Beranda

Selasa, 02 April 2019

KURIKULUM PAI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kurikulum memiliki kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan unuk tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai instrumental input untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pengembangan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa. Keuikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional harus mampu mengantarkan peseta didik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, tidak hanya sebagai mata pelajaranyang harus dibelajarkan kepada peserta didik, melainkan sebagi aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk di alami dan diwujudkan dalam perilaku peserta didik.
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar dan mengajar didunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seornag anak ddik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknay suatu pendidikan itu dicapai tentu akan berpeluang kepada kurikulaum. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif  serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupannya, tentu hasil atau output pendidikan itu pun akan mampu mewujudkan harapan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sisitem pendidikan. Sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumus tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas area pendidikan, akan tetapi juaga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa.
Kurikulum sekolah dan madrasah merupakan instrument strategis untuk pengembangan manusia yang berkualitas baik jangka pendek maupun jangka panjang, kurikulum sekolah dan madrasah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian tujuan sekolah atau madrasah dan tujuan pendidikan nasional.Perubahan dan pembaharuan kurikulum harus menyesuaikan denga kebutuhan dan perkembangan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Banyak orang menganggap kurikulum hanya berkaitan dengan bahan ajar, persoalan kurikulum buan haya persoalan buku ajar akan tetapi banyak persoalan lain termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan, persoalan materi pelajran serta persoalan-persoalan lainnya yang terkait dengan hal itu.
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam?
2.       Bagaimana Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam Masa Pertumbuhan dan Masa Kejayaan ?
C.      Tujuan Penulis
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan  sebagai berikut:
1.         Untuk Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam
2.         Untuk mengetahui Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam Masa Pertumbuhan dan Masa Kejayaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Hakikat Kurikulum dalam Islam
1.      Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya pelari, atau curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga yang berarti suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, member pengertian sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya.
Kurikulum ialah rencana atau bahasan pengajaran , sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang[1]. Zakiah Darajat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan itu. Kurikulum juga bisa diistilahkan dengan sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.[2]
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.[3]
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.

2.      Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Hasan Lunggulung, bahwa kurikulum Pendidikan Islam  merupakan sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan,social, olahraga, dan kesenian yang disediakan sekolah untuk anak didiknnya baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud menolongnya agar dapat berkembang secara menyeluruh di semua aspeknya dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[4]
Dari sana dapat di tarik garis terang tentang hakikat perkembangan kurikulum. Bahwasannya kurikulum pendidikan itu harus sesuai dengan dinamika zaman, dimana implikasi dari pengembangan kurikulum terhadap peserta didik adalah mereka akan semakin aktual serta mampu membawa dirinya sesuai dengan hakikatnya dan hakikat lingkungannya.
Kurikulum Pendidikan Islam adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olahraga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid didalam dan diluar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Dari definisi yang disampaikan diatas, langgulung berkesimpulan bahwa : kurikulum itu mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu :
a.   Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu?
b.   Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum  itu. Bagian inilah yang bisa disebut mata pelajaran
c.   Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d.  Metode dan cara penilaian yang dipergunakan untuk mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum.[5]

3.      Komponen Kurikulum Pendidikan Islam
Ahmad Tafsir (2006) menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen : 1) tujuan ; 2) isi; 3) metode atau proses belajar mengajar, dan 4) evaluasi. Setiap komponen dalam kurikulum diatas sebenarnya saling terkait, bahkan masing masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut.
Sedangkan komponen kurikulum menurut Ramayulis meliputi:
a.    Tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan meliputi: tujuan akhir, tujuan umum, tujuan khusus dan tujuan sementara. Di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) seorang pendidik harus pula dapat merumuskan kompetensi yang ingin dicapai, yaitu: kompetensi lulusan, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi mata pelajaran, dan kompetensi dasar.
Setiap tujuan tersebut minimal ada tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pendidikan Islam, domain afektif lebih utama dari yang lainnya.
b.    Isi Kurikulum
Berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun ke dalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan perencanaan pembelajaran.
c.    Media (Sarana dan Prasarana)
Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa benda (materiil) dan bukan benda (non-materiil).
d.   Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang digunakan. Dalam strategi termasuk juga komponen penunjang lainnya seperti: sistem administrasi, pelayanan BK, remedial, pengayaan, dan senbagainya.
e.    Proses Pembelajaran
Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dituntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong kreativitas peserta didik.
f.     Evaluasi
Dengan evaluasi (penilaian) dapat diketahui cara pencapaian tujuan.[6]

B.       Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam
Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolaan, dan system masyarakat. Suatu system kurikulum disekolah merupaan system tentang kurikulum disekolah, merupakan system kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana  kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.[7]

1.      Masa Pertumbuhan
Secara historis, sampai dengan abad XIX pendidikan islam masih banyak diselenggarakan oleh institusi masjid maupun pesantren. Berikut ini adalah gambaran dari kurikulum di Indonesia, dimana telah beberapa kali mengalami perubahan yang barang tentu akan berbeda pada ciri masing-masing.[8]
a.    Kurikulum Pendidikan Agama  Islam Pra Kemerdekaan
Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah.[9] Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa, maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.
b.   Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Lama
Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum  pendidikan nasional telah beberapa kali mengalami perubahan. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum, di antaranya:
1)    Kurikulum 1947
Oleh karena beberapa sebab, kurikulum ini dalam prakteknya baru dilaksanakan pada tahun 1950. Oleh sebab itu, banyak kalangan menyebutkan bahwa perkembangan kurikulum di Indonesia secara formal dimulai tahun 1950. Keberadaan pendidikan agama islam telah diatur pelaksanaannya dalam SKB dua menteri (Menteri PP & K dan Menteri Agama) tahun 1946.
Kurikulum 1947 ini masih kental dengan corak system pendidikan jepang ataupun belanda[10] Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena Negara ini baru merdeka. Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan untuk mewujudkan manusia yang cinta Negara, sehingga menjadi berdaulat dan tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara
2)   Kurikulum 1952-1964
Dalam kurikulum ini muatannya adalah pada pengajaran yang harus disampaikan pada siswa, dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan sejarah. Sementara itu, pelaksanaan pembelajaran dalam kurikulum ini sebagaimana diatur dalam UUPPP (Undang-Undang Pokok (Pendidikan dan Pengajaran) nomor 4 tahun 1950. Selanjutnya, muncul SKB dua menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah, minimal 2 jam perminggu.

