BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan masalah yang
sangat penting bagi perkembangan hidup dan kehidupan manusia untuk
mempersiapkan diri agar mampu mencukupi kebutuhannya secara mandiri di masa
yang akan datang.
Hal ini sesuai dengan anjuran Nabi
Muhammad SAW dalam hadits berikut:
ﻋَﻠِّﻣُوْﺍﺍَوْﻻَﺩَﻛُﻡْﻏَﻴْﺭَﻣَﺎﻋُﻠِّﻣْﺘُﻡْﻓَﺎِﻧَّﻬُﻡْﺧُﻠِﻗُﻭْﺍﻟِﺯَﻣَﻥٍﻏَﻳْﺭَﺯَﻣَﺎﻧِﻛُﻡ
Artinya : “Didiklah (ajarkanlah) anak-anak kalian tentang hal-hal
yang berlainan dengan hal-hal yang kalian diajarkan, karena mereka
dilahirkan/diciptakan bagi generasi zaman yang bukan generasi zamam
kalian’(HR.Bukhari).[1]
Pendidikan senantiasa diperlukan dan merupakan suatu proses yang
akan berlangsung terus menerus dalam usaha untuk mewariskan nilai-nilai dan
kecakapan yang dimiliki oleh manusia generasi berikutnya. Pendidikan diperlukan
untuk membina dan memberikan bekal kepada generasi yang lebih muda, agar dapat
melanjutkan usaha-usaha yang telah dilaksanakan dalam pembentukan aspek-aspek
individualisasi dan sosialisasi.
Dengan demikian guru pendidikan Islam dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik di sekolah hendaknya membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan
yang luas sesuai dengan bidangnya. Disamping itu guru pendidikan Islam harus
dapat bertingkah laku yang mencerminkan akhlak yang baik sehingga dapat ditiru
oleh siswa-siswanya.
Fenomena yang terjadi di lapangan berkaitan dengan peranan guru
pendidikan Islam sebagai pengajar terlihat pada guru dalam menyampaikan materi
pelajaran sudah baik, guru menguasai bahan dan dalam pengelolaan kelas sudah
baik. Sedangkan yang berkaitan dengan peranan guru pendidikan Islam sebagai pendidik dapat terlihat pada
guru sudah memberikan dorongan pada siswa, guru sudah tegas terhadap siswa yang
bandel, dan guru juga memberikan pengarahan perilaku yang baik kepada siswa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana Peranan Guru dalam pendidikan Islam?
2.
Bagaimana peran guru dalam memahami siswa sebagai dasar
pembelajara?
3.
Bagaimana peran guru dalam pengembangan rancanagan pembelajaran?
4.
Bagaimana peran guru dalam pelakasanaan pembelajran dan manajeman
kelas?
C.
Tujuan Penulis
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui Peranan Guru dalam pendidikan Islam
2.
Untuk Mengetahui peran guru
dalam memahami siswa sebagai dasar pembelajara
3.
Untuk Mengetahui peran guru
dalam pengembangan rancanagan pembelajaran
4.
Untuk Mengetahui peran guru
dalam pelakasanaan pembelajran dan manajeman kelas
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Peranan Guru dalam Pendidikan Islam
1.
Pengertian Peranan Guru
Guru adalah digugu dan ditiru.
Guru selalu dijadikan teladan kapan pun dan dimana pun ia berada. Oleh sebab
itu, guru harus memainkan peranan-peranannya secara efektif dan efisien.
Peranan (role)
guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru.[2]
Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga, dan di dalam
masyarakat. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru, ia harus menunjukkan
perilaku yang layak (bisa dijadikan teladan oleh siswanya).
Guru yang baik dan efektif adalah guru yang dapat
memainkan peranan-peranan secara baik, di mana dan kapan saja berada.
Dari
sudut pandang psikologis, peran guru adalah pertama, pakar psikologi belajar
atau psikologi pendidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas
sebagai guru dan pendidik, kedua, seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru
adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia
khususnya dengan siswa-siswa sehinggga dapat mencapai tujuan pengajaran dan
pendidikan, ketiga, pembentuk kelompok (group
builder), yaitu mampu membentuk atau menciptakan suatu pembaruan untuk
membuat suatu hal yang lebih baik, keempat, inovator, yaitu orang yang mampu
menciptakan sesuatu pembaruan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, kelima,
petugas kesehatan mental (mental hygiene
worker) artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental
para siswa.[3]
|
guru sebagai pengarah
pembelajaran, guru sebagai evaluator (Evaluator of Student Learning),
guru sebagai konselor, guru sebagai pelaksana kurikulum.[4]
Sardiman AM. Memberikan
pengertian guru adalah, “Tenaga profesional di bidang kependidikan yang
memiliki tugas “mengajar”, “mendidik” dan “membimbing” anak didik agar menjadi
manusia yang berpribado (pancasila)”.[5]
Sedangkan menurut Hadari Nawawi
bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisal. Pertama, “Secara sempit
guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang
kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas
diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan
masing-masing.”[6]
Dari pengertian yang
dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, penulis dapat mengambil pengertian bahwa
guru dapat dikatakan pendidik. Karena disamping menyampaikan ilmu pengetahuan,
juga menanamkan nilai-nilai dan sikap mental serta melatih keterampilan dalam
upaya mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan. “Seoraang guru ialah pelopor
bangsa serta pengajar generasi-generasi yang terikat dengan berbagai tanggung
jawab sosial yang besar”.[7]
Jabatan guru adalah suatu
“profesi” Profesi yang dimaksud adalah keahliannya dalam bidang pendidikan. Ia
bekerja atau melakukan pekerjaan mendidik orang-orang yang menjadi peserta didiknya.
Yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidangnya pekerjaan ini
cukup berat. Karena meliputi tiga komponen, yakni mendidik, mengajar dan
melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar dapat diartikan sebagai upaya
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sedangkan melatih adalah
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.
Di masyarakat, dari yang
terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting. Guru
merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat.
Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju mundurnya tingkat kebudayaan suatu
masyarakat dan negara, sebagian besar tergantung pada pendidikan dan pengajaran
yang diberikan oleh para guru.
