BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam memperoleh
pengetahuan diantaranya adalah melalui panca indra. Dengan begitu manusia akan
lebih mudah mempelajari sesuatu yang sifatnya kongkrit. Walaupun manusia mampu
untuk belajar sesuatu yang bersifat abstrak, namun sekali lagi bahwa ia akan
lebih mudah dalam mempelajari sesuatu yang dapat ia amati secara langsung dalam
kehidupannya. CTL didesain dengan melibatkan siswa mengalami dan
menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata
yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota
keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja.
CTL lebih menekankan pada
pembelajaran dengan model siswa mengkonstruk sendiri pengetahuannya tanpa
dominasi transfer ilmu dari guru. Dengan begitu siswa diharapkan akan menjadi
terampil dalam memecahkan sendiri segala persoalan dalam kehidupnya
kelak.Terdapat tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual/ CTL, yaitu a)
konstruktivisme, b) inquiry, c) questioning, d) learning community, e) Modeling, f)reflection, dan g) authentic assesment. Masing-masing komponen tersebut akan dibahas lebih jelas dalam
makalah ini.
Makalah ini secara khusus akan
membahas pengertian model pembelajaran kontekstual, dasar pemikirannya,
komponen-komponennya, prinsip dasar pembelajaran kontekstual, karakteristik
pembelajaran kontekstual, dan penerapan pembelajaran kontekstual..Dalam
pembahasan ini diharapkan, makalah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi
dunia pendidikan pada umumnya. lebih khusus lagi bagi penulis pribadi yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan peran sebagai guru.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
2.
Strategi
Pembelajaran Kontekstual
3.
Prinsip
Pembelajaran Kontekstual
4.
Komponen
Pembelajaran Kontekstual
5.
Skenario
Pembelajaran Kontekstual
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Konsep Dasar Pembelajaran
Kontekstual
2.
Untuk Mengetahui Strategi
Pembelajaran Kontekstual
3.
Untuk
Mengetahui Prinsip Pembelajaran Kontekstual
4.
Untuk
Mengetahui Komponen Pembelajaran Kontekstual
5.
Untuk
Mengetahui Skenario Pembelajaran Kontekstual
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual
teaching learning)merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan menorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. (Nurhadi 2002).[2]Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengembangkan
level kognitif tinggi, pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berfikir
kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami sebuah isu, dan memecahkan
masalah.[3]
CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi
mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan
makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian
pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk
menemukan makna yang baru.
Pembelajaran kontekstual
sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan bekajar
siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih
bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan
aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar
dilihat dari sisi prosuk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.[4]
Dalam perkembangan kontekstual, tugas
guru adalah memberikan kemudahan belajar peserta didik, dengan menyediakan
berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa
dihafalkan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinan peserta didik belajar.
Agus suyatna berpendapat penerapan suatu
strategi dan model pembelajaran didalam proses
pembelajaran adalah merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan
kemampuan siswa secara konduktif dan mengarah pada penguasaan materi. [5]
Dalam QS Ar Rahmaan,
tersirat petunjuk mengenai metode pendidikan, khususnya metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dalam uraian ini Penulis
hanya menganalisa QS ar Rahmaan: 1-13, karena aya-ayat berikutnya secara
metodologi memiliki pendekatan yang sama.
Tema utama surat ini adalah pembuktian tentang keagungan kuasa
Allah, kesempurnaan pengaturannya, serta keluasan rahmatnya. Itu semua dapat
dilihat melalui keluasan ilmunya yang ditunjukan oleh rincian keajaiban
makhluknya, dan keserasian serta keindahan ciptaannya yang dikemukakan pada
surah ini dengan mengingatkan hal-hal tersebut pada manusia dan jin.
Perhatikan redaksi ayat dalam Al-Qur'an surat ar Rahmān, 55: 1- 13
berikut:
ßß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ Yn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ ß§ôJ¤±9$# ãyJs)ø9$#ur 5b$t7ó¡çt¿2 ÇÎÈ ãNôf¨Z9$#ur ãyf¤±9$#ur Èb#yàfó¡o ÇÏÈ uä!$yJ¡¡9$#ur $ygyèsùu yì|Êurur c#uÏJø9$# ÇÐÈ wr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ (#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ uÚöF{$#ur $ygyè|Êur ÏQ$tRF|Ï9 ÇÊÉÈ $pkÏù ×pygÅ3»sù ã@÷¨Z9$#ur ßN#s ÏQ$yJø.F{$# ÇÊÊÈ =ptø:$#ur rè É#óÁyèø9$# ãb$ptø§9$#ur ÇÊËÈ Ädr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è? ÇÊÌÈ Yn=y{ z`»|¡SM}$# `ÏB 9@»|Áù=|¹ Í$¤xÿø9$%x.
ÇÊÍÈ
Artinya :
"(Tuhan)
yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan
manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut
perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada
nya. Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah
Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon
kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan
bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?" (Depag, 2000: 242- 425)
Untuk membuktikan sifat ar Rahmān-Nya, Allah menunjukan bukti-bukti
akan ciptaanNya, yang Ia peruntukkan bagi manusia yaitu dimulai dari bukti
kasih sayangNya yang maha tinggi yaitu di ciptakanNya Alqur’an.
[6]
Pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yakni : konstuktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaan sebenarnya.[7]
CTL adalah pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan
kemampuan akademiknya dalam berbaga konteks dalam dan luas sekolah untuk
memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama.[8]
Contextual
teaching learningmerupakan suatu proses pembelajaran
holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan
ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan
nyata, baik berkaitan dengan lingkungan, pribadi, agama, sosial, ekonomi,
maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks
permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain.[9]
Contextual
teaching learning(CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses leterlibatan peserta didik secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehngga mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.[10]
Prinsip
pembelajaran kontekstualadalah saling ketergantungan. Prinsip saling
ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini merupakan suatu sistem.
Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengintergrasikan berbagai komponen
pembelajaran dan komponen tersebut saling memperngaruhi secara fungsional.
Berdasarkan prinsip itu dalam belajar memungkinkan peserta didik membuat hubungan
bermakna. Peserta didik mengidentifikasi hubungan yang menghasilkan
pemahaman-pemahaman baru dan dapat menargetkan pencapaian standar akademik yang
tinggi.[11]
Dari beberapa pendapat diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa pembelajaran konteksrual adalah pembelajaran yang
dilaksanakan untuk mempermudah siswa dalam menerima materi pembelajaran melalui
contoh-contoh dunia nyara yang dialami oleh siswa.
Oleh sebab itu, melalui model
pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru
kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas
dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi
siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang
dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual memusatkan pada
bagaimana peserta didik mengerti maksa dari apa yang mereka pelajari, apa
manfaatnya, dalam satatus apa mereka, bagaimana mencapainya dan bagaimana
mereka mendemontrasikan apa yang tekah mereka pelajari. [12]
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih
bermaka, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari
segi fisik). Akan tetapi, secara fungsional apa yang dipelajari disekolah
senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi
dilingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Secara lebih terurai diungkapkan oleh
reigeluth, bahwa fungsi dan peran desain pembelajaran, antara lain:
1. Intructional design prescribes methods a
part of intructional development.
2. Intructional design prescribes methods a
part of intructional implementation
3. Intructional design prescribes methods a
part of intructional management
4. Intructuinal design identifies and
remedies weaknesses as a part of intructional evaluation.[13]
Berdasarkan uraian singkat konsep desain diatas,
maka desain pembelajaran memiliki sifat keluwesan (fleksibel), tidak kaku dalam
satu model tertentu saja. Format desain bisa dikembangkan dalam bentuk yang
bervariasi tergantung pada tujuan dan model pembelajaran bagaimana yang akan
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Dari hasil inovasi, kini ditemukan bebagai jenis
model pembelajaran seperti model terpadu ,model cooperative learning, model
pembelajaran quantum teaching learning, dan lain sebagainya. Kini muncul model
lain yaitu yang disebut dengan contextual
teaching learning (CTL). Tentu saja setiap model disamping memiliki unsur
kesamaan, juga ada perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap model memiliki
karateristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbedaan
tertentu dalam membuat desain/skenarionya disesuaikan dengan model yang akan
ditetapkan.
Ciri khlas CTL ditandai oleh tujuan komponen utama,
yaitu:
1.
Contructivism
2.
Inquiry
3.
Questioning
4.
Learning community
5.
Modeling
6.
Reflection
7.
Authentic assessment
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat design/scenario
pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam
pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam
pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah sebagai berikut:
1.
Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, meenemukan sendiri, mengoreksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2.
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang
diajarkan.
3.
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui munculnya
pertanyaan-pertanyaan.
4.
Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
5.
Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
6.
Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7.
Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
Demikian diantara
langkah-langkah pembelajaran contexstual
teaching learning (CTL), pada peseryang dapat dijadikan acuan untuk
melakukan pembelajaran kepada peserta didik.
B. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Strategi
pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih dapat memberikan fasilitas atau
bantuan kepada peserta didik untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan penerapan
strategi pembelajaran kontektual digambarkan sebagai berikut:
1.
Realiting, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman
kehiduoan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk
membantu peserta didik agar yang dipelajari bermakna.
2.
Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”,
peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya
melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan
menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
3.
Applaying, belajar menekankan pada proses
mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
4.
Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan
kooperatif melalui belajar berkelomok, komunikasi interpersonal atau hubungan
intersubjektif.
5.
Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya
kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.
Pembelajaran kontekstual diawali dengan
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada atau tekah dimiliki peserta didik.
Selanjutnya, perolehan pengetahuan baru dengan cara memperlajari secara
keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan detailnya. Integrasi pengetahuan baru
ke dalam pengetahuan yang sudah ada dan penyesuaian pengetahuan awal terhadap
pengetahuan baru merupakan urutan selanjutnya.[14]
C. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Ada beberapa element yang harus
diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu:
1.
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik.
2.
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya
secara khusus (dari umum ke khusus).
3.
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
a.
Menyusun konsep sementara
b.
Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang
lain.
c.
Merevisi dan mengembangkan konsep.
4.
Pembelajaran ditentukan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa
yang dipelajari.
Adanya
refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang
dipelajari.[15]
D. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Setiap model pembelajaran
disamping memiliki unsur kesamaan,juga ada perbedaan tertentu. Hal ini karena
setiap model memiliki karateristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi
pada adanya perbedaan tertentu dalam membuat desain/skenarionya disesuaikan
dengan model yang akan diterapkan.
Ada tujuh prinsip
pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
1.
Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan
berfikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu untuk memberi makna melalui pengalaman nyata.
Oleh karena itu, dalam CTL strategi
untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara konsep dengan kenyataan
merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa
banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
2.
Menemukan (inquiry)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari
CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang siperlukan bukan merupakan
hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan
sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama
diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan
menemukan).
Tentu saja unsur menemukan dari kedua
pembelajaran (CTL, inquiry dan discovery) secara pembelajaran tidak banyak
perbedaan, intinya sama yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu
siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri
sesuai dengan pengalaman masing-masing.
3.
Bertanya (questioning)
Unsur lain yang menjadi karateristik utama CTL adalah kemampuan dan
kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula
dan bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL.
Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan
siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik
akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.
Melalui penerapan bertanya, pembeljaran
akan lebih baik, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas
dan mendalam dan akan banyak ditemukan unsur-unsur tekait yang sebelumnya tidak
terfikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena itubanyak ditemukan
unsur-unsur tekait yang sebelumnya tidak terfikirkan baik oleh guru maupun oleh
siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya
produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka
a.
Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik.
b.
Mengecek pemahaman siswa.
c.
Membangkitkan respons siswa
d.
Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
e.
Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa
f.
Memfokuskan perhatian siswa
g.
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h.
Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4.
Masyarakat belajar (learning
community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah
membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar
dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing
ini anak dibiasakan untuk saling memberi
dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.Melalui
interaksi dalam komunitas proses belajar dan hasil belajar jadi lebih bermakna.
5.
Pemodelan (modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya
permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntunan siswa yang semakin berkembang
dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan
lengkap, dan ini sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan
lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen.
Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk
mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan secara menyeluruh
dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6.
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru
terjadi atau barru saja terjadi. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengedepankan
apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan saebelumnya. Pada saat refleksi, siswa
diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membanding, menghayati dan
melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning
to be).Refleksi merupakan upaya untuk melihat
kembali, mengorganisir kembali menganalisiskembali, dan mengevaluasi hal-hal
yang telah dipelajari.[16]
7.
Penilaian sebenarnya (authentic
assesment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah
melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran
memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas
proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau
petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.[17]
Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus
mempertimbangkan karateristik-karateristik:
a.
Kerjasama
b.
Saling menunjang
c.
Menyenangkan dan tidak membosankan
d.
Bekajar dengan bergairah
e.
Pembelajaran terintegrasi
f.
Menggunakan berbagai sumber
g.
Siswa aktif
h.
Sharing dengan teman
i.
Siswa kritis guru kreatif
j.
Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa
(peta-peta, gambar, artikel)
k.
Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa, dan lain-lain. (Depdiknas,2002:20)[18]
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu
dalam bentuk skenario tahap demi tahap rentang apa yang akan dilakukan bersama
siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus
tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap
guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam
membimbing kegiatan belajar-mengajar dikelas.
E. Skenario Pembelajaran Kontekstual
Sebelum melaskanakan
pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus
membuat desain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus
sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap
komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:
1)
Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dam
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
2)
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang
diajarkan.
3)
Mengembangkan sifat ingin tahu siwa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
4)
Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5)
Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
6)
Membiasakan anak unutk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7)
Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu
dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama
siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus
tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru
memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam
membimbing kegiatan belajar mengajar di kelas.
BAB III
TANGGAPAN
Setelah membaca dan menulis
tentang model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching Learning) diatas, maka penulis dapat memberikan tanggapan sebagai
berikut:
1.
Model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching Learning) sangat baik diterapkan dalam proses pembelajaran, hal
ini dikarenakan peserta didik diajak langsung memperaktekkan materi yang
diterimanya dengan peristiwa atau kejadian nyata yang ada di
masyarakat/lingkungan yang sebenarnya.
2.
Seorang pendidik atau guru harus memiliki banyak pengetahuan tentang
model-model pembelajaran, khususnya model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning), dengan
memiliki banyak pengetahuan, maka seorang guru akan dapat melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik sesuai dengan kebutuhan model pembelajaran yang
digunakan.
3.
Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning),peserta didik di dorong untuk
belajar aktif, karena mereka harus menggabungkan materi yang didapat disekolah
dengan pengalaman nyata yang ada dilingkungannya.
4.
Model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching Learning) sangat bermanfaat bagi guru dan juga peserta didik,
karena dengan model CTL peserta didik akan mudah memahami peljaran yang sedang
dihadapinya.
5.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
mengembangkan level kognitif tinggi, pembelajaran ini melatih peserta didik
untuk berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami sebuah isu,
dan memecahkan masalah.
6.
Pembelajaran kontekstual diawali dengan pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada atau tekah dimiliki peserta didik. Selanjutnya,
perolehan pengetahuan baru dengan cara memperlajari secara keseluruhan dahulu,
kemudian memerhatikan detailnya. Integrasi pengetahuan baru ke dalam
pengetahuan yang sudah ada dan penyesuaian pengetahuan awal terhadap
pengetahuan baru merupakan urutan selanjutnya.
7.
Pembelajaran kontekstual memusatkan pada bagaimana
peserta didik mengerti maksa dari apa yang mereka pelajari, apa manfaatnya,
dalam satatus apa mereka, bagaimana mencapainya dan bagaimana mereka
mendemontrasikan apa yang tekah mereka pelajari.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan-pembahasan diatas adalah:
1.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dilaksanakan untuk
mempermudah siswa dalam menerima materi pembelajaran melalui contoh-contoh
dunia nyata yang dialami oleh siswa.
2.
Komponen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual
yaitu:
a.
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik.
b.
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya
secra khusus (dari umum ke khusus).
c.
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman.
d.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa
yang dipelajari.
3.
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh
guru, yaitu:
a.
Kontruktivisme (Contructivism)
b.
Menemukan (Inquiry)
c.
Bertanya (Questioning)
d.
Masyarakat belajar (Learning
community)
e.
Pemodelan (Modelling)
f.
Refleksi (Reflection)
g.
Penilaian sebenarnya (Authentic
assessment)
Demikian
diantara kesimpulan yang dapat penulis kemukakan dalam pembahasan model
pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching Learning).
DAFTAR PUSTAKA
Agus
Suprijono, Cooperative Learning (Teori
Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta,Pustaka Pelajar 2012)
Agus
Suyatna, Modul PLPG, FKIP Unila, 2011
Al-Qur’an,
Ar-rahman
Khalimi, Pembelajaran
Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Digjen PendidikanIslam Depag RI,2009)
Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi
Pembelajaran, (Bandung:Refika Aditama, 2012)
Ramayulis,
Metedologi Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia. 2012) cet,7
Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011) cet.4, ed.1-4
.
[1]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru),
(Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), Hal.188-189
[2]Ibid, hal 189
[3]Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar 2012), hal.82
[4]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru),
(Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), Hal.190
[5] Agus Suyatna, Modul PLPG,FKIP Unila, 2011, hal.39
[6] Al-Qur’an, Ar-Rahman 1-13
[7] Ibid, Op.cit.hal 39
[8] Rusman, Op.cit, hal.190
[9]Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet.3, hal.67
[10]Ramaliyus, Metedologi Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2012) cet.7, hal.255
[11] Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar 2012) Hal.80
[12]Ibid, hal.81
[13]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru),
(Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), hal.191
[14] Ibid, hal 84
[15] Khlaimi, Pembelajaran
Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag
RI, 2009).Hal.104
[16]Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar 2012) Hal.88
[17]Rusman, op.cit.h.197.
[18]Ibid, h.198.
0 komentar:
Posting Komentar