Beranda

Selasa, 02 April 2019

PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM K.H. HASYIM ASY’ARI


Pendahuluan
Awal abad ke-20 sering dikatakan sebagai masa kebangkitanpendidikan Islam di Indonesia, ditandai dengan munculnya ide-ide dan usaha pembaruan pendidikan Islam, baik oleh pribadi-pribadi maupun organisasi-organisasi keagamaan yang concerndi bidang ini.
Tujuannya untuk memperbaiki kondisi pendidikan kaum musliminyang semakin terpuruk di wilayah ini, sejak diperkenalkannya sistemkelembagaan pendidikan baru oleh pemerintah kolonial, dalam rangkamenghadapi berbagai tuntutan dan kebutuhan hidup masyarakat dimasa modern. Ide dasarnya adalah bahwa memperbarui sistem-kelembagaan pendidikan Islam merupakan keniscayaan yang tak bisaditunda-tunda, jika kaum muslimin tidak ingin mengalamiketertinggalan dengan Barat.
Salah seorang yang memiliki perhatianbesar dan aktif dalam usaha ini adalah KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947),pendiri pesantren Tebuireng yang juga salah satu arsitek berdirinyaNahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di tanah air.Melalui aktifitas pendidikan di pesantren Tebuirengnya, iamelancarkan serangkaian pembaruan pendidikannya sebagai upayamemberikan landasan dasar bagi modernisasi sistem kelembagaanpendidikan Islam Indonesia di awal abad ke-20, yang pengaruhnya sangatkuat mewarnai corak perkembangan dan sistem kelembagaan pendidikan Islam, khususnya pesantren, di tanah air bahkan hingga kini.