Islam adalah agama yang sangat
menghargai pengetahuan, karena pengetahuan yang dimiliki oleh guru itulah, maka
guru berada di tempat satu tingkat di bawah kedudukan Nabi. Tingginya kedudukan
guru dalam Islam merupakan bukti nyata. Firman Allah dalam Surat Al-Mujadalah
ayat 11 :
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ....
Artinya :
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu
kerjakan.”[8]
Dari penjelasan dan ayat di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa kedudukan orang yang berpengetahuan itu sangat mulia di
hadapan Allah maupun sesama manusia. Adapun konskuensi bagi orang yang memiliki
pengetahuan adalah mengamalkan dan mengajarkan pengetahuan kepada orang lain.
Guru berperan sebagai orangtua kedua bagi
para siswa. Hingga sosok guru sangat berperan penting bagi perkembangan mereka.
Dan sebagian hidup mereka tergantung pada sekolahnya. contoh baik perkataan
maupun perbuatannya dan mudah mudahan apa yang dilakukan seorang guru akan
mendapatkan ganjaran yang sama ketika orang lain atau murid muridnya melakukan
perbuatan yang baik atas bimbingannya. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan
Abu Hurairah bahwasanya rasul Allah bersabda :
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأجر
مِثْلُ أجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذلِكَ مِن أجُوْرِهِمْ شَيْئًا
“Barang
siapa membimbing atau mengajar orang kearah jalan petunjuk, maka baginya pahala
sejumlah pahala orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikit pun
dari pahala mereka”.[9]
2.
Pendidikan Islam
Istilah
pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Paedagogie”, yang
berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan.[10] Omar
Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan, ‘Pendidikan Islam dengan proses
mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam
sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai
profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.’[11]
Pengertian
tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada
pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek
produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam
kehidupan masyarakat dan alam semesta.
Sedangkan menurut A.
Mustafa, Pendidikan Islam yaitu suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya
pribadi muslim yang baik. [12] Karena ia merupakan alat
yang dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup
manusia (sebagai makhluk pribadi dan sosial) kepada titik optimal kemampuannya
untuk memperoleh kesejateraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.[13]
Dari
penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa, pendidikan Islam dalam
pandangan yang sebenarnya, adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan
seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita islam,
sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian
itu mengacu pada perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa menghilangkan
prinsip-prinsip islami yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia, sehingga
manusia mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan
perkembangan iptek.
3.
Syarat Guru
Pendidikan Agama Islam
Untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai guru pendidikan agama Islam dengan
sebaik-baiknya, maka diperlukan beberapa persyaratan umum untuk menjadi guru
pendidikan agama Islam yaitu :
a)
Beriman kepada Allah dan beramal saleh
b)
Menjalankan
ibadah dengan taat.
c)
Memiliki
sikap pengabdian yang tinggi pada dunia pendidikan.
d)
Ikhlas
dalam menhalankan tugas pendidikan.
e)
Menguasai
ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya.
f)
Professional
dalam menjalankan tugasnya.
Disamping persyaratan diatas, masih
ada persyaratan lain sebagaimana menurut pendapat Hasan Basri, antara lain :
a) Membimbing si
terdidik
Mencari
pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan kesanggupan, bakat, minat dan
sebagainya.
b) Menciptakan
situasi untuk pendidikan
Situasi
pendidikan, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan tindakan-tindakan pendidikan
dapat berlangsung dengan baik dan hasilnya yang memuaskan.
c) Memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan.[15]
Sedangkan
Al-Ghazali memberikan nasehat kepada para pendidik Islam agar dapat memenuhi
persyaratan untuk menjadi guru pendidikan agama Islam sebagaimana berikut:
a)
Pendidik
harus menganggap anak didiknya sebagai anak kandungnya sendiri, sehingga rasa tanggung
jawabnya sangat besar dan melimpahkan kasih sayangnya dengan penuh.
b)
Pendidik
harus ikhlas tanpa pamrih dalam pengabdiannya kepada pendidik sebagai wasilah
pengabdian kepada Allah SWT.
c) Pendidik
hendaknya mengajarkan semua ilmunya untuk meningkatkan ketauhidan.
d)
Pendidik
harus sabar dalam memberi nasihat kepada anak didiknya.
e)
Pendidik
harus mempertimbangkan kemampuan rasio dan mentalitas anak didiknya dalam
menyampaikan pendidikannya.
f)
Pendidik
harus memberikan motivasi kuat kepada anak didiknya agar mencintai semua ilmu
yang diberikan.
g)
Pendidik
harus memberikan mata pelajaran berupa pengenalan pengetahuan sehari-hari agar
mudah dimengerti dan memahaminya kepada anak didik yang usianya masih muda atau
dibawah umur.
Dari beberapa pendapat diatas jelas bahwa
untuk menjadi guru pendidikan agama Islam tidaklah mudah, karena persyaratan
yang harus dipenuhi lebih banyak dan lebih komplit dari pada persyaratan
menjadi guru umum. Guru agama lebih banyak ditentukan oleh persyaratan non
formal yaitu penguasaan materi agama secara menyeluruh, memiliki kepribadian
yaitu taat menjalankan ajaran agama dan berakhlak mulia, juga memiliki
kemampuan dalam mendidik.
4.
Guru sebagai
Pengajar, Pendidik dan pembimbing
Melalui
peranannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam diri dan meningkatkan kemampuannya dalam segala hal.yang
dimilikinya. Dikarenakan kemampuan paedagogik guru dapat menentukan hasil
belajar yang dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran.
