BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
Islam mempunyai sejarah yang peting. perkembangan dan pertumbuhan pendidikan
Islam ada dengan sendirinya seiring Islam berkembang. Pada umumnya pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia.
Karena pada dasarnya pendidikan jika dilihat
dari fungsinya ialah ingin membentuk insan kamil, yang berakhlak mulia dan
berbudi pekerti yang baik, demi tercapainya kehidupan yang bahagia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
Sedangkan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dari masa kemasa yang
terus mengalami perubahan yang sangat
dinamis, perlu diimbangi dengan peran lembaga pendidikan Islam dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan dalam berbagai hal, seperti aspek kurikulum dan
metodologi pembelajaran, peningkatan pendidik dan lain
sebagainya.
Dalam hal
ini, peran lembaga pendidikan Islam yang mana salah satunya adalah madrasah
harus bisa mengimbangi semua hal itu dan dapat mengarahkan peserta didiknya
agar dalam keluarannya nanti bisa bersaing dengan negara lain dan tidak kalah
dalam hal pengetahuan dan teknologinya, tanpa meninggalkan jiwa dan
karateristik Islami dalam kehidupannya.
Oleh karena
itu, peran madrasah dalam pendidikan Islam sangat penting, guna mencetak
generasi muda yang berprestasi dan berdaya saing, bermanfaat bagi agama, negara
dan masyarakat pada umumnya. Maka, dalam makalah ini penulis bermaksud membahas
lebih jauh lagi peran madrasah dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Madrasah dan Transmisi Ilmu pengetahuan dalam islam
1.
Pengertian Madrasah dan Munculnya Madrasah
Madrasah berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk kata “keterangan
tempat” dari akar kata “darasa”. Secara harfiah “madrasah” diartikan sebagai
“tempat belajar para pelajar”, atau “tempat untuk memberikan”. Dari akar kata
“darasa” juga biasa diturunkan kata “madras” yang
mempunyai arti “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”, kata “al-midras”
juga diartikan sebagai “rumah untuk mempelajari kitab taurat”.
Kata
“madrasah” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti “sekolah”
kendati pada mulanya kata itu sendiri bukan dari bahasa Indonesia, melainkan
dari bahasa asing, yaitu School atau Scola.[1]
Istilah madrasah merupakan isim makan dari kata darasa
yang berarti tempat belajar. Istilah madrasah kini telah menyatu dengan istilah
sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam. Akan tetapi menurut Karel
Steenbrink istilah madrasah dan sekolah dibedakan, karena keduanya memiliki
ciri yang berbeda. Namun dalam pembahasan ini penulis lebih menyamakan anti madrasah
dengan sekolah, akan tetapi tumbuhnya madrasah di Indonesia tidak lepas dari
pengeruh madrasah yang berkembang pada masa kejayaan Islam abad pertengahan.
Institusi pendidikan madrasah di indonesia lahir pada awal abad 20 M, yang
dapat dianggap sebagai awal priode pertumbuhan madrasah dalam sejarah
pendidikan Islam di Indonesia. Memasuki awal abad 20 M ini banyak orang Islam
Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak mungkin berkomptisi dengan
kekuatan-kekuatan yang menantang dari pihak kolonialisme Belanda, penetrasi
misionaris Kristen, dan perjuangan untuk maju di bagian-bagian lain di
asia, apabila terus melanjutkan kegiatan pendidikan dengan cara-cara tradisional
dalam menegakkan Islam, seperti yang dilaksanakan di langgar-langgar, surau,
masjid dan pesantren.
Munculnya kesadaran kritis dikalangan umat Islam Indonesia tersebut tidak
lepas dari kiprah kaum terdidik lulusan Mesir atau Timur tengah yang telah
banyak menyerap semangat pembaharuan (tajdid) disana. Setelah mereka
kembali ke tanah air, mereka melakukan pengembangan institusi pendidikan baru
yang lazim disebut madrasah dengan menerapkan metode dan kurikulum yang juga
baru.
Munculnya madrasah oleh para sejarawan pendidikan Islam dipandang sebagai
salah satu bentuk pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Argumen yang dapat
dikemukakan adalah bahwa secara historis, awal kemunculan madrasah dapat
dikembalikan pada dua situasi; pertama, adanya pembaharuan Islam di
Indonesia, kedua,adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan
pendidikan Hindia-Belanda.
