BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adab menurut
arti bahasa adalah kesopanan, tingkah laku yang pantas, tingkah laku yang baik,
kehalusan budi dan tata susila. Adab juga bisa berarti pengajaran dan
pendidikan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
أَدَّ بَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ
تَأْدِيْبىِ
“Sesungguhnya Allah ‘azawajalla telah mendidikku
dengan adab yang baik (dan jadilah pendidikan adab ku istimewa)” (HR. Ibnu
Mas’ud)
Kata مجالس adalah bentuk jamak مجلس. Majelis bermakna “tempat duduk”, sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia majelis adalah pertemuan, kumpulan, tempat sidang.
Orang-orang yang berilmu akan mendapat banyak manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri. Nah,salah satu cara mendapatkan ilmu itu dapat melalui majelis. Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang sangat
penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi
kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut
al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan,
kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang dapat
diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya diperoleh
dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan bagaimana
kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki. Dari sini, dengan jelas dapat
disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu
pengetahuan yang melingkupi.
Melihat
begitu pentingnya ilmu bagi seorang muslim maka tiap-tiap muslim wajib berilmu
dan salah satu medianya adalah bermajlis. Mendatangi majelis ilmu penting bagi umat muslim. Untuk bermajlis
dengan baik,muslim harus tahu tentang adab majlis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Majelis Ilmu
Dalam kamus bahasa Majlis adalah lembaga (organisasi )
sebagai wadah pengajian dan kata majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga
masyarakat nonpemerintah yang terdiri atas para ulama islam.[1] Arti
Ilmu adalah pengajaran, jadi Majlis Ilmuadalah secara bahasa adalah tempat
untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama islam. Secara istilah Majlis
Ilmu adalah lembaga pendidikan non formal islam yang memiliki kurikulum
tersendiri.
Dengan demikian Majlis Ilmudapat dipahami sebagai
suatu institut dakwah yang menyelenggarakan pendidikan agama yang berciri
non-formal, tidak teratur waktu belajar,
para peserta disebut jamaah dan bertujuan khusus untuk usaha memasyrakatkan
islam.
Adanya Majlis Ilmudi
tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menambah ilmu dan keyakinan agama yang
akan mendorong pengalaman ajaran agama sebagai silaturahmi anggota masyarakat
dan meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan
jamaahnya(alawiyah, 1997:78) Majlis Ilmujuga berguna dalam membina dan
mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertakwa kepada Allah SWT.
Adapun dalil
tentang Majlis Ilmu
ياَءيُّهَاالَّدِيْنء
اَمّنُوْ اِاذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْ فِى الْمَجَلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ
اللهُ لَكُمْ وَاِذَا ِقيْلَ انْشُزُوْا
فَانْشُزُ وْا يَرْفَعِ اللهُ الَّدِيْنَءَامَنُوْامِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ
اُوْتُوْاالعِلْمَ دَرَجَتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ الْخَبِيْرٌ(11)
Artinya:
“Hai
orang-prang yang beriman,apabila di katakan kepadamu,”berlapanglah-lapanglah
dalam majelis” maka lapangkanlah,niscaya Allah akan memberikan
kelapanganuntukmu. Dan apabila dikatakan,”berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan menigkatkan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Tujuan Majlis Ilmu:
1.
Majelis Ilmu sebagai tempat belajar, maka tujuan
majlis ta’lim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama agam yang mendorong
pengalaman ajaran agama.
2.
Majelis Ilmuberfungsi bertujuan sebagai kontak
silaturahmi
3.
Majelis Ilmuberfungsi mewujudkan minat sosial maka
tujuannya meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan
jamaahnya.[2]
B.
Adab Majelis
Ilmu dalam Pespektif Al-Quran
1.
Ayat Yang Menjelaskan Tentang Adab Majelis
اللَّهُ يَرْفَعِ فَانْشُزُوا انْشُزُوا قيلَ إِذا وَ لَكُمْ اللَّهُ يَفْسَحِ
فَافْسَحُوا الْمَجالِسِ فِي تَفَسَّحُوا لَكُمْ قيلَ إِذا آمَنُوا الَّذينَ
أَيُّهَايا خَبيرتَعْمَلُونَ بِما اللَّهُ وَ دَرَجاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا
الَّذينَ وَ مِنْكُمْ آمَنُوا الَّذينَ
Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah pada
majlis-majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu. Dan
jika dikatakan kepada kamu ; Berdirilah ! ", maka berdirilah Allah akan
mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang~rang yang diberi
ilmu beberapa derajat ; Dan Allah dengan apapun yang kamu kerjakan adalah Maha
Mengetahui. (QS. Al-Mujadalah:11)
2.
Mufrodat
a.
تفسحوا terambil dari kata فسح : lapang
b. مجالس bentuk jamak dari kata مجلس : tempat duduk
c.
انشزوا terambil dari kata نشوز
: tempat yang tinggi/berdiri
d. يرفع terambil dari kata رفع
: meninggikan
e.
الذين اوتوا العلم
: yang di beri pengetahuan
3.
Tafsir ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu
berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka lapangkanlah!”[ pangkal ayat 11]
Menurut
suatu riwayat yang dibawakan oleh Muqatil bin Hubban, ayat ini turun pada hari
jum'at. Ketika itu rasulullah saw. duduk di ruang Shuffah ( yaitu ruang tempat
berkumpul dan tempat tinggal sekali dari shahabat-shahabat Rasulullah saw. yang
tidak mempunyai rumah tangga ). Tempat itu agak sempit dan shahabat-shahabat
dari muhajirin dan Anshar telah berkumpul. Beberapa orang shahabat yang turut
dalam peperangan Badr telah ada hadir dan kemudian datang pula yang lain. Mana
yang datang mengucapkan salam kepada Rasulullah saw dan kepada orang-orang yang
hadir lebih dahulu.Salam mereka dijawab orang yang telah hadir, tetapi mereka
tidak bergeser dari tempat duduk mereka, sehingga orang-orang yang baru datang
itu terpaksa berdiri terus. Melihat hal itu Rasulullah merasakan kurang senang
terutama karena di antara yang baru datang itu adalah shahabat-shahabat yang
mendapat penghargaan istimewa dari Allah, karena mereka turut dalam peperangan
Badr.
Akhirnya
bersabdalah Rasulullah saw. kepada shahabat-shahabat yang bukan ahli-ahli Badr;
"Hai Fulan berdirilah engkau ! Hai Fulan, engkau berdiri pulalah ! " Lalu
beliau suruh duduk ahli-ahli Badr yang masih berdiri itu.
Tetapi yang
disuruh berdiri itu ada yang wajahnya terbayang rasa kurang senang atas hal
yang demikian dan orang munafiq yang turut hadir mulailah membisikkan celaannya
atas yang demikian seraya berkata; "Itu perbuatan yang tidak adil, demi
Allah ! " Padahal ada orang dari semula telah duduk karena ingin mendekat
dan mendengar, tiba-tiba dia disuruh berdiri dan tempatnya disuruh duduki
kepada yang baru datang. Melihat yang demikian bersabdalah rasulullah saw:
"Dirahmati
Allah seseorang yang melapangkan tempat buat saudaranya (Ibn Abi
Hatim)
Perhatikanlah di dalam majlis pengajian dalam masjid atau surau-surau
sendiri. Betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataannya masih
bisa dimuat orang lagi. Yang di luar disuruh masuk ke dalam, karena tempat
masih lebar, meskipun ada yang telah mendapat tempat duduk itu yang kurang
senang melapangkan tempat.
Oleh sebab
itu maka di dalam ayat ini diserulah terlebih dahulu dengan panggilan "orang
yang beriman" , sebab orang~orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun
mencintai saudaranya yang terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan
dipersilahkannya duduk ke dekatnya.
Lanjutan
ayat mengatakan;“niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu."
Artinya,
karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman , hati kedua belah
pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan
selanjutnya. Tepat sebagaimana bunyi pepatah yang terkenal ; " Duduk
sendiri bersempit-sempit , duduk banyak berlapang-lapang."
Duduk sendiri fikiranlah yang jadi sempit, tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Namun setelah duduk bersama , hati telah terbuka , musyawarat dapat berjalan dengan lancar , berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."
Duduk sendiri fikiranlah yang jadi sempit, tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Namun setelah duduk bersama , hati telah terbuka , musyawarat dapat berjalan dengan lancar , berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."
C.
Adab dalam
Majelis Ilmu
Tentu kita tahu bahwa menuntut ilmu itu bisa diraih
dengan duduk-duduk di majelis ilmu atau belajar dengan metode lainnya. Menuntut
ilmu dalam sebuah majelis, ada adap yang harus kita jaga, agar sesuai dengan
apa yang dicontohkan Rasulullah saw. Diantaranya sebagai berikut :
1.
Ucapkanlah salam ketika hendak memasuki suatu majelis.
Terjemahan QS An-Nuur ayat 27 Allah swt
berfirman,artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”
Juga dalam HR At Tirmidzi no 2706, Berkata Al Albani hadits ini Hasan
Shahih, “Bilamana kalian telah sampai pada sebuah majelis, hendaklah
mengucapkan salam, dan apabila ingin duduk maka duduklah, maka kemudian apabila
ingin pergi maka ucapkanlah salam, sebab bukankah yang pertama itu lebih baik
daripada yang terakhir.”
2.
Tidak menyuruh orang lain berdiri atau bergeser
tempat duduknya.
Dalam HR Bukhari disebutkan bahwa Rasul “Melarang
seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempat semula)
kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah.”
3.
Dilarang duduk di tengah atau di antara orang lain
tanpa izin.
Rasul bersabda “Tidak halal bagi seseorang
memisahkan dua orang melainkan atas izin mereka berdua.” (HR Abu Daud,
Al Albani berkata hadits ini hasan shahih).
4.
Tidak berbisik-bisik antara dua orang tanpa melibatkan
ahli majelis yang lain.
Nabi saw bersabda “Janganlah dua orang saling
berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga sebab hal itu dapat membuatnya
sedih.” (Muttafaq ‘Alaihi).
5.
Dianjurkan membaca Dzikrullah dan tilawah
“Tidaklah sekelompok kaum beranjak dari tempat
duduknya yang tidak disebutkan di dalam nama Allah, melainkan seakan mereka
beranjak dari bangkai keledai dan mereka dalam kerugian.” (HR Abu
Daud, Al Albani berkata hadits ini hasan shahih).
6.
Menjaga kebersihan diri, hati dan tempat dalam
majelis.
Berdasarkan Hadits Riwayat Tirmidzi, disebutkan
bahwa “Sesungguhnya Allah swt itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia
Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan,
Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.”
7.
Berlapang-lapanglah dalam majelis.
Dalam HR Bukhari, disebutkan bahwa “Melarang
seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempat semula)
kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah.
8.
Mambaca do’a panutup majelis.
Sangat dianjurkan membaca do’a saat majelis do’a
selesai. Do’a tersebut berbunyi :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُاَنْ
لَاإِلَهَ إِلَّاَاَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Artinya :
“Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu,
aku bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat
kepada-Mu.” (Do’a ini diambil dari potongan HR Abu Daud).[3]
Majelis Ilmudapat dibedakan dari segi lingkungan,
kelompok sosial, dasar pengikat peserta, metode penyajian, dan tipe
kepengurusannya.
1. Berdasarkan Lingkungan Jama’ahnya
a.
Majelis IlmuPinggiran. Menunjukkan tempat yang
biasanya didiami oleh masyarakat ekonomi lemah.
b.
Majelis IlmuGedongan. Terdapat di daerah elite lama
dan baru, dimana penduduknya dianggap kaya dan terpelajar.
c.
Majelis IlmuKantoran. Diselenggarakan oleh karyawan
suatu kantor atau perusahaan yang mempunyai ikatan yang sangat erat dengan
kebijaksanaan kantornya.
d.
Majelis IlmuUsroh. Jama’ahnya adalah remaja dengan
aliran politik atau agama tertentu.
2.
Berdasarkan Kelompok Sosial Jama’ahnya
a.
Majelis Ilmu Kaum Bapak
b.
Majelis Ilmu Kaum Ibu
c.
Majelis Ilmu Remaja
Majelis Ilmu
memiliki beberapa fungsi atau kegunaan, diantaranya yaitu :
1.
Membina dan mengembangkan ajaran islam dalam rangka
membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT
2.
Sebagai teman rekreasi rohaniyah karena
penyelenggarakan bersifat santai
3.
Sebagai ajang berlangsung silaturahmi masa yang dapat
menghidupkan da’wah dan ukhuwah
islamiyah
4.
Sebagia sarana dialog berkesinambungan antar ulama dan
umara’ dengan umat
5.
Sebagai media penyampaian gagsan yang bermanfaat bagi
pembangunan umat dan bangsa pada umumya.[5]
Dalam melakukan hubungan sosial antar manusia baik
sesama muslim ataupun non-muslim harus senantiasa memperhatikan adab, baik
dalam betingkah maupun dalam berbicara, terutama didalam suatu majelis ilmu.
Etika di dalam majelis telah dicontohkan oleh Rasul
saw. sendiri. Dengan memberikan perintah bagi para sahabat yang hadir didalam
sebuah majelis untuk melapang-lapangkan tempat bagi sahabat yang baru datang
atau lebih tua atau mungkin lebih dihormati. Tentu saja sebelum melapangkan
tempat terlebih dahulu seorang muslim harus melapangkan hatinya.
Jika
seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan
jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang
patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia
berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan
diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang
yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan
bertambah ilmunya .
Seorang tua non muslim sekalipun jika anda wahai yang muda
duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah
wajar dan beradab jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk. Karena pada hakikatnya, betapapun
sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataannya masih bisa dimuat orang
lagi. Keuntungan yang dapat diambil dari adab bermajlis ini
antara lain adalah kontak antar sesama dapat menyambung tali
silaturrahmi,mempeluas akses dan mendapat banyak pengalaman tentunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar Bahasa Indinesia
pusat Bahasa,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008
Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fendi Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia,(Bandung:Pustaka Setia, 2006)
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim, (Bandung:
Mizan,1997)
Tafsir,
Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Shihab, M Quraish.2002.Tafsir Al Misbah: Pesan,Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an.Jakarta: Lentera Hati
[1]Departemen Pendidikan dan
kebudayaan,Kamus besar Bahasa Indinesia pusat Bahasa,(Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama,2008),cet.ket-4, hal.859
[2]Tutty Alawiyah,strategi Dakwah
di lingkungan Majlis Ta’lim,Bandung: Mizan,1997, cet.1,hal.78
[5]Dra.Hj.Enung K Rukiati dan
Dra.Fendi Hikmawati,sejarah pendidikan islam di indonesia,(Bandung:Pustaka
Setia, 2006),Cet.1,hal.134
0 komentar:
Posting Komentar