Rasulullah Saw selalu menyampaikan wahyu dari
Allah setelah beliau mempelajarinya terlebih dahulu. Sehingga bahan atau materi
tersebut berkembang terlebih dahulu dalam diri beliau. Hal tersebut dapat kita
perhatikan dari kisah-kisah RasulAllah sehari-hari. Seperti dalam hadist yang
menerangkan tentang ikhlas berikut ini :
عَنْ
عُمَرَ بْنِ الخَطَّاِب رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيّاتِ وَ
إِنَّمَا لِإِمْرِئٍ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُولِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُولِهِ وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ (رواه البخارى)
“Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar
Rasulullah Saw bersabda : “Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada
niatnya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang (akan memperoleh) sesuai dengan apa
yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia
akan memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya itu
karena mencari dunia ia akan mendapatkannya, atau karena perempuan, maka ia
akan menikahinya. Maka (balasan) hijrah sesuai dengan apa yang diniatkan ketika
hijrah”. (HR. Bukhari)[17]
B.
Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran
1.
Pengertian dan Makna Perkembangan
Perkembangan merujuk pada perubahan yang sistematis yang sering
terjadi sepanjang siklus kehidupan manusia. Perkembangan adalah proses yang
kompleks karena perkembangan merupakan hasil dari berbagai proses biologis,
kognitif, sosial, dan moral.
Dalam pandangan lama, para ahli membagi konsentrasi studi tentang
perkembangan ke dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik, perkembangan aspek
kognitif yang mencakup persepsi, bahasa belajar dan berfikir serta perkembangan psikososial yang
mencakup perkembangan emosi, kepribadian, dan hubungan antara pribadi.
Dalam pandangan mutakhir yang disebut pandangan holistik yang
melihat manusia sebagai makhluk biologis, kognitif, sosial, dan makhluk Tuhan
dimana perubahan dalam satu aspek akan tergantung kepada dan mempengaruhi
perubahan atau perkembangan aspek lain. Perspektif holistik merupakan
keterpaduan pandangan tentang proses perkembangan yang menekankan pentingnya
interaksi antara perkembangan fisik, mental, emosi, dan moral.
Di dalam perkembangan terjadi proses biologis, kognitif, sosial.
Proses biologis melibatkan perubahan fisik
individu. Proses kognitif mencakup perubahan berfikir, kecerdasan, dan bahasa
anak. Proses sosial mencakup perubahan hubungan anak dengan orang lain, emosi,
dan kepribadian. Prilaku yang dihhasilkan karena kematangan disebut prilaku
pilogenetik, dan prilaku yang diperoleh karena pengalaman disebut perilaku
otogenetik. Baik kematengan maupun pengalaman turut menentukan perkembangan,
perkembangan merupakan interaksi antara faktor nature dan nurture
dari pada sebagai hasil salah satu faktor. Kombinasi keduannya akan
menghasilakan kesepakatan belajar (resdiness to learn) [18]
2.
Aspek-Aspek Perkembangan Anak Sekolah Dasar
Psikologi
perkembangan menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi
perkembangan pada umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia.
Secara biologis pertumbuhan itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai
firmannya pada surat Al-Mu’min ayat 67 sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ
عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ
لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا
أَجَلا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون (٦٧)َ
Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah
kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian
dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya
kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai
tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian)
supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”
Dari penjelasan ayat diatas bahwa proses
kejadian individu mengalami tahapan dan dinamika sejak dalam kandungan
hingga lahir. Seorang individu tumbuh
menjadi anak, remaja atau dewasa yang mengarah pada proses
pertumbuhan dan perkembangan.
a.
Perkembangan Motorik dan
Persepsi
Pertumbuhan fisik terjadi masa prasekolah terutama perubaan ukuran,
tinggi, berat dan gerak-gerak motorik kasar sedangkan gerak motorik halus
tumbuh masa sekolah dasar, tinggi dan berat badan terus bertambah, kelenjar
lemat lebih cepat tumbuh. Dalam kaitan perkembangan tubuh ini anak dapat
digolongkan dalam endomorfik (gemuk karena kelenjar lemaknya kat), mesomorfik
(atlets karena kelanjar ototnya kuat), dan ektomorfik (kurus). Pada masa sekola
dasar perkembangan fisik harus merupakan kepedulian guru. Reaksi-reaksi fisik
sering kali menunjukkan dinamika intelektual peserta didik.[19]
b.
Perkembangan Kognitif dan Kesiapan Belajar
Perkembangan Kognitif adalah perubahan struktur skema. Jadi skema
adalah kemampuan seseorang untuk
beradaptasi dengan lingkungan. Struktur skema itu cukup merespon
lingkungan maka individu berada dan mencapai apa yang disebut kondisi
ekuilibrium (seimbang antara kecakapan dengan tuntunan lingkungan), namun jika
tidak seimbang individu berada pada kondisi disekuilibrium (tidak seimbang).
1)
Masa bayi (0 hingga 2 tahun)
Pada fase ini orang tua anak perlu untuk mengembangkan kasih sayang
secara dua arah dimana ibu memberikan kasih sayangnya dan dalam waktu bersamaan
juga mengembangkan kemampuan anak memberikan respon terhadap kita. Ini seperti
yang sering kita perhatikan dalam fase pertumbuhan anak secara umum dimana kita
memang diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk dapat memberikan
respon terhadap kita. Meski beberapa orang menganggap hal ini biasa, tapi dalam
pengamatan saya pribadi anak tidak akan berkembang maksimal jika orang tua
(atau orang sekitar) kurang memberikan stimulasi pada anak. Disini yang
dimaksud “mengembangkan kemampuan anak memberikan respon.
2)
Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)
Pada fase inilah merupakan fase penting memberikan pondasi dasar tauhid
pada anak melalui cara aktif agar anak terdorong dan memiliki tauhid aktif
dimana anak mau melakukan sesuatu yang baik semata menurut Allah. Fase ini fase penting penanaman pondasi bagi anak. Tinggal cari cara nih
bagaimana menerapkannya.
3)
Masa Tamyiz (7-10 tahun)
Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk
berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai
mempertegas pendidikan pokok syariat.
4)
Masa Amrad (10-15 tahun)
Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi dirinya
guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan bertanggung jawab secara penuh.
Dalam islam, fase ini juga merupakan fase dimana anak mencapai aqil baligh
sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang
menjadi tuntutan bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur harta
yang dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk dirinya sendiri.