Dari hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa tumbuhnya madrasah di
Indonesia adalah hasil dari tarik menarik antara pesantren sebagai lembaga pendidikan
asli pribumi yang sudah ada disatu sisi, dengan pendidikan Barat disisi yang
lain. Setidaknya ada dua kecenderungan yang dapat diidentifikasi dari
kemunculan format madrasah: pertama, madrasah diniyah-salafiyah
yang terus tumbuh dan berkembang sampai saat ini dengan peningkatan jumlah
maupun penguatan kualitas sebagai lembaga tafaqquh fiddin (lembaga yang
semata-mata mendalami ilmu agama), dan kedua, madrasah yang selain
mengajarkan ilmu agama dan nilai-nilai Islam, juga memasukkan beberapa materi
yang diajarkan di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia-Belanda,
yang sampai saat semakin menampakkan eksistensinya.[2]
2.
Peran Madrasah Dalam Pendidikan
Islam
Sitem
pendidikan dan pengajaran di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok
pesantran dan sistem pada sekolah-sekolah umum yang berlaku pada sekolah
modern. Kurikulumnya masih mempertahankan materi agama walaupun presentasinya
yang berbeda.
peran
madrasah dalam pembangunan, khususnya bidang pendidikan, sangat strategis. Keberadaannya
di pelosok-pelosok pemukiman memungkinkan warga menyekolahkan anaknya guna
mendapatkan pendidikan. Selain pendidikan formal, madrasah pun memberi bekal
pengetahuan agama yang membentuk watak beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Untuk itu, keberadaannya di tengah masyarakat sangat dibutuhkan guna
mendukung akselerasi peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Apalagi saat
ini madrasah sudah cukup maju dengan melengkapi fasilitasnya sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman, sehingga diharapkan lulusannya mampu bersaing
dengan kualitas yang memadai, keberadaan madrasah cukup menarik minat
masyarakat untuk memasukkan putra-putrinya mengenyam pendidikan karena sudah
menjadi pilihan utama mulai jenjang pendidikan usia dini hingga pendidikan
atas, bahkan pendidikan tinggi.
Madarasah
selain menjalankan kurikulum nasional juga menambah kurikulum keagamaan dan
ketrampilan yang dibutuhkan siswa, yakni dengan melengkapi fasilitas penunjang
pendidikan. Tentunya, semua itu untuk mendukung pengembangan pelayanan
pendidikan berbasis madrasah yang lebih unggul dan berkualitas.
Sehingga
kualitas lulusannya kelak mampu bersaing dalam kompetisi meraih kesempatan yang
lebih tinggi lagi, seperti masuk perguruan tinggi ternama ataupun memasuki
dunia kerja.[3]
B.
Peran
Madrasah dalam Proses Transmisi Ilmu Pengetahuan
Konstribusi madrasah dalam proses penyebaran ilmu pengetahuan sudah tidak
dapat kita sangsikan, mengenai peran madrasah dalam proses transmisi ilmu
pengetahuan tersebut dapat kita perhatikan dari munculnya madrasah-madrasah
yang ada di Indonesia. Madrasah ini sering dijadikan rujukan oleh para penulis
sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagai madrasah yang tumbuh pada masa
awal pembaharuan. Akan tetapi setelah madrsah ini mengelalmi perubahan menjadi
Holand Inland School (HIS) Adabiyah, Madrasah Adabiyah ini lebih cenderung
seperti sekolah Belanda yang memasukkan mata pelajran umum ditambah dengan
materi pendidikan agama.
Selanjutnya
pada tahun 1910 didirikan Madrasah School (Sekolah Agama) yang dalam
perkembangannya berubah menjadi Diniyah School (Madrasah Diniyah) dan nama
diniyah inilah yang kemudian menjadi popular. Madrasah Diniyah, yang didirikan oleh Zainuddin Labai el-Yunusi pada tahun
1915. Madrasah Diniyah Zainuddin Labai ini dilaksanakan dengan sistem kelas
dengan susunan mata pelajaran terpadu atara ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu
umum. Madrasah ini pada awalnya mengajarkan dasar-dasar bahasa arab kemudian
melatih pembacaan al-Qur’an.
Disamping
madrasah-madrasah yang tumbuh dan berkembang di Minangkabau di pulau Jawa juga
tumbuh dan berkembang madrasah-madrasah sebagai pusat transmisi ilmu
pengetahuan agama Islam. Sebagian madrasah dipulau Jawa
lebih dekat dengan sistem sekolah model Belanda, ada juga madrasah yang
dipengaruhi oleh perkembangan pembaharuan pendidikan di Timur Tengah, dan juga
ada tipe madrasah yang merupakan konvergensi antara sistem pendidikan pesantren
dengan sistem madrasah atau sekolah modern.