c.    Kurikulum Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Peralihan dari era orde lama ke era orde baru pada akhirnya turut berdampak pada wajah pendidikan nasional, buktinya kurikulum yang berlaku di era orde lama juga turut berganti, dan tidak cukup disitu, di era orde baru sendiri kurikulum telah mengalami beberapa perubahan. Dibawah ini adalah model kurikulum yang berlangsung selama era orde baru, antara lain:
1)    Kurikulum 1968
Boleh dibilang, kurikulum 1968 ini adalah penyempurnaan dari kurikulum 1964. Sejak kemerdekaan, kurikulum ini menjadi model kurikulum terintegrasi. Focus kurikulum ini tidak lagi pancawardhana sebagaimana kurikulum 1964. Hanya saja, pelaksanaan pendidikan agama kebijakannya kurang lebih sama dengan kurikulum 1964.
2)   Kurikulum 1975
Dalam kurikulum ini, orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan. Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
3)   Kurikulum 1984
Boleh dibilang, kurikulum 1984 ini adalah menyempurnakan kurikulum 1975. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K dan Menteri dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa juga melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum.[11]
4)   Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah, terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri khas islam, artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas dengan nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan UU SISDIKNAS ini, pendidikan agama islam akhirnya berjalan satu paket dengan system pendidikan nasional.

2.       Masa Kejayaan
Adanya perkembangan  kurikulum, sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.Ia sebagai instrument yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat.
a.      Kurikulum Pendidikan Agama Islam  Masa Reformasi
1)      Kurikulum KBK
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera dalam wadah NKRI. [12] Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi adalah dibuatnya sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap disebut kurikulum KBK. Diantara karakteristik utama KBK, yaitu:
·       Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
·       Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
·       Berpusat pada siswa.
·       Orientasi pada proses dan hasil.
·       Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
·       Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
·       Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
·       Belajar sepanjang hayat;
·       Belajar mengetahui (learning how to know),
·       Belajar melakukan (learning how to do),
·       Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
·       Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
Dalam KBM-nya, pendekatan belajar mengajar lebih pada jenis pendekatan CTL (Contekstual Teaching and Learning), menyangkut konstruktuvisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik. Dengan ditetapkannya kurikulum 2004 ini, maka berimplikasi langsung dengan pelaksanaan pendidikan agama islam, akhirnya madrasahpun menjadikan “kompetensi”, sebagai basisnya. Apapun model dan bentuknya, harus diakui keberadaan kurikulum menjadi unsur penting dalam dunia pendidikan. Tanpa kurikulum, maka sulit rasanya menerjemahkan dan mewujudkan tujuan pendidikan[13]
2)      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan.
Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan agama islam di madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama yang dikeluarkan oleh KEMENAG, dan tepat pada bulan Mei 2008 menteri Agama mendatangani PERMENAG no 2 tahun 2008, menyangkut standard kompetensi lulusan dan standard isi PAI[14]
3)      Kurikulum 2013
Berikut ini adalah cirri-ciri yang melekat dalam K-13 (Kurikulum 2013, sebatas yang penulis ketahui), yaitu:
a)    Mewujudkan pendidikan berkarakter
Pendidkan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
b)   Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal
Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. NAmun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendoronggg bagaimana penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
c)    Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat
Pendidikan tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat



.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir (2006) menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen: tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sedangkan menurut Ramayulis (2008: 153-154) komponen kurikulum meliputi: tujuan yang ingin dicapai, isi kurikulum, media, strategi, proses pembelajaran, dan evaluasi.




DAFTAR PUSTAKA
A Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012),
Abd, Aziz. 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.
Abuddin, Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Arifin, Zainal. Konsep dan Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2012.
E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003)
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007.
Junaedi, Mahfud. Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan, Semarang: RaSAIL Media Group, 2010.
M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya: 2003),
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Kurnia.
Suparlan. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum & Materi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Sutrisno, Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam berbasis ….,
Toto Suharto, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011


[1] Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2010), hlm. 121.
[2] Aziz Abd, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 156.
[3] http://masoviq.blogspot.com/2018/5/13/kurikulum-pendidikan-islam.html
[4]  Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. 2007. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Hal 186
[5]  Mahfud Junaedi, Ilmu Pendidikan Islam : Filsafat dan Pengembangan, hlm. 110-111
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Kurnia, 2008), hlm. 153-154.
[7] Zainal Arifin, Konsep dan Pengembangan Kurikulum,  hlm. 11-12
[8] Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 71
[9] M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya: 2003), 47
[10] Sutrisno, Muhyidin Al Barobis, Kurikulum Islam Berbasis Problem Sosial, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 63-64
[11] A. Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012), 67
[12] E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 3
[13] Toto Suharto, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 125
[14] Sutrisno, Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam berbasis …., 73

0 komentar:

Posting Komentar