5)
Masa Taklif (15-18 tahun)
Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif
atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai
di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17
tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung
jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.[20]
Penjelasan
di atas maka bisa diambil kesimbulan bahawa Kehidupan Manusia (Pertumbuhan
& Perkembangan) Merupakan proses yang bertahap dan berangsur-angsur. Ketika menyatakan bahwa Allah adalah Maha Pencipta,
Maha Penjaga dan Maha Pemelihara segala sesuatu, Alquran juga mengatakan bahwa
Allah menciptakan manusia dari berbagai tahap progresif pertumbuhan dan
perkembangan. Dengan kata lain, kehidupan manusia memiliki pola dalam
tahapan-tahapan tertentu yang termasuk tahapan dari pembuahan sampai kematian.
Tahapan yang tertjadi dalam pertumbuan dan perkembangannya bukan karena suatu
kebetulan namun merupakan sesuatu yang telah dirancang, ditentukan dan
ditetapkan langsung oleh Allah. Banyak ayat Alquran yang menyatakan hal ini.
Salah satunya sebagai berikut:
... dan
Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan segalanya dengan
ukuran-ukuran dengan serapi-rapinya. (QS. Al-Furqaan 25:2)
pertumbuhan
& perkembangan manusia tidak terjadi serta merta dalam satu waktu, namun
melalui tahapan yang telah ditentukan ukurannya yang membuatnya berjalan
dalam proses yang berangsur-angsur atau gradual. Ayat berikut ini
dengan jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan dan ditentukan untuk
berkembang dalam tahapan.
Mengapa kamu tidak percaya kepada kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya
telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. (QS. Nuh 71:13-14)
c.
Kesiapan Belajar dan Implikasi pembelajaran
Periode operasa konkret merupakan unsur penting dalam kesiapan
sekolah, maka seorang anak akan menunjukan kesiapan untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan sekolah pada saat mencapai periode itu. Implikasi prinsip
tersebut, guru hendanya mengajarkan suatu keterampilan kepada anak sampai anak
itu memperoleh kesiapan mempelajari sesuatu dengan relatih lebih mudah.
d.
Perkembangan pribadi dan sosial
Perkembangan pribadi mencakup perkembangan konsep diri, emosi,
independensi dan tanggung jawab dalam konsep diri anak masih berorentasi pada
diri sendiri. Dalam asepek perkembangan emosi anak sekolah dasar cenderung
belum stabil, kecendrungan untuk tidak toleran terhadap orang lain agresif
secara fisik, rendahnya kesadaran atas kesalahan diri sendiri dan egoistis.
3.
Hakikat Pendekatan Perkembangan
Pendekatan
perkembagan di dalam pembelajaran menekankan kepada kepadanan kurikulum dan
proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Pendekatan ini
memandang
a.
Anak sebagai subjek yang kecakapan mental yang berkembang terus.
b.
Belajar sebagai proses kreatif
c.
Pengetahuan sebagai hasil belajar adalah suatu konstruksi yang
terbentuk atas kontribusi bersama antara subjek dan objek.
d.
Mengajar adalah mmencitakan lingkungan belajar yang padaan degan
perkembangan anak.
Konsep pendekatan perkembangan mengandung dua dimensi, yaitu
dimensi umur dan individual. Dimensi umur, menunjukkan bahwa ada sekuensi dan
perubahan yang universal dan dapat diramalkan, terutama usia 9 tahun pertama.
Perubahan tersebut menyangkut aspek fisik, kognitif, sosial, dan emosional.
Dimensi individual, kurikulum dan intraksi orang dewasa dengan anak harus
responsif terhadap keragaman individual. Belajar pada anak merupakan hasil
intraksi anatara pikiran dan pengalaman anak dengan bahan, gagasan, dan manusia
lain.
4.
Perkemabangan dan Belajar Anak Usia Sekolah Dasar
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki
dasar hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun dasar aqliyah.
Begitu juga halnya dengan pelaksanakan pendidikan pada anak usia dini.
Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan anak usia dini, dapat dibaca firman
Allah berikut ini:
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur". (An Nahl: 78)
Berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak lahir dalam keadaan
lemah tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki pengetahuan) apapun.
Akan tetapi Allah membekali anak yang baru lahir tersebut dengan
pendengaran, penglihatan dan hati nurani (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati).
Menurut
pendapat yang lain adalah otak. Dengan itu manusia dapat membedakan di antara
segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya. Kemampuan dan
indera ini diperoleh seseorang secara bertahap, yakni sedikit demi sedikit.
Semakin besar seseorang maka bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan,
dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya.[21] Dengan bekal pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal) itu, anak pada
perkembangan selanjutnya akan memperoleh pengaruh sekaligus berbagai didikan
dari lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang sejalan dengan sabda Rasul
berikut ini:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى
عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ
أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut
beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”.(HR. Bukhari, Abu Daud, Ahmad)[22]
C.
Peran Guru dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran dapat dianalogikan dengan rancangan strategi
permainan untuk suatu tim. Perancangan pembelajaran kelas yang baik, mengetahui
kekuatan dan kelemahan siswanya dan tahu tantangan yang terkandung dalam
kurikulum. Ada tiga pokok yang akan dibicarakan dalam proses kegiatan belajar
ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Hakikat Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran sebagai proses implementasi kurikulum, menurut
peran guru untuk mengartikulasikan kurikulum/bahan ajar serta mengembangkan dan
mengimplementasikan program-program pembelajaran dalam suatu tindakan yang akurat.
2.
Pembelajaran Sebagai Inkuiri Refleksi
Cara
kita memandang esensi pembelajaran akan tergantung kepada bagaimana kita
memandang pendidikan. Apakah kita memandang sebagai suatu mempengaruhi cara
mempelajari pendidikan dan prilaku kita sebagai guru. Sebagai proses inkuiri
reflektif, pembelajaran mengandung makna sebagai proses sintesis dan analisis.
Inkuiri menempatkan seorang pendidik sebagai fasilitator atau pimpinan belajar.[23]
Refleksi mengimplikasikan adanya dugaan, penilaian, dan pertimbangan
faktor-faktor yang signifikan terhadap pencapaian tujuan. Proses pembelajaran
sebagai inkuiri reflektif akan menempatkan guru sebagai:
a.