Pendidikan
madrasah di Indonesia berbeda dengan dengan madrasah pada masa pertengahan,
dimana pada waktu itu madrasah adalah sebagai seolah lanjutan atau perguruan
tinggi sebagai tempat untuk mengembangkan keilmuan. Sedangkan di Indonesia
madrasah mengacu kepada lembaga pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan
agama Islam, dari tingkat rendah, menengah (MI, MTs dan MA) dan madrasah
Diniyah dengan berbagai variannya tidak termasuk perguruan tinggi.
Madrasah
pada saat ini telah mencapai puncak perkembangannya, dengan segala kelebihan
dan kekurangnnya, madrasah tidak dapat dipungkiri telah memberikan konstribusi
yang besar dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat, terutama bagi
masyarakat kelas menengah ke bawah.
C.
Bentuk-Bentuk
Transmisi Ilmu Pengetahuan di Madrasah
Perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan
sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern (kolonial) yang menjadi embrio
kelahiran madrasah maka proses pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di
madrasah tentunya juga mengalami modifikasi dan penyesuaian. Proses perpaduan tersebut
berlangsung secara berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal, dengan
menggunakan kursi, meja dan papan tulis dan media pembelajaran lainnya.
Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama
sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada
waktu pemerintahan Republik Indonesia, kementrian agama yang mengadakan
pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalu
kementrian agaman, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang
ditetapkan oleh menteri agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam
wewenangnya adalah haarus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran
pokok, paling sedikit enam jam dalam seminggu.
Proses transmisi ilmu dapat kita lihat dari sistem pendidikan yang
diterapkan di madrasah pada awal kemunculannya. Dimana otoritas pendidikan di
madrasah pada awalnya berada di tangan ulama atau kiai sebgai top leader.
Dalam usaha menyelenggarakan pendidikan, mereka mengembangkan semacam staf
pengajar untuk memperlancar proses transmisi ilmu tersebut. Pada puncak
struktur hirarkinya, ulama atau kiai dapat disejajarkan dengan professor (guru
besar), yang mengajar sesuai dengan keahlian dan komptensi keilmuannya, setelah
mereka mendapat ijzah al-tadris dari gurunya. Karena itu tidak jarang
kita temukan kiai yang ahli tafsir, kiai hadis, kiai tasawuf dan sterusnya.
Syarat-syarat
bagi seorang guru madrasah diantaranya adalah memiliki kapasitas ilmu yang
cukup tentang agama, kadang disyaratkan harus hafal al-Qur’an, mengetahui tata
bahasa arab serta ilmu-ilmu lainnya, seperti matematika dan sastra. Selain itu mereka harus mempunyai akhlak mulia, bertakwa dan taat melaksanakan
ajaran agama. Bahkan perinsip yang harus dipegang oleh guru madrasah adalah
bahwa seorang guru harus menyantuni yang kecil dan berlaku adil dalam
berinteraksi dengan mereka.
Proses transmisi ilmu terjadi melalui kegiatan belajar mengajar, dimana
murid berhungan langsung dengan guru secara formal di ruang kelas. Sistem
belajar mengajar dengan kegiatan formal tatap muka secara kolektif maupun
individual telah menciptakan suasana belajar yang kondusif. Metode pembelajaran
yang digunakan di madrasah untuk mempercepat murid dalam memahami materi
pelajaran sangat berfariatif sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan muridnya.
Diantaranya adalah menggunakan metode menghafal, ceramah, dan diskusi. Murid
mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru, atau sebaliknya guru mendengarkan
apa yang dikatakan oleh murid, terkadang guru memberikan ilustrasi,
menyampaikan kisah-kisah, praktek individu, mengambil pelajaran dari pristiwa
yang terjadi, targhib dan tahzib (reward dan punishment),
uswah hasanah dan memelihara karakter-karakter tertentu. Disamping itu,
di luar jam pelajaran kadang-kadang madrasah menerapkan sistem pembelajaran
yang dibimbing oleh seorang tutor yang membantu murid mengulang pelajarannya
untuk memahami materi-materi yang telah diajarkan dan sukar dipahami, serta
membantu murid yang kecerdasannya terbatas.