Kondisi Pesantren Awal Abad ke-20
Sejak awal abad ke-16 telah terdapat banyak pesantren mashur,menjadi pusat pendidikan Islam, yang mengajarkan berbagai kitabklasik, dalam bidang fiqh, teologi, dan tasawuf.Meski demikian, tidak berarti pesantren dalam perkembangannya terus dalam keadaanstatis. Usahanya mengadakan semacam “pemurnian” gunamelepaskan ajarannya dari berbagai unsur luar Islam terus dilakukan,dan mulai memperlihatkan hasilnya sejak menerima kyai-kyai bergelarhaji pada awal abad ke-18.
Secara kelembagaan pesantren kurun inimemang belum mengalami perubahan. Tetapi dari segi kandunganisinya, terjadi perubahan mendasar, seperti terlihat dari diajarkan didalamnya ilmu-ilmu keislaman klasik, mencakup fiqh, tafsîr, târîkh,tauhîd, dan sebagainya.Hal ini terjadi terutama, sejak kepulanganpara pemuda kita setelah menetap beberapa lama di Mekkah untukmenimba ilmu, dan selanjutnya mendirikan pesantren, sepulangmereka di kampung halaman masing-masing kira-kira seabadkemudian.
Sejak diangkatnya Kyai Ma’shum, menantu KH. Hasyim sendiri, sebagai pimpinan pondok pada 1916, pembaruan tahap pertama di pesantren Tebuireng dimulai dengan memperkenalkan sebuah model kelembagaan baru berbentuk madrasah, yang diberi nama Madrasah Salafiyah. Hingga 1919 madrasah ini sepenuhnya masih berkurikulum diniyah, yang hanya mengajarakan ilmu-ilmu agama saja. Yang diperbarui adalah sistem pembelajarannya, yang disusun secara bertingkat dalam 7 kelas, dibagi ke dalam dua jenjang. Tahun pertama dan kedua dinamakan sifr awwâl dan sifr tsânî, sebagai madrasah persiapan sebelum memasuki jenjang kedua, madrasah 5 tahun berikutnya. Untuk memudahkan penguasaan bahasa Arab, karena bahasa ini sebagai bahasa sumber pelajaran, Kyai Ma’shum mengembangkan pendekatan pembelajaran baru, disebut pendekatan morfologi (sharaf), yang dengannya pemahaman formasi kosakata sebagai basis pemahaman teks bahasa Arab, mendapatkan perhatian. Buku karangnya mengenai hal ini hingga kini masih menjadi pegangan utama dalam pembelajaran bahasa Arab di pesantren.
Kesediaan KH. Hasyim mengadakan perombakan kurikulum madrasahnya dengan memasukkan pengetahuan umum ke dalamnya, sepertinya bukan karena mengikuti trend, yang ketika itu dunia pendidikan Islam di tanah air memang tengah menyaksikan gelora pembaruan. Perombakan kurikulum tersebut sudah diantisipasi sebelumnya dengan dimasukkannya guru-guru muda, seperti Kyai Ma’shum yang berlatar belakang pendidikan Mekkah dan Kyai Ilyas yang berlatar belakang HIS, untuk menjadi guru sekaligus pimpinan administratifnya. Tindakan seperti ini dapat diartikan sebagai kritik internal atas praktek pendidikan di pesantren/madrasah yang selama ini hanya menggeluti ilmu-ilmu keagamaan saja, melenjutkan tradisi madrasah di masa lampau, yang tentu saja sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan pendidikan modern.
Dalam soal metode pembelajaran, khususnya bahasa Arab,sebagai bahasa materi ajar, KH. Hasyim Asy’ari juga merasa perlu melakukan koreksi dengan memperkenalkan model pembelajaran aktif di madrasahnya. Pendekatan baru ini memungkinkan santri menguasai bahasa Arab secara tulisan dan lisan, selain kepandaian membaca kitab-kitab berbahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah (Jawa), seperti selama ini ditekankan.Model pembelajaran bahasa secara aktif pada saat itu memang belum lazim berlaku di lingkungan pesantren.
Bahwa pembaruan pendidikan (Islam) yang dilancarkan KH. Hasyim Asy’ari tetap menggunakan basis pesantrensebagai titik pijaknya, tidak seperti yang digalakkan kalangan muslim reformis yang dengan tegas menolak keberadaan pesantren. Pembaruan Hasyim Asy’ari bahkan dapat dikatakan tidak menggeser sedikitpun fondasi kelembagaan pesantren sebagai lembaga  pendidikan Islam tradisional, kecuali dalam hal perbaikan sistem pengelolaan dan perluasan kelembagaan serta materi pendidikannya. Pengajian model lama, yang menjadi salah satu kekuatan dan kekhasan pesantren sebagai lembaga tafaqquh fi al-dîn, bahkan hingga kini, yang berorientasi pada penguasaan materi kitab-kitab klasik, di sampingaktifitas keagamaan lainnya dalam kehidupan pesantren, tetap berlangsung seperti sediakala. Subjek materinya masih seperti sediakala mengenai fiqh, tafsîr, dan ilmu hadîs, dengan mana KH.Hasyim sendiri memang dikenal sebagai ahlinya dalam ilmu-ilmu tersebut. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa pengajaran KH.Hasyim khusus untuk tafsîr dan hadîs sesungguhnya merupakan hal baru di lingkungan pesantren, yang pada awal abad ke-20 kedua cabang ilmu ini tengah dipromosikan dan lebih banyak diminati kalangan reformis, karena slogan mereka yang menginginkan kembali kepada kedua sumber utama ajaran Islam tersebut. Pada bulan puasa KH. Hasyim menyelenggarakan kuliah khusus mengenai hadis  Bukhârî dan Muslim, dua kitab hadis yang paling banyak digunakan sebagai referensi kaum muslimin. Pesertanya kebanyakan para kyai dan alumni sendiri. Tujuannya, selain mengambil berkah (tabarruk), juga untuk menjalin silaturahim dengan sang guru dan almamater.
Yang sangat menonjol dari pemikiran pendidikan Hasyim adalahketeguhannya untuk menempatkan “unsur pokok bersifat ilahiyah”di atas segala-galanya dalam seluruh aktifitas pendidikan. Pendekatanseperti ini, walaupun elaborasinya belum tuntas, sejauh ini telah menjadi kekuatan tersendiri dari konsep modernism pendidikan IslamHasyim, dibedakan dengan tokoh-tokoh pemburu lain yang sama-sama mengusung tema pemburuan pendidikan Islam. Inilahsumbangan terpenting dari usaha pembaruan pendidikan Hasyim,selain pengembangan sistem dan model kelembagaan pesantren, yangdengannya pendidikan Islam, khususnya Madrasah, bisa memilikilandasan yang kokoh serta arah yang jelas, yang secara langsung dapatdigunakan dalam usaha memecahkan apa yang disebut Azyumardi Azra dengan problem epistemologi, sejak pendidikan berkenalandengan unsur-unsur baru dari luar (Barat), termasuk ilmu-ilmu umum,akibat desakan dan tuntutan modernisasi.Dengan menempatkanbeberapa ilmu agama sebagai farÌu ‘aindalam posisi teratas dalamhirarki keilmuan yang harus diajarkan dalam kurikulum,artinyaHasyim menolak adanya dominasi “ilmu-ilmu luar” dan berusaha memposisikan “ilmu-ilmu luar” tersebut di bawah dan menjadi bagiantak terpisahkan dari kurikulum agama. Dengan integrasi ini, tidakdikenal lagi apa yang sering diistilahkan dengan pemisahan (dikotomi)ilmu, antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, karena padadasarnya agama hanya menyediakan satu tempat saja untuk mereka,seperti diterapkan di pesantrennya Tebuireng. Seperti dikatakanHasyim sendiri, dengan mengutip pendapat ulama salaf: hadhâ al-‘ilmu dînun fanÐurû ‘amman ta’khudhûna dînakum, “Ilmu adalah agama,maka hendaklah kalian melihat (mempertimbangkan dahulu) kepadasiapa kalian mengambil agama kalian itu.


0 komentar:

Posting Komentar