Individu yang terus menurus belajar dan berperan sebagai siswa.
b.
Seorang guru yang menentang siswanya untuk menjadi pelajar yang
reflektif
c.
Seorang profesional yang terus menerus merefleksikan keefektifanya
sebagai guru.
3.
Perkembangan Sebagai Tujuan Pembelajaran
Bukan hal
mustahil bahwa pembelajaran yang ekselen
(unggul) dikerjakan oleh guru-guru artistik yang tidak memiliki konsep yang
jelas tentang tujuan tetapi mereka secara intuitif memiliki pemahaman tentang
apa proses pembelajaran yang baik, Akan tetapi jika suatu program pendidikan
atau pembelajaran dirancang dan di upayakan untuk dilakukan perbaikan secara
berkesinambungan, bagaimanapun juga pemahaman akan konsep-konsep tujuan yang
hendak dicapai adalah keharusan bagi guru.
Tujuan
pembelajaran menjadi tolak ukur untuk memilih bahan ajar, merancang isi
pembelajaran, mengembangkan prosedur pembelajaran, dan mempersiapkan tes dan
ujian. Semua aspek pembelajaran secara nyata merupakan instrumen untuk mencapai
suatu tujuan.
Dalam
pengembangan rancangan pembelajaran kelas, yang mencakup rancangan jangka
pendek yang disebut dengan satuan acara pelajaran dan rancangan jangka panjang
yang disebut dengan rencana unit pengajaran yang dikembangkan. Kegiatan dalam
menyusun rancangan –rancangan ini mencakup :
a)
Analisis
Kurikulum
Secara
fisik, kurikulum dituagkan dalam suatu dokumen
yang pada intinya menggambarkan
cakupan bahan ajar yang harus diajarkan dalam tingkatan kelas dan kurun waku
tertentu.kurikulum dalam bentuk dokumen
semacam itu merupakan kurikulum ideal atau kurikulum yang diharapkan (ideal or expected curriculum).
Didalam
praktek seorang guru dituntut untuk mengartikulasikan kurikulum kedalam ragam
dan rentang pengalaman belajar peserta didik. Artikulasi dan implementasi
kurikulum yang ideal akan sangat akan bersifat kontekstual dan bergantung
kepada kondisi objektif guru maupun peserta didik.
Seorang guru
perlu melakukan analisis kurikulum yang dimaksudkan untuk merumuskan rencana
dan bahan ajar yang lebih bermakna sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Dalam hal ini ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis
kurikulum, yaitu sebagai berikut :
1)
Total waktu
yang dimiliki untuk menangani topik-topik utama yang harus diajarkan.
2)
Asumsi-asumsi
yang digunakan tentang pengetahuan dan keterampilan awal peserta didik untuk
memulai mempelajari topik-topik baru.
3)
Tujuan umum
belajar yang dirumuskan utuk siswa.
Waktu serta
pengetahuan dan keterampilan awal akan dibahas sendiri sedangkan tujuan akan
dibahas pada bagian tujuan pembelajaran.
1)
Waktu
Keseluruhan waktu yang harus Anda rancang untuk pengajaran mencakup waktu untuk
mengajarkan seluruh isi pelajaran dan waktu yang diharapkan dimiliki siswa
untuk mengajarkan pekerjaan di luar kelas. Seorang tidak akan pernah memiliki
cukup waktu untuk melakukan segalanya yang ingin lakukan didalam suatu
pelajaran. Oleh karena itu, harus sadar betul akan kejelasan total waktu yang
perlu dimiliki dan direncanakan. Rancangan waktu dapat dirumuskan ke dalam
waktu tatap muka dengan kelas, dan kegiatan
luar kelas. Banyak ragam kegiatan yang bisa dirancang untuk kegiatan
di luar kelas yang .pada intinya mengmbangkan tanggung jawab siswa terhadap
tugas-tugas yang harus dikerjakan, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk
pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah akan menjadi alat pembelajaran yang amat
penting jika dirancang secara tepat. Pemahaman tentang keseluruhan isi
pelajaran yang harus dipelajarisiswa dan total waktu yang tersedia untuk
pembelajaran, menghendaki perjanjian atau pemahaman kurjkulum yang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan siswa pada proses belajar sebelumnya.
b)
Pengetahuan
dan keterampilan awal
Suatu
kurikulum atau lingkup pelajaran dirancang dan disusun atas suatu asumsi tak
tertulis tentang pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut pengetahuan siswa
sebelumnya. Benyamin Bloom (1976. 3.28) mengembangkan suatu teori yang
menjelaskan mengapa unjuk kerja siswa berbeda atas tugas-tugas pembelajaran (learning tasks) yang diperhadapkan
kepadanya. Teori ini mengatakan sebagai berikut.
1) Sampai dengan 50% keragaman prestasi siswa ditentukan
oleh kepemilikan keterampilan kognitif awal yang diperlukan untuk memenuhi
pembelajaran.
2) Sampai dengan 25% keragaman prestasi ditentukan oleh
karakteristik afektif awal.
3) Sampai
dengan 25% keragaman prestasi siswa ditentukan oleh balikan yangefekif dan
tepat waktu dan guru dan/atau bahan pembelajaran.
b)
Tujuan pembelajaran
Belajar merupakan proses internal
yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh
mental yang meliputi ranah-ranah kognitif,afektif,dan psikomotorik.
c) Rancangan Kegiatan Pembelajaran
Secara operasional kegiatan pembelajaran
yang tertuang dalam satuan pelajaran diartikan sebagai sejumlah waktu yang
dirancang untuk mengajari siswa suatu topik sederhanan,baik berupa konsep,
keterampilan, proses, diskusi. Setiap kegiatan pembelajaran dapat dibagi ke
dalam tiga bagian, yaitu : kegiatanawal, kegiatan inti, dan peutup.
1) Kegiatan
awal
Pada
kegiatan ini, guru memperkenalkan topik baru kepada siswa, yang mana siswa
harus dibantu dalam memahami topik itu ke dalam konteks keseluruhan pengjaran.