Pada tahap
perkembangan selanjutnya, seperti yang tampak saat ini, madrasah telah diakui
oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah umum, dan
madrasah telah dianggap sebagai sekolah umum yang bercirikan agama. Bahkan
pemerintah telah banyak memberikan bantuan untuk pengembangan madrasah baik
secara finansial maupun sarana dan prasarana pembelajaran yang dibutuhkan oleh
madrasah sebagai tempat teransmisi ilmu dan tempat untuk mendidik anak-anak
bangsa di masa yang datang.
Salah satu yang menjadi kelebihan madrasah adalah terletak pada penanaman
tauhid, memahami fenomena alam dan kemanusiaan sebagai satu kesatuan yang
holistik. Kemanusiaan disini berarti peningkatan sumber daya manusia yang
seimbang, beriman, berilmu dan beramal, cakap secara lahir maupun batiniah,
berkualitas secara emosional, rasional dan spiritual. Disamping itu kelebihan
madrasah ada pada visi, misi dan karakteristik yang khas di dalam masyarakat
dan bangsa Indonesia dilihat dari segi kebudayaan, pendidikan, politik, dan
bahkan ekonomi.
Untuk
membangun masyarakat yang demokratis serta mengikutsertakan masyarakat secara
optimal di dalam penyelenggaraan dan pengeturan kehidupan mereka, maka lembaga
pendidikan madrasah merupakan contoh hidup yang perlu diaktualisasikan, Karena
di dalam lembaga pendidikan madrasah ada;
1.
Pendidikan
yang berbasis masyarakat, kesatuan antara pendidikan masyarakat dan kebudayaan,
diwujudkan dalam pendidikan madrasah. Dengan diikutsertakannya masyarakat di
dalam pelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, maka pendidikan tersebut
betul-betul berakar dalam masyarakat di dalam kebudayaan sehingga dapat
memfungsikan nailai-nilai budaya tersebut.
2.
Akar budaya
yang kuat yang melekat dengan pengakuan nilai-nilai moral yang tinggi yang ada
dalam kebudayaan Indonesia, kurang mendapatkan tempat yang semestinya di
lembaga-lembaga pendidikan selain madrasah. Tauran antar pelajar, penggunaan
narkoba, hamper tidak ditemukan di lembaga-lembaga madrasah. Hal ini menandakan
betapa nilai-nilai luhur masih tetap hidup di dalam system pendidikan madrasah.
3.
Otonomi dan
desentralisasi yang melekat pada tubuh madrasah patut dijadikan contoh dan
model di dalam penyelnggaraan pendidikan nasional dalamrangka pelaksanaan
otonomi daeran dan otonomi pendidikan ke depan.
4.
Disamping
kelebihan yang melekat pada madrasah, ada beberapa kelemahan yang harus
diantisipasi oleh para pengambil kebijakan di madrasah-madrasah, agar tetap
surprise di tengah gempuran pradaban modern saat ini.
Kelemahan-kelemahan tersebut
antara lain:
1.
Madrasah
telah kehilangan akar sejarahnya yang kuat, sehingga pada saat ini Nampak
terjadi dehistorisasi madrasah.
2.
Terdapat
dualisme pemaknaan terhadap madrasah.
Disatu sisi madrasah dimaknai sama dengan sekolah umum yang memiliki cirri
keagamaan, karena didalamnya ada kurikulum yang tersusun dengan rapi. Sementara
disisi yang lain madrasah dianggap sebagai pesantren dengan system klasikal
yang kemudian dikenal dengan madrasah diniyah. Dengan demikian sub system
pendidikan nasional madrasah belum memiliki jati diri yang dapat dibedakan dari
lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
D.
Urgensi
Madrasah dalam Transmisi Ilmu Pengetahuan
Dari penjelasan
di atas, dapat dikatakan bahwa madrasah dengan berbagai bentuknya menjadi
subjek vital dalam proses transmisi. Dua kategori lembaga pendidikan Islam yang
ada, pra-madrasah dan madrasah itu sendiri memiliki peran yang berbeda,
khususnya dalam pengembangan keilmuan. Jika pra-madrasah lebih bersifat
penyebaran ilmu agama (fiqh), maka madrasah, dalam prakteknya mengembangkan dan
mengintegrasikan Islam dengan ilmu pengetahuan luas.
Ketika
transmisi ilmu tidak dapat berkembang dan bahkan mengalami kemunduran yang
hebat, saat ini telah muncul kesadaran baru di kalangan ahli pendidikan dengan
membuat paradigma berfikir tentang pendidikan akan pentingnya reintegrasi
islam dan ilmu pengetahuan.Hal ini merupakan ekspresi baru dalam mewujudkan madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam yang menjadi pusat pengembangan peradaban
serta menjadi pusat transmisi ilmu pengetahuan.
Dalam
kedisiplinan untuk mengungkapkan relevansi Islam sepanjang zaman, didasari tiga
sumbu tauhid, yaitu :
1.
Kesatuan
Pengetahuan antara aqli dan naqli.
2.
Kesatuan
Hidup.
3.
Kesatuan
Sejarah.
Kesadaran
akan ketiga sumbu tersebut dimulai dari pembenahan sistem madrasah (lembaga
pendidikan) menuju proses transmisi pengetahuan. Pemaduan sistem dan manajemen
madrasah Islam dengan manajemen modern akan menghasilkan keuntungan-keuntungan
seperti yang telah kita saksikan dari sejarah kegemilangan transmisi ilmu dalam
peradaban Islam.
Senada
dengan al-Faruqi, Fazlur Rahman dengan pendidikan modernnya, menekankan pentingnya
memahami kembali bagaimana konsep awal pendidikan Islam pada abad pertengahan
untuk kemudian diaplikasikan pada saat ini. Harus ada pembaharuan dalam
pendidikan Islam sehingga tercipta bentuk baru pola manajemen pendidikan,
khususnya di madrasah dengan berbagai bentuknya.
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Sejarah
lembaga pendidikan Islam dibagi menjadi dua kategori, yaitu pra-madrasah
dan madrasah itu sendiri. Pra-madrasah adalah lembaga pendidikan
dengan varian nama dan bentuk yang tidak memakai istilah atau nama madrasah.
Sedangkan madrasah merupakan istilah yang dipakai untuk lembaga
pendidikan Islam dengan manajemen lebih maju (modern) dan holistik. Nama madrasahi
mulai digunakan sejak abad 4 H.
Madrasah
menjadi wadah utama dalam transmisi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam,
meskipun belum menggunakan nama madrasah. Ini terlihat dengan adanya beberapa
lembaga pendidikan seperti maktabah, masjid, dll yang berfungsi sama seperti
madrasah.
Transmisi
ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam dimulai dengan ‘dialog’ antara peradaban
Islam dengan peradaban lain, seperti Yunani, Persia, Aleksandria (Mesir) dan
peradaban Hindu. Efek dari ‘dialog’ inilah yang menjadikan proses transmisi menjadi
lebih berkembang, hingga dapat memperluas wahana ilmu pengetahuan baik dalam
peradaban Islam sendiri ataupun pada peradaban Barat (Eropa).
Peradaban
Eropa (Barat) yang mengalami renaisans sampai saat ini, terispirasi dari
peradaban Islam yang lebih dulu melakukan berbagai inovasi, seperti gerakan
penerjemahan, dll. Apa yang dilakukan Barat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuannya adalah mirip atau sama dengan apa yang dilakukan oleh umat Islam
dalam mencapai Golden Age.
Saat ini,
transmisi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam tidak menenmukan spirit karena
beberapa hal, sehingga perlu adanya usaha reintegrasi Islam dan pengetahuan
agar dapat mencapai puncak peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi Misi dan Aksi, Jakarta:
Rajawali Pers, 2004
Armai Arief,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam
Kalasik¸ Bandung: Angkasa, 2005
Armando,
Nina M., (et. al), Ensklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
2005).
Azyumardi
Azra, Esai-Esai Intlektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,
1998
Blanchard,
Christopher M., Islamic Religious Schools, Madrasas: Background, (New
York: CRS Report, 2008).
Enung K
Rukiyati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
Pustaka Setia, 2006
Ida Kusmana
dan JM.Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan Restrospeksi dan Proyeksi
Modenisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: IISEP bekerja sama
dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jendral pendidikan Tinggi
Islam Depag RI, 2008
[1]http: www.sinarberita.com
contoh makalah pendidikan agama islam, di unduh 14 september 2017
[2]
http://ikaa-jogja.blogspot.co.id madrasah-dan-transmisi-ilmu-pengetahuan di
unduh 14 september 2017
[3]http: www.sinarberita.com
contoh makalah pendidikan agama islam, di unduh 14 september 2017
0 komentar:
Posting Komentar