Beranda

Selasa, 02 April 2019

Majelis Ilmu dalam Pespektif Al-Quran


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Adab menurut arti bahasa adalah kesopanan, tingkah laku yang pantas, tingkah laku yang baik, kehalusan budi dan tata susila. Adab juga bisa berarti pengajaran dan pendidikan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
أَدَّ بَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبىِ
 “Sesungguhnya Allah ‘azawajalla telah mendidikku dengan adab yang baik (dan jadilah pendidikan adab ku istimewa)” (HR. Ibnu Mas’ud)
Kata مجالس   adalah bentuk jamak مجلس. Majelis bermakna “tempat duduk”, sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia majelis adalah pertemuan, kumpulan, tempat sidang. Orang-orang yang berilmu akan mendapat banyak manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri. Nah,salah satu cara mendapatkan ilmu itu dapat melalui majelis. Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki. Dari sini, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan yang melingkupi.
Melihat begitu pentingnya ilmu bagi seorang muslim maka tiap-tiap muslim wajib berilmu dan salah satu medianya adalah bermajlis. Mendatangi majelis ilmu penting bagi umat muslim. Untuk bermajlis dengan baik,muslim harus tahu tentang adab majlis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Majelis Ilmu
Dalam kamus bahasa Majlis adalah lembaga (organisasi ) sebagai wadah pengajian dan kata majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat nonpemerintah yang terdiri atas para ulama islam.[1] Arti Ilmu adalah pengajaran, jadi Majlis Ilmuadalah secara bahasa adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama islam. Secara istilah Majlis Ilmu adalah lembaga pendidikan non formal islam yang memiliki kurikulum tersendiri.
Dengan demikian Majlis Ilmudapat dipahami sebagai suatu institut dakwah yang menyelenggarakan pendidikan agama yang berciri non-formal, tidak teratur waktu  belajar, para peserta disebut jamaah dan bertujuan khusus untuk usaha memasyrakatkan islam.
 Adanya Majlis Ilmudi tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama sebagai silaturahmi anggota masyarakat dan meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya(alawiyah, 1997:78) Majlis Ilmujuga berguna dalam membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.
Adapun dalil tentang Majlis Ilmu

ياَءيُّهَاالَّدِيْنء اَمّنُوْ اِاذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْ فِى الْمَجَلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ  وَاِذَا ِقيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُ وْا يَرْفَعِ اللهُ الَّدِيْنَءَامَنُوْامِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوْاالعِلْمَ دَرَجَتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ الْخَبِيْرٌ(11)
Artinya:
Hai orang-prang yang beriman,apabila di katakan kepadamu,”berlapanglah-lapanglah dalam majelis” maka lapangkanlah,niscaya Allah akan memberikan kelapanganuntukmu. Dan apabila dikatakan,”berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan menigkatkan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.  Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tujuan Majlis Ilmu:
1.        Majelis Ilmu sebagai tempat belajar, maka tujuan majlis ta’lim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama agam yang mendorong pengalaman ajaran agama.
2.        Majelis Ilmuberfungsi bertujuan sebagai kontak silaturahmi
3.        Majelis Ilmuberfungsi mewujudkan minat sosial maka tujuannya meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya.[2]
B.     Adab Majelis Ilmu dalam Pespektif Al-Quran
1.      Ayat Yang Menjelaskan Tentang Adab Majelis
اللَّهُ يَرْفَعِ فَانْشُزُوا انْشُزُوا قيلَ إِذا وَ لَكُمْ اللَّهُ يَفْسَحِ فَافْسَحُوا الْمَجالِسِ فِي تَفَسَّحُوا لَكُمْ قيلَ إِذا آمَنُوا الَّذينَ أَيُّهَايا  خَبيرتَعْمَلُونَ بِما اللَّهُ وَ دَرَجاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا الَّذينَ وَ مِنْكُمْ آمَنُوا الَّذينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu. Dan jika dikatakan kepada kamu ; Berdirilah ! ", maka berdirilah Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang~rang yang diberi ilmu beberapa derajat ; Dan Allah dengan apapun yang kamu kerjakan adalah Maha Mengetahui. (QS. Al-Mujadalah:11)
2.      Mufrodat
a.       تفسحوا  terambil dari kata فسح         : lapang
b.      مجالس bentuk jamak dari kata مجلس     : tempat duduk
c.       انشزوا terambil dari kata  نشوز             : tempat yang tinggi/berdiri
d.      يرفع terambil dari kata رفع                   : meninggikan
e.       الذين اوتوا العلم                                         : yang di beri pengetahuan
3.      Tafsir ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka lapangkanlah!”[ pangkal ayat 11]
Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh Muqatil bin Hubban, ayat ini turun pada hari jum'at. Ketika itu rasulullah saw. duduk di ruang Shuffah ( yaitu ruang tempat berkumpul dan tempat tinggal sekali dari shahabat-shahabat Rasulullah saw. yang tidak mempunyai rumah tangga ). Tempat itu agak sempit dan shahabat-shahabat dari muhajirin dan Anshar telah berkumpul. Beberapa orang shahabat yang turut dalam peperangan Badr telah ada hadir dan kemudian datang pula yang lain. Mana yang datang mengucapkan salam kepada Rasulullah saw dan kepada orang-orang yang hadir lebih dahulu.Salam mereka dijawab orang yang telah hadir, tetapi mereka tidak bergeser dari tempat duduk mereka, sehingga orang-orang yang baru datang itu terpaksa berdiri terus. Melihat hal itu Rasulullah merasakan kurang senang terutama karena di antara yang baru datang itu adalah shahabat-shahabat yang mendapat penghargaan istimewa dari Allah, karena mereka turut dalam peperangan Badr.
Akhirnya bersabdalah Rasulullah saw. kepada shahabat-shahabat yang bukan ahli-ahli Badr; "Hai Fulan berdirilah engkau ! Hai Fulan, engkau berdiri pulalah ! " Lalu beliau suruh duduk ahli-ahli Badr yang masih berdiri itu.
Tetapi yang disuruh berdiri itu ada yang wajahnya terbayang rasa kurang senang atas hal yang demikian dan orang munafiq yang turut hadir mulailah membisikkan celaannya atas yang demikian seraya berkata; "Itu perbuatan yang tidak adil, demi Allah ! " Padahal ada orang dari semula telah duduk karena ingin mendekat dan mendengar, tiba-tiba dia disuruh berdiri dan tempatnya disuruh duduki kepada yang baru datang. Melihat yang demikian bersabdalah rasulullah saw:
"Dirahmati Allah seseorang yang melapangkan tempat buat saudaranya (Ibn Abi Hatim)
Perhatikanlah di dalam majlis pengajian dalam masjid atau surau-surau sendiri. Betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataannya masih bisa dimuat orang lagi. Yang di luar disuruh masuk ke dalam, karena tempat masih lebar, meskipun ada yang telah mendapat tempat duduk itu yang kurang senang melapangkan tempat.
Oleh sebab itu maka di dalam ayat ini diserulah terlebih dahulu dengan panggilan "orang yang beriman" , sebab orang~orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun mencintai saudaranya yang terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan dipersilahkannya duduk ke dekatnya.
Lanjutan ayat mengatakan;“niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu."
Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman , hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya. Tepat sebagaimana bunyi pepatah yang terkenal ; " Duduk sendiri bersempit-sempit , duduk banyak berlapang-lapang."
Duduk sendiri fikiranlah yang jadi sempit, tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Namun setelah duduk bersama , hati telah terbuka , musyawarat dapat berjalan dengan lancar , berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."
C.    Adab dalam Majelis Ilmu
Tentu kita tahu bahwa menuntut ilmu itu bisa diraih dengan duduk-duduk di majelis ilmu atau belajar dengan metode lainnya. Menuntut ilmu dalam sebuah majelis, ada adap yang harus kita jaga, agar sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah saw. Diantaranya sebagai berikut :
1.      Ucapkanlah salam ketika hendak memasuki suatu majelis.
Terjemahan QS An-Nuur ayat 27 Allah swt berfirman,artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” Juga dalam HR At Tirmidzi no 2706, Berkata Al Albani hadits ini Hasan Shahih, “Bilamana kalian telah sampai pada sebuah majelis, hendaklah mengucapkan salam, dan apabila ingin duduk maka duduklah, maka kemudian apabila ingin pergi maka ucapkanlah salam, sebab bukankah yang pertama itu lebih baik daripada yang terakhir.

2.      Tidak menyuruh orang lain berdiri atau bergeser tempat  duduknya.
Dalam HR Bukhari disebutkan bahwa Rasul “Melarang seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempat semula) kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah.”


3.      Dilarang duduk di tengah atau di antara orang lain tanpa izin.
Rasul bersabda “Tidak halal bagi seseorang memisahkan dua orang melainkan atas izin mereka berdua.” (HR Abu Daud, Al Albani berkata hadits ini hasan shahih).
4.      Tidak berbisik-bisik antara dua orang tanpa melibatkan ahli majelis yang lain.
Nabi saw bersabda “Janganlah dua orang saling berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga sebab hal itu dapat membuatnya sedih.” (Muttafaq ‘Alaihi).
5.      Dianjurkan membaca Dzikrullah dan tilawah
Tidaklah sekelompok kaum beranjak dari tempat duduknya yang tidak disebutkan di dalam nama Allah, melainkan seakan mereka beranjak dari bangkai keledai dan mereka dalam kerugian.” (HR Abu Daud, Al Albani berkata hadits ini hasan shahih).
6.      Menjaga kebersihan diri, hati dan tempat dalam majelis.
Berdasarkan Hadits Riwayat Tirmidzi, disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah swt itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.”
7.      Berlapang-lapanglah dalam majelis.
Dalam HR Bukhari, disebutkan bahwa “Melarang seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempat semula) kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah.


8.      Mambaca do’a panutup majelis.
Sangat dianjurkan membaca do’a saat majelis do’a selesai. Do’a tersebut berbunyi :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُاَنْ لَاإِلَهَ إِلَّاَاَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Artinya :
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.” (Do’a ini diambil dari potongan HR Abu Daud).[3]
Majelis Ilmudapat dibedakan dari segi lingkungan, kelompok sosial, dasar pengikat peserta, metode penyajian, dan tipe kepengurusannya.
1. Berdasarkan Lingkungan Jama’ahnya
a.         Majelis IlmuPinggiran. Menunjukkan tempat yang biasanya didiami oleh masyarakat ekonomi lemah.
b.         Majelis IlmuGedongan. Terdapat di daerah elite lama dan baru, dimana penduduknya dianggap kaya dan terpelajar.
c.         Majelis IlmuKantoran. Diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor atau perusahaan yang mempunyai ikatan yang sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya.
d.        Majelis IlmuUsroh. Jama’ahnya adalah remaja dengan aliran politik atau agama tertentu.
2.    Berdasarkan Kelompok Sosial Jama’ahnya
a.          Majelis Ilmu Kaum Bapak
b.         Majelis Ilmu  Kaum Ibu
c.          Majelis Ilmu Remaja
d.         Majelis Ilmu Campuran. [4]
Majelis Ilmu memiliki beberapa fungsi atau kegunaan, diantaranya yaitu :
1.         Membina dan mengembangkan ajaran islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT
2.         Sebagai teman rekreasi rohaniyah karena penyelenggarakan bersifat santai
3.         Sebagai ajang berlangsung silaturahmi masa yang dapat menghidupkan  da’wah dan ukhuwah islamiyah
4.         Sebagia sarana dialog berkesinambungan antar ulama dan umara’ dengan umat
5.         Sebagai media penyampaian gagsan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada umumya.[5]







Dalam melakukan hubungan sosial antar manusia baik sesama muslim ataupun non-muslim harus senantiasa memperhatikan adab, baik dalam betingkah maupun dalam berbicara, terutama didalam suatu majelis ilmu.
Etika di dalam majelis telah dicontohkan oleh Rasul saw. sendiri. Dengan memberikan perintah bagi para sahabat yang hadir didalam sebuah majelis untuk melapang-lapangkan tempat bagi sahabat yang baru datang atau lebih tua atau mungkin lebih dihormati. Tentu saja sebelum melapangkan tempat terlebih dahulu seorang muslim harus melapangkan hatinya.
Jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya .
Seorang tua non muslim sekalipun jika anda wahai yang muda duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk. Karena pada hakikatnya, betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataannya masih bisa dimuat orang lagi. Keuntungan yang dapat diambil dari adab bermajlis ini antara lain adalah kontak antar sesama dapat menyambung tali silaturrahmi,mempeluas akses dan mendapat banyak pengalaman tentunya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar Bahasa Indinesia pusat Bahasa,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008

Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fendi Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Bandung:Pustaka Setia, 2006)



Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim, (Bandung: Mizan,1997)

Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Shihab, M Quraish.2002.Tafsir Al Misbah: Pesan,Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.Jakarta: Lentera Hati




[1]Departemen Pendidikan dan kebudayaan,Kamus besar Bahasa Indinesia pusat Bahasa,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2008),cet.ket-4, hal.859
[2]Tutty Alawiyah,strategi Dakwah di lingkungan Majlis Ta’lim,Bandung: Mizan,1997, cet.1,hal.78
[5]Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fendi Hikmawati,sejarah pendidikan islam di indonesia,(Bandung:Pustaka Setia, 2006),Cet.1,hal.134

0 komentar:

Posting Komentar