2) Rancangan
untuk kegiatan inti pembelajaran
Banyak ragam
yang dilaksanakan Ini berarti bahwa banyak ragam rancangan yang dilaksanakan
dalam pembalajaran untuk mencapai tujuan yang beraneka ragam pula. Tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan menjadi pandahuluan bagi Andadalam
memikirkan keseluruhan proses pembelajaran, memutuskan basil yangpaling penting
yang harus dicapai, mengaitkan tujuan pembelajaran dengan tujuan kürikulum.
3) Kegiatan penutup
Pada
kegiatan penutup, guru membimbing siswa untuk merumuskan ikhtisaryang bertjuan
untuk:
· mengkaji ulang butir-butir penting dan isi dan
kegiatan pembelajaran.
· memungkinkan siswa merefleksikan pembelajaran dan
menggambarkankumpulan dan pengalaman pembelajaran; serta
· memberikan gambaran tentang
pembelajaran yang akan datang.
d) Perencanaan
evaluasi
Salah
sata komponen penting dan keseluruhan perencanaan pembelajaran adalah
perencanaan untuk mengetahui apakah setelah kurun waktu tertentu siswa
memperoleh kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau apakah
siswa siap mencapai tujuan yang lebih kompleks. Tujuan-tujuan yang sudah dirumuskan baik tujuan keperilakuan
pemecahan masalah, maupun tujuan ekspresif menjadi landasan untuk mengetahui
dan mengukur tingkat pencapaian tujuan dan kemajuan siswa. Semua kegiatan
evaluasi ini disebut evaluasi sumatif yaitu evaluasi
yang merangkum seluruh hasil belajar siswa pada jangka waktu tertentu.
Evaluasi lain yang perlu dirancang
adalah evaluasi formatif Evaluasi ini
dimaksudkan untuk melihat kemajuan siswa pada saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Kegiatan monitoring yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran
seperti yang didiskusikan di atas merupakan contoh evaluasi yang terjadi selama
siswa belajar dan memberikan latihan kepada siswa tentang bagaimana dia tumbuh
dan berubah ke arah perbaikan.
D.
Peran Guru dalam Pelaksanaan
Pembelajaran dan Menajemen Kelas
1.
Manajemen Kelas
Proses pembelajaran adalah proses membantu siswa
belajar, yang ditandai dengan perubahan perilaku baik
dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Seorang guru hanya dapat dikatakan telah melakukan kegiatanpembelajaran terjadi
perubahan perilaku pada dan peserta didik sebagai akibat dan kegiatan tersebut. Ada hubungan fungsional antara perbuatan guru mengaiar dengan perubahan perilaku peserta didik. Artinya, proses pembelajaran
itumemberikan dampak kepada perkembangan pesena didik.
Proses pembelajaran akan selalu berlangsung dalamsuatu
adegan, di sekolah jelasnya adalah adegan kelas. Adegan itu perlu diciptakan dan dikembangkan menjadi wahana bagi
keberlangsungan proses pembelajaran
yang efektif. Hal ini berarti diperlukan manajemen tersendiri untuk mengembangkan dan memelihara adegan itu, dan manajemen yang
dimaksud adalah manajemen kelas.
Menejemen
kelas merupakan perangkat perilaku yang kompleks dimana guru menggunakannya
untuk mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran secara evisien. Dengan kata lain,
menejemen kelas yang efektif menjadi prasyarat utama bagi pembelajaran yang
efektif, menejemen kelas dapat dipandang sebagai tugas guru yang amat
fundamental.
2.
Macam-Macam Pendekatan
a.
Pendekatan Otoriter
Pendekatan
ini memandangbahwa manajemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta
didik. Dalam posisi ini. peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara
aturanatau disiplin di dalam kelas.
b.
Pendekatan Intimidasi
Pendekatan
ini juga memandang menejemen kelas sebagai proses mengendalikan perilaku
peserta didik hanya saja pada pendekatan ini tampak lebih dilandasi oleh asumsi
bahwa perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku buruk.
Peran guru disini adalah menggiring peserta didik berperilaku sesuai dengan
keinginan guru sehingga meteka merasa takut untuk melanggaranya.
c.
Pendekatan Permisif
Pendekatan
ini bertentangan langsung dengan pendekatan intimidatif. Esensi pendekatan
terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu
peserta didik merasa bebas melakukan apa yang mereka mau. Jika hal itu tidak
dilakukan maka yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta
didik.
d. Pendekatan Buku Masak
Pendekatan
ini tidak didasarkan atas konsep teoretis atau landasan psikologis tertentu.
Pendekatan ini merupakan kombinasi dan berbagai pandangan, merupakan himpunan “resep” bagi guru. Pendekatan ini
disajikan dalam bentuk daftar tentang apa yang hendaknya dilakukan dan tidak
dilakukan guru di dalam bereaksi atas berhagai situasi bermasalah
e.
Pendekatan Instuksional
Pendekatan
ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran yang cermat ( carefull ) akan mencegah muncul prilaku bermasalah.
Pendekatan ini menekankan bahwa perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah
atau menghentikan perilaku peserta didik yang tidak tepat.
f.
Pendekatan Modifikasi Perilaku
Pendekatan
ini memandang manajemen kelas scbagai proses memodifikasi perilaku peserta
didik.Peran guru adalah mempercepat tercapainya perilaku yang dikehendaki dan
mengurangi atau menekan perilaku yang tidak dikehendaki. Dengan kata lain,guru
membantu peserta didik mempelajari perilaku yang tepat dengan menggunakan
prinsip-prinsip pengkondisian dan penguatan.
g.
Memandang
Manajemen Kelas sebagai Proses Menciptakan Iklim Sasio-Emosional yang Positif
di dalam Kelas.
peran guru
adalah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui
pengembangan hubungan anta rpribadi yang sehat. Dalam pendekatan ini juga
terkandung peran guru sebagai seorang fasilitator dan motivator bagi peserta
didik untuk lebih berkembang dengan optimal.
h.
Menempatkan
Kelas sebagai Suatu Sistem Sosial dimana Proses Kelompok dalam Sistem tersebut
menjadi hal Penting yang Paling Utama.
hakikat dan
perilaku kelompok kelas dipandang sebagai faktor yang memiliki pengaruh berarti
(signifikan) terhadap belajar, bahkan dalamproses belajar individual sekalipun.
Peran guru iaiah mempercepat perkembangan dan terwujudnya kelompok kelas yang
efektif.
i.
Bertolak dan
Kejamakan Definisi
Definisi jamak akan memperluas ragam pendekatan dimana kita
akan memilih strategi untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang
mendukung terjadinya pembelajaran yang efektif.
Pendekatan jamak atau pendekatan pluralistik (JamesM. Cooper, ed., 1990: 3.42) ini tidak mengikat guru kepada strategi manajerial tunggal, melainkan memberi peluang kepada guru untuk mempertimbangkan seluruh strategi yang dapat dan tepat dilakukan.
Definisi
manajemen kelas yang marefleksikan kejamakan pendekatan itu kiranya dapat
dirumuskan sebagai perangkat kegiatan di mana mengembangkan dan memelihara
kondisi kelas yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran yang efektif dan
efisien.[24]
3.
Peran Guru dalam
Pengorganisasian Kelas
Organisasi
kelas yang tepat akan mendorong terciptanya kondisi belajar yang kondusif.
Pengorganisasian kelas ini pada dasarnya bersifat lokal, artinya organisasi
kelas tergantung guru, kelas, murid, lingkungan kelas, besar ruangan,
penerangan, suhu, dan sebagainya. Kita ketahui pada saat ini penataan kelas
secara tradisional yang menempatkan satu meja guru berhadapan dengan meja kursi
siswa.
Kelas yang
ditata secara tradisional tersebut menempatkan guru sebagai pusat kegiatan dan
sentra perhatian murid tampak sebagai objek pengajaran bukan sebagai subjek
yang belajar. Akibatnya aktivitas sebagian besar dilakukan guru sedang murid
hanya pasif menerima.
a.
Kelas
terbuka
Kelas dapat
terdiri dari siswa dengan berbagai tingkat kelas berbeda. Pelaksanaan model ini
dapat dilaksanakan di Indonesia, jika jadwal pelajaran kelas 1 sampai kelas 6
sama atau diterapkan di kelas tinggi saja. Misalnya: pada waktu jam pelajaran
Bahasa Indonesia, maka seluruh guru mengajar pelajaran tersebut, sedang siswa
masuk ke kelas di mana siswa menguasai tingkatan yang dicapai. Dengan demikian
ada siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masuk kelas III, tetapi pada
waktu Matematika masuk kelas IV, dan mungkin pada pelajaran IPS ke kelas V.
Konsep ini mengikuti perkembangan masing-masing individu.
b.
Kelas dua
tingkat
Konsep ini
dilaksanakan dengan cara seorang guru menghadapi kelompok siswa yang berbeda
kelas tetapi berdekatan, misalnya: kelas I dan II, II dan III, III dan IV, dan
seterusnya.
c. Kelas awal
Pembelajaran
dengan pendekatan integral atau terpadu dengan kehidupan anak pada tahap
pelaksanaannya menerpadukan berbagai konsep, topik, bahan pelajaran dengan
mengurangi sedikit mungkin pemisahan-pemisahan secara artificial, bila
dimungkinkan guru tidak melabel bahan kajian dalam mata pelajaran-mata
pelajaran. Pembelajaran dikemas menjadi satu model pembelajaran yang utuh
sehingga pemaknaan terhadap bahan kajian menjadi alami. Hal ini terjadi karena
anak belajar secara keseluruhan dalam hubungan dengan kehidupan akan lebih
mudah dibanding belajar dengan pemisahan-pemisahan secara artifisial yang tak
bermakna.
4.
Guru
sebagai pengelola kelas
a.
Pengertian
pengelolaan kelas
Pengelolaan
kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan kata
dasarnya adalah “kelola”. Pengelolaan memiliki arti pengaturan, penyelenggaraan
atau proses yang melibatkan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.[25]
Pengertian
pengelolaan kelas menurut Made Pidarta adalah : “Proses seleksi dan penggunaan alat
– alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.”[26]
Sedangkan
menurut Hadari Nawawi dalam bukunya, pengelolaan kelas memiliki arti yaitu :
Kemampuan
guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian
kesempatan yang seluas – luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan
– kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan – kegiatan kelas yang
berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid. [27]
b.
Faktor
– faktor pengelolaan kelas
Pengelolaan di dalam kelas bergantung pada
banyak faktor, diantaranya :
- Kurikulum
- Bangunan dan sarana
- Guru
- Murid
- Dinamika kelas.[28]
c.
Guru
sebagai pengelola kelas
Dalam
menjalankan perannya sebagai pengelola kelas guru memiliki suatu tanggung jawab
untuk “Memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenagkan untuk
belajar.”[29]
Sebagai
pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas
sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang
perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan – kegiatan
belajar terarah kepada tujuan pendidikan
Tanggung
jawab yang lain dari seorang guru adalah memelihara lingkungan fisik kelasnya
agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing
proses – proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya.
Dalam
menjalankan perannya guru perlu bekerja sama dengan para siswa, yakni dengan
tindakan :
-
Mendorong setiap
siswa selalu bersedia mengatur kelasnya melalui kegiatan rutin sehari – hari
seperti : membersihkan kelas, mengatur hiasan, membersihkan papan tulis.
-
Menyusun tata
tertib dan disiplin kelas bersama – sama siswa.
-
Meminta saran
siswa – siswa untuk melengkapi kelas dengan peralatan yang diperlukan.
-
Membentuk
bersama – sama siswa pengurus kelas, yakni : pengurus tim olah raga, tim
kesenian dan lain – lain.
-
Mendorong agar
siswa secara terus menerus ikut memikirkan kegiatan kelas dan berani
mengusulkannya untuk dilaksanakan bersama – sama di dalam kelas. [30]
Peran guru
sebagai pengelola kelas dalam hal ini adalah memberikan pengarahan, koordinasi
serta melakukan kontrol terhadap pelaksanaannya. Dengan jalan ini maka akan
menumbuhkan perasaan tanggung jawab dan kepemimpinan bagi siswa, sehingga
memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang menyenangkan bagi
siswa dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan
BAB III
TANGGAPAN
Proses pembelajaran adalah proses membantu siswa
belajar, yang ditandai dengan perubahan perilaku baik
dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Seorang guru hanya dapat dikatakan telah melakukan kegiatanpembelajaran terjadi
perubahan perilaku pada dan peserta didik sebagai akibat dan kegiatan tersebut. Ada hubungan fungsional antara perbuatan guru mengaiar dengan perubahan perilaku peserta didik. Artinya, proses pembelajaran
itumemberikan dampak kepada perkembangan pesena didik.
Di masyarakat, dari
yang terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting. Guru
merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat.
Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju mundurnya tingkat kebudayaan suatu
masyarakat dan negara, sebagian besar tergantung pada pendidikan dan pengajaran
yang diberikan oleh para guru
Keberadaan
guru dalam pembelajaran di Madrasah masih tetap memegang peranan yang penting.
Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh apapun. Hal ini
disebabkan karena masih banyak unsur-unsur yang terdapat dalam diri para
peserta didik yang tidak dapat diganti seperti unsur manusiawi, sikap, sistem
nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimulan
Guru berperan sebagai orangtua kedua bagi para siswa.
Hingga sosok guru sangat berperan penting bagi perkembangan mereka. Dan
sebagian hidup mereka tergantung pada sekolahnya. Jika mereka dididik oleh
seorang guru yang tidak berakhlaq, maka siaplah melihat siswa-siswa yang tidak
berakhlaq pula. Maka untuk menjadi guru khususnya guru Pendidikan agama Islam
harus benar-benar siap dalam pikiran, hati dan fisik karena begitu berat beban
yang akan ditanggung apalagi jika berada disekolah, di sekolah seorang guru
bertanggungjawaab untuk menjadi contoh baik perkataan maupun perbuatannya dan
mudah mudahan apa yang dilakukan seorang guru akan mendapatkan ganjaran yang
sama ketika orang lain atau murid muridnya melakukan perbuatan yang baik atas
bimbingannya.
DAFTAR RUJUKAN
A. Mustafa, 1999 Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
CV Pustaka Setia,
Abu Abdullah ibn Muhammad Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhri Juz I, (Riyadh: Idaratul Bahtsi Ilmiah,tt)
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, 2003 Tafsir Al
Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 14,
Bandung: Sinar Baru Algesindo,
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam klasik, (Bandung: Percetakan Angkasa, 2005)
Baqir Syarif, Seni
Mendidik Islami, (Jakarta, Pustaka Zahra, 2003)
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012), cet.ke-2
Dalam hal ini pendapat Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, dikutip
oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2006)
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan
Pengelolaan Kelas, (Jakarta, Gunung Agung, 1982)
Hadri Nawawi, Organisasi Sekolah dan
Pengelolaan Kelas,(Jakarta, PT. Tema Baru)
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan
Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2007)
Hasan
Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 21 Februari 2018
Juhri. AM, Landasan dan Wawasan Pendidikan Suatu Pendekatan
Kompetensi Guru, (Lampung: Lembaga Penelitian UM Metro Press. 2015)
Masrap Suhaimi, Riyadhu
Ash-sholihin, diterjemahkan oleh Ust. Al-Hafidh,
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1996)
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011)
Ramayulis,
Metodologi Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2012)
Sardiman, AM., Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
Shahih
Bukhari, hadis nomor 1, 54, 2529, 3898, dan 6953. lihat juga Shahih Muslim pada
hadis nomot 1647. Sunan abu Daud hadis nomor. 2201. Nasai dalam sunannya pada
hadis no. 75, 3437 dan 3794. Ibnu Majah dalam sunannya pada hadis no. 4227.
Shahih Bukhari,Penterjemah Zainuddin Hamidy dari Terjemahan Bukhari,,
(Jakarta:Widjaya 1992), Cet Ke-13
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta, Rineka
Cipta, 1996)
Tohirin,
Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2011)
[1] Shahih Bukhari,Penterjemah Zainuddin Hamidy dari
Terjemahan Bukhari,, (Jakarta:Widjaya 1992), Cet Ke-13, h.358
[2] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2011) h.165
[4] Hamzah B.
Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 23
[5] Sardiman,
AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2000), hal. 148
[6] Hadari
Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta, Gunung
Agung, 1982), hal. 123
[8] Departemen
Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta Yayasan Penyelenggara
Penerjemah dan Penafsir Al Qur’an, 1983) hal. 910
[10]Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h.13
[11]Dalam hal ini pendapat
Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2006), h.
26
[13] Armai Arief,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam klasik, (Bandung:
Percetakan Angkasa, 2005), h.
4
[14] Beni Ahmad Saebani, Ilmu
Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), cet.ke-2, hal 222
[15] Hasan Basri, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), cet.ke-1, hal. 69
[16] Ibid, hal. 75
[17] Shahih Bukhari, hadis nomor 1, 54, 2529, 3898, dan
6953. lihat juga Shahih Muslim pada hadis nomot 1647. Sunan abu Daud hadis
nomor. 2201. Nasai dalam sunannya pada hadis no. 75, 3437 dan 3794. Ibnu Majah
dalam sunannya pada hadis no. 4227.
[18]Juhri. AM, Landasan
dan Wawasan Pendidikan Suatu Pendekatan Kompetensi Guru, (Lampung: Lembaga
Penelitian UM Metro Press. 2015) h. 198-200
[19] Juhri. AM, Landasan dan Wawasan Pendidikan
Suatu Pendekatan Kompetensi Guru,..h 200-201
[20] http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 21 Februari
2018
[21] Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir
Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm, terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir
Ibnu Kaśīr juz 14, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003), h. 216.
[22]Abu Abdullah ibn Muhammad
Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhri
Juz I, (Riyadh: Idaratul Bahtsi Ilmiah,tt), h. 25.
[23] Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h 227
[25] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai
Pustaka), hal. 470
0 komentar:
Posting Komentar