini dididik
untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk
pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah.[9] Pada
mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun
murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki
misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan
lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara.
Pendidikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk
pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya,
pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat membaca
dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa, maka
dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal
pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang
dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah
airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan
menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.
b.
Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Masa Orde Lama
Sebagaimana
yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan nasional telah beberapa kali
mengalami perubahan. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum,
di antaranya:
1)
Kurikulum 1947
Oleh
karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam prakteknya baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak kalangan menyebutkan bahwa perkembangan
kurikulum di Indonesia secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan
agama islam telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP &
K dan Menteri Agama) tahun 1946.
Kurikulum
1947 ini masih kental dengan corak system pendidikan jepang ataupun belanda[10]
Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena Negara ini baru merdeka. Sehingga,
proses pendidikan lebih ditekankan untuk mewujudkan manusia yang cinta Negara,
sehingga menjadi berdaulat dan tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara
2)
Kurikulum
1952-1964
Dalam
kurikulum ini muatannya adalah pada pengajaran yang harus disampaikan pada
siswa, dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam,
Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran
dalam kurikulum ini sebagaimana diatur dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok
(Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul SKB dua
menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan
di sekolah-sekolah, minimal 2 jam perminggu.
c.
Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Peralihan
dari era orde lama ke era orde baru pada akhirnya turut berdampak pada wajah
pendidikan nasional, buktinya kurikulum yang berlaku di era orde lama juga
turut berganti, dan tidak cukup disitu, di era orde baru sendiri kurikulum
telah mengalami beberapa perubahan. Dibawah ini adalah model kurikulum yang
berlangsung selama era orde baru, antara lain:
1)
Kurikulum 1968
Boleh
dibilang, kurikulum 1968 ini adalah penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak
kemerdekaan, kurikulum ini menjadi model kurikulum terintegrasi. Focus
kurikulum ini tidak lagi pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964. Hanya saja,
pelaksanaan pendidikan agama kebijakannya kurang lebih sama dengan kurikulum
1964.
2)
Kurikulum
1975
Dalam
kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan
pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan. Sementara
tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
3)
Kurikulum
1984
Boleh
dibilang, kurikulum 1984 ini adalah menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa
dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator,
sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini.
Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K dan Menteri
dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa juga melanjutkan
pendidikannya ke sekolah umum.[11]
4)
Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah,
terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah
lembaga pendidikan yang berciri khas islam, artinya muatan kurikulum struktur
dan konsepnya senafas dengan nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS
ini, pendidikan agama islam akhirnya berjalan satu paket dengan system
pendidikan nasional.
2.
Masa Kejayaan
Adanya
perkembangan kurikulum,
sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.Ia
sebagai instrument yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik dan kebutuhan masyarakat.
a. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Reformasi
1)
Kurikulum
KBK
Era
reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Era ini memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing,
maju, sejahtera dalam wadah NKRI. [12]
Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi adalah dibuatnya sistem
“Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut kurikulum KBK. Diantara
karakteristik utama KBK, yaitu:
·
Menekankan
pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
·
Kurikulum
dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
·
Berpusat
pada siswa.
·
Orientasi
pada proses dan hasil.
·
Pendekatan
dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
·
Guru
bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
·
Buku
pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
·
Belajar
sepanjang hayat;
·
Belajar
mengetahui (learning how to know),
·
Belajar
melakukan (learning how to do),
·
Belajar
menjadi diri sendiri (learning how to be),
·
Belajar
hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
Dalam
KBM-nya, pendekatan belajar mengajar lebih pada jenis pendekatan CTL
(Contekstual Teaching and Learning), menyangkut konstruktuvisme, inkuiri,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik. Dengan
ditetapkannya kurikulum 2004 ini, maka berimplikasi langsung dengan pelaksanaan
pendidikan agama islam, akhirnya madrasahpun menjadikan “kompetensi”, sebagai
basisnya. Apapun model dan bentuknya, harus diakui keberadaan kurikulum menjadi
unsur penting dalam dunia pendidikan. Tanpa kurikulum, maka sulit rasanya
menerjemahkan dan mewujudkan tujuan pendidikan[13]
2)
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Secara
umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak
pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar, sedangkan sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam
pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan
pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan
kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada
lokalitas pendidikan.
Selanjutnya,
penyelenggaraan pendidikan agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam
kurikulum agama yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008
menteri Agama mendatangani PERMENAG no 2 tahun 2008, menyangkut standard
kompetensi lulusan dan standard isi PAI[14]
3)
Kurikulum
2013
Berikut ini
adalah cirri-ciri yang melekat dalam K-13 (Kurikulum 2013, sebatas yang penulis
ketahui), yaitu:
a) Mewujudkan pendidikan berkarakter
Pendidkan
berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan
sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta
didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti
yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai
kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis
kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan
dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
b) Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal
Wawasan lokal
merupakan satu hal yang sangat penting. NAmun pada kenyataan yang terjadi
selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh
tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat
untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari
dalam jiwa. Hal itulah yang mendoronggg bagaimana penanaman budaya lokal dalam
pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem
pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal
yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem
pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi
inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal
dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah
ditelan zaman.
c) Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat
Pendidikan
tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan
merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan
sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan
dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun
non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan
pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten.
Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta
inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat
.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum pendidikan Islam adalah
bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang
dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam
adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan
secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan
pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir (2006) menyatakan bahwa
suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen: tujuan, isi,
metode atau proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sedangkan menurut Ramayulis
(2008: 153-154) komponen kurikulum meliputi: tujuan yang ingin dicapai, isi
kurikulum, media, strategi, proses pembelajaran, dan evaluasi.
DAFTAR
PUSTAKA
A Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis
Problem Sosial, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012),
Abd, Aziz.
2009. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Teras.
Abuddin, Nata. 2010. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Arifin, Zainal. Konsep dan Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2012.
E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003)
Hanun Asrahah, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum:
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007.
Junaedi, Mahfud. Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan, Semarang: RaSAIL Media
Group, 2010.
M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya: 2003),
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2010. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Kurnia.
Suparlan. Tanya Jawab Pengembangan
Kurikulum & Materi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Sutrisno, Muhyidin
Albarobis, Pendidikan Islam berbasis ….,
Toto Suharto, Filasafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011
[2] Aziz Abd,
Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 156.
[4] Abdullah Idi. Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktik. 2007. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Hal 186
[8] Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 71
[9] M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya: 2003), 47
[10] Sutrisno, Muhyidin Al Barobis, Kurikulum Islam Berbasis Problem Sosial,
(Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 63-64
[11] A. Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial,
(Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 67
[12] E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 3
[13] Toto Suharto, Filasafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 125
[14] Sutrisno, Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam berbasis ….,
73
0 komentar:
Posting Komentar