BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam pada awal perkembangannya sudah
mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan dan pengajaran
pada saat itu dinamakan “kuttab”, disamping masjid, rumah, istana, dan
perpustakaan. Kuttab adalah suatu lembaga pengajaran yang khusus sebagai tempat
belajar membaca dan menulis. Pada mulanya guru-guru kuttab tersebut adalah
orang-orang nonmuslim, terutama orang-orang Kristen dan Yahudi. Oleh karenanya
pada awal Islam kuttab dijadikan tempat belajar membaca dan menulis saja,
sedangkan pengajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama diberikan di masjid oleh
guru-guru khusus. Kemudian untuk kepentingan pengajaran menulis dan membaca
bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan pelajaran al-Qur’an dan
dasar-dasar agama, diselenggarakan kuttab-kuttab yang terpisah dari masjid. [1]
Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab
tersebut dijadikan sebagai pendidikan tingkat dasar, sedang Masjid dalam bentuk
halaqah yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang berbagai ilmu
pengetahuan, merupakan pendidikan tingkat lanjutan. Pendidikan di Masjid ini,
biasanya hanya untuk orang-orang dewasa dengan sistem halaqah (lingkaran). Dari
situlah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama
Islam, dan dari situ pula muncul mazhab-mazhab dalam berbagai bidang disiplin
ilmu yang pada masa itu disebut madrasah.
Dalam arti etimologis yaitu aliran atau
jalan pemikiran. Untuk menampung kegiatan halaqah yang semakin marak sejalan
dengan meningkatnya jumlah pelajar dan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang
maka dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan halaqah tersebut di sekitar
masjid dan dibangun pula tempat-tampat khusus untuk para guru dan pelajar
sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar yang disebut dengan
nama “Zawiyah” atau “Ribath”. Pada dasarnya timbulnya madarasah didunia Islam
merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah tersebut guna
menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar
secara kuantitas semakin membengkak.
Beberapa pengertian di atas, terjadi
karena aliran-aliran yang timbulsebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam
dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang saling berebutan pengaruh di kalangan
umat Islam dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing.Maka
terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab atau
aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagaian besar madrasah yang
didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang mashur,
misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Jadi
kata “madrasah” pada awal perkembangannya, diartikan jalan pemikiran seorang
pemikir atau kelompok pemikir dalam suatu bidang ilmu, kemudian diartikan
tempat belajar atau lembaga pendidikan dan pengajaran seperti sekolah yang
berkonotasi khusus yaitu yang banyak mengajarkan agama Islam atau ilmu-ilmu
keIslaman. Kedua arti tersebut masih terasa dilakukan mayoritas umat Islam
sampai sekarang, karena madrasah merupakan tempat penyebaran paham aliran atau
mazhab yang dianut untuk disosialisasikan ke seluruh umat. Misalnya madrasah NU
yang disebut dengan “Al-Ma’arif” menyebarkan misi Syafi’iyahnya, dan madrasah
Muhammadiyah yang membawa paham kemuhammadiyahannya, dan seterusnya. Pertama
kali timbul istilah “Madrasah” adalah berkenaan dengan upaya khalifah Abbasiyah
Harun al-Rasyid guna menyediakan fasilitas belajar ilmu kedokteran dan
ilmu-ilmu penopang lainnya dilingkungan klinik (Bimaristain) yang dibangunya di
Baghdad. Komplek ini dikenal dengan sebutan “Madrasah Baghdad”. Namun
kelihatannya pemakaian istilah tersebut cenderung anatema, terutama kalau
diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari madrasah Baghdad, kecuali munculnya
Bait al-Hikmah dimasa Makmun.
B. Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka
pemakalah memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
Pengertian Madrasah ?
2.
Bagaimna Peran Kuttab Dalam Instuti Pendidikan IslamSebelum Adanya Madrasah
?
3.
Bagaimana Peran Masjid dan Jami’ Dalam Instuti Pendidikan IslