Beranda

Selasa, 02 April 2019

Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia dalam memperoleh pengetahuan diantaranya adalah melalui panca indra. Dengan begitu manusia akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang sifatnya kongkrit. Walaupun manusia mampu untuk belajar sesuatu yang bersifat abstrak, namun sekali lagi bahwa ia akan lebih mudah dalam mempelajari sesuatu yang dapat ia amati secara langsung dalam kehidupannya. CTL didesain dengan melibatkan siswa mengalami dan menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung  jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan tenaga kerja.
CTL lebih menekankan pada pembelajaran dengan model siswa mengkonstruk sendiri pengetahuannya tanpa dominasi transfer ilmu dari guru. Dengan begitu siswa diharapkan akan menjadi terampil dalam memecahkan sendiri segala persoalan dalam kehidupnya kelak.Terdapat tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual/ CTL, yaitu a) konstruktivisme, b) inquiry, c) questioning, d) learning community, e) Modeling, f)reflection, dan g) authentic assesment. Masing-masing komponen tersebut akan dibahas lebih jelas dalam makalah ini.
Makalah ini secara khusus akan membahas pengertian model pembelajaran kontekstual, dasar pemikirannya, komponen-komponennya, prinsip dasar pembelajaran kontekstual, karakteristik pembelajaran kontekstual, dan penerapan pembelajaran kontekstual..Dalam pembahasan ini diharapkan, makalah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi dunia pendidikan pada umumnya. lebih khusus lagi bagi penulis pribadi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan peran sebagai guru.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
2.      Strategi Pembelajaran Kontekstual
3.      Prinsip Pembelajaran Kontekstual
4.      Komponen Pembelajaran Kontekstual
5.      Skenario Pembelajaran Kontekstual
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
2.      Untuk Mengetahui Strategi Pembelajaran Kontekstual
3.      Untuk Mengetahui Prinsip Pembelajaran Kontekstual
4.      Untuk Mengetahui Komponen Pembelajaran Kontekstual
5.      Untuk Mengetahui Skenario Pembelajaran Kontekstual




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning)merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan menorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. (Nurhadi 2002).[2]Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tinggi, pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami sebuah isu, dan memecahkan masalah.[3]
CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru.
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan bekajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi prosuk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.[4]
Dalam perkembangan kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar peserta didik, dengan menyediakan berbagai  sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa dihafalkan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinan peserta didik belajar.
Agus suyatna berpendapat penerapan suatu strategi dan model pembelajaran didalam proses pembelajaran adalah merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa secara konduktif dan mengarah pada penguasaan materi. [5]
Dalam QS Ar Rahmaan, tersirat petunjuk mengenai metode pendidikan, khususnya metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dalam uraian ini Penulis hanya menganalisa QS ar Rahmaan: 1-13, karena aya-ayat berikutnya secara metodologi memiliki pendekatan yang sama.
Tema utama surat ini adalah pembuktian tentang keagungan kuasa Allah, kesempurnaan pengaturannya, serta keluasan rahmatnya. Itu semua dapat dilihat melalui keluasan ilmunya yang ditunjukan oleh rincian keajaiban makhluknya, dan keserasian serta keindahan ciptaannya yang dikemukakan pada surah ini dengan mengingatkan hal-hal tersebut pada manusia dan jin.
Perhatikan redaksi ayat dalam Al-Qur'an surat ar Rahmān, 55: 1- 13 berikut:
ßß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ   zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ   šYn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ   çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ   ß§ôJ¤±9$# ãyJs)ø9$#ur 5b$t7ó¡çt¿2 ÇÎÈ   ãNôf¨Z9$#ur ãyf¤±9$#ur Èb#yàfó¡o ÇÏÈ   uä!$yJ¡¡9$#ur $ygyèsùu yì|Êurur šc#uÏJø9$# ÇÐÈ   žwr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ   (#qßJŠÏ%r&ur šcøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ Ÿwur (#rçŽÅ£øƒéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ   uÚöF{$#ur $ygyè|Êur ÏQ$tRF|Ï9 ÇÊÉÈ   $pkŽÏù ×pygÅ3»sù ã@÷¨Z9$#ur ßN#sŒ ÏQ$yJø.F{$# ÇÊÊÈ   =ptø:$#ur rèŒ É#óÁyèø9$# ãb$ptø§9$#ur ÇÊËÈ   Ädr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è? ÇÊÌÈ   šYn=y{ z`»|¡SM}$# `ÏB 9@»|Áù=|¹ Í$¤xÿø9$%x. ÇÊÍÈ  
Artinya :
"(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada nya. Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Depag, 2000: 242- 425)

Untuk membuktikan sifat ar Rahmān-Nya, Allah menunjukan bukti-bukti akan ciptaanNya, yang Ia peruntukkan bagi manusia yaitu dimulai dari bukti kasih sayangNya yang maha tinggi yaitu di ciptakanNya Alqur’an. [6]
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yakni : konstuktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaan sebenarnya.[7]
CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbaga konteks dalam dan luas sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.[8]
Contextual teaching learningmerupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan, pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain.[9]
Contextual teaching learning(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses leterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehngga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[10]
Prinsip pembelajaran kontekstualadalah saling ketergantungan. Prinsip saling ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengintergrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling memperngaruhi secara fungsional. Berdasarkan prinsip itu dalam belajar memungkinkan peserta didik membuat hubungan bermakna. Peserta didik mengidentifikasi hubungan yang menghasilkan pemahaman-pemahaman baru dan dapat menargetkan pencapaian standar akademik yang tinggi.[11]
Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran konteksrual adalah pembelajaran yang dilaksanakan untuk mempermudah siswa dalam menerima materi pembelajaran melalui contoh-contoh dunia nyara yang dialami oleh siswa.
Oleh sebab itu, melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual memusatkan pada bagaimana peserta didik mengerti maksa dari apa yang mereka pelajari, apa manfaatnya, dalam satatus apa mereka, bagaimana mencapainya dan bagaimana mereka mendemontrasikan apa yang tekah mereka pelajari. [12]
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermaka, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik). Akan tetapi, secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi dilingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Secara lebih terurai diungkapkan oleh reigeluth, bahwa fungsi dan peran desain pembelajaran, antara lain:
1.      Intructional design prescribes methods a part of intructional development.
2.      Intructional design prescribes methods a part of intructional implementation
3.      Intructional design prescribes methods a part of intructional management
4.      Intructuinal design identifies and remedies weaknesses as a part of intructional evaluation.[13]
Berdasarkan uraian singkat konsep desain diatas, maka desain pembelajaran memiliki sifat keluwesan (fleksibel), tidak kaku dalam satu model tertentu saja. Format desain bisa dikembangkan dalam bentuk yang bervariasi tergantung pada tujuan dan model pembelajaran bagaimana yang akan dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Dari hasil inovasi, kini ditemukan bebagai jenis model pembelajaran seperti model terpadu ,model cooperative learning, model pembelajaran quantum teaching learning, dan lain sebagainya. Kini muncul model lain yaitu yang disebut dengan contextual teaching learning (CTL). Tentu saja setiap model disamping memiliki unsur kesamaan, juga ada perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap model memiliki karateristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbedaan tertentu dalam membuat desain/skenarionya disesuaikan dengan model yang akan ditetapkan.
Ciri khlas CTL ditandai oleh tujuan komponen utama, yaitu:
1.      Contructivism
2.      Inquiry
3.      Questioning
4.      Learning community
5.      Modeling
6.      Reflection
7.      Authentic assessment
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat design/scenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, meenemukan sendiri, mengoreksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan.
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui munculnya pertanyaan-pertanyaan.
4.      Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
5.      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7.      Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Demikian diantara langkah-langkah pembelajaran contexstual teaching learning (CTL), pada peseryang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pembelajaran kepada peserta didik.
B.     Strategi Pembelajaran Kontekstual
Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan penerapan strategi pembelajaran kontektual digambarkan sebagai berikut:
1.      Realiting, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehiduoan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajari bermakna.
2.      Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”, peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
3.      Applaying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
4.      Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar berkelomok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif.
5.      Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi dan konteks baru.
Pembelajaran kontekstual diawali dengan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada atau tekah dimiliki peserta didik. Selanjutnya, perolehan pengetahuan baru dengan cara memperlajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan detailnya. Integrasi pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada dan penyesuaian pengetahuan awal terhadap pengetahuan baru merupakan urutan selanjutnya.[14]
C.    Komponen Pembelajaran Kontekstual
Ada beberapa element yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu:
1.      Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
2.      Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).
3.      Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
a.       Menyusun konsep sementara
b.      Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain.
c.       Merevisi dan mengembangkan konsep.
4.      Pembelajaran ditentukan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.[15]

D.    Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Setiap model pembelajaran disamping memiliki unsur kesamaan,juga ada perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap model memiliki karateristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbedaan tertentu dalam membuat desain/skenarionya disesuaikan dengan model yang akan diterapkan.
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:

1.      Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu untuk memberi makna melalui pengalaman nyata.
Oleh karena itu, dalam CTL strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
2.      Menemukan (inquiry)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang siperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan).
Tentu saja unsur menemukan dari kedua pembelajaran (CTL, inquiry dan discovery) secara pembelajaran tidak banyak perbedaan, intinya sama yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.
3.      Bertanya (questioning)
Unsur lain yang menjadi karateristik utama CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dan bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.
Melalui penerapan bertanya, pembeljaran akan lebih baik, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam dan akan banyak ditemukan unsur-unsur tekait yang sebelumnya tidak terfikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena itubanyak ditemukan unsur-unsur tekait yang sebelumnya tidak terfikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka
a.       Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik.
b.      Mengecek pemahaman siswa.
c.       Membangkitkan respons siswa
d.      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
e.       Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa
f.       Memfokuskan perhatian siswa
g.      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h.      Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4.      Masyarakat belajar (learning community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak  dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.Melalui interaksi dalam komunitas proses belajar dan hasil belajar jadi lebih bermakna.
5.      Pemodelan (modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntunan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6.      Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau barru saja terjadi. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan saebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membanding, menghayati dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali menganalisiskembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.[16]
7.      Penilaian sebenarnya (authentic assesment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.[17]
Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan karateristik-karateristik:
a.       Kerjasama
b.      Saling menunjang
c.       Menyenangkan dan tidak membosankan
d.      Bekajar dengan bergairah
e.       Pembelajaran terintegrasi
f.       Menggunakan berbagai sumber
g.      Siswa aktif
h.      Sharing dengan teman
i.        Siswa kritis guru kreatif
j.        Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel)
k.      Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa, dan lain-lain. (Depdiknas,2002:20)[18]
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap rentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar dikelas.
E.     Skenario Pembelajaran Kontekstual
Sebelum melaskanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:
1)      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dam mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
2)      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan.
3)      Mengembangkan sifat ingin tahu siwa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4)      Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5)      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6)      Membiasakan anak unutk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7)      Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar mengajar di kelas.





BAB III
TANGGAPAN

Setelah membaca dan menulis tentang model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) diatas, maka penulis dapat memberikan tanggapan sebagai berikut:
1.      Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) sangat baik diterapkan dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan peserta didik diajak langsung memperaktekkan materi yang diterimanya dengan peristiwa atau kejadian nyata yang ada di masyarakat/lingkungan yang sebenarnya.
2.      Seorang pendidik atau guru harus memiliki banyak pengetahuan tentang model-model pembelajaran, khususnya model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning), dengan memiliki banyak pengetahuan, maka seorang guru akan dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik sesuai dengan kebutuhan model pembelajaran yang digunakan.
3.      Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning),peserta didik di dorong untuk belajar aktif, karena mereka harus menggabungkan materi yang didapat disekolah dengan pengalaman nyata yang ada dilingkungannya.
4.      Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) sangat bermanfaat bagi guru dan juga peserta didik, karena dengan model CTL peserta didik akan mudah memahami peljaran yang sedang dihadapinya.
5.      Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tinggi, pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami sebuah isu, dan memecahkan masalah.
6.      Pembelajaran kontekstual diawali dengan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada atau tekah dimiliki peserta didik. Selanjutnya, perolehan pengetahuan baru dengan cara memperlajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan detailnya. Integrasi pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada dan penyesuaian pengetahuan awal terhadap pengetahuan baru merupakan urutan selanjutnya.
7.      Pembelajaran kontekstual memusatkan pada bagaimana peserta didik mengerti maksa dari apa yang mereka pelajari, apa manfaatnya, dalam satatus apa mereka, bagaimana mencapainya dan bagaimana mereka mendemontrasikan apa yang tekah mereka pelajari.



















BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan-pembahasan diatas adalah:
1.      Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dilaksanakan untuk mempermudah siswa dalam menerima materi pembelajaran melalui contoh-contoh dunia nyata yang dialami oleh siswa.
2.      Komponen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual yaitu:
a.       Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
b.      Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secra khusus (dari umum ke khusus).
c.       Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman.
d.      Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
3.      Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
a.       Kontruktivisme (Contructivism)
b.      Menemukan (Inquiry)
c.       Bertanya (Questioning)
d.      Masyarakat belajar (Learning community)
e.       Pemodelan (Modelling)
f.       Refleksi (Reflection)
g.      Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)
Demikian diantara kesimpulan yang dapat penulis kemukakan dalam pembahasan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning).




DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta,Pustaka Pelajar 2012)

Agus Suyatna, Modul PLPG, FKIP Unila, 2011

Al-Qur’an, Ar-rahman

Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Digjen PendidikanIslam     Depag RI,2009)

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung:Refika Aditama, 2012)

Ramayulis, Metedologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia. 2012) cet,7

Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) cet.4, ed.1-4
.





[1]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru), (Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), Hal.188-189
[2]Ibid, hal 189
[3]Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2012), hal.82
[4]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru), (Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), Hal.190
[5] Agus Suyatna, Modul PLPG,FKIP Unila, 2011, hal.39
[6] Al-Qur’an, Ar-Rahman 1-13
[7] Ibid, Op.cit.hal 39
[8] Rusman, Op.cit, hal.190
[9]Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet.3, hal.67
[10]Ramaliyus, Metedologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012) cet.7, hal.255
[11] Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2012) Hal.80
[12]Ibid, hal.81
[13]Rusman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN (Mengembangkan Profesionalisme Guru), (Jakarta, Rajawali Pers, Edisi Kedua, 2013), hal.191
[14] Ibid, hal 84
[15] Khlaimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009).Hal.104
[16]Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori Dan Aplikasi PAIKEM), (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2012) Hal.88
[17]Rusman, op.cit.h.197.
[18]Ibid, h.198.

0 komentar:

Posting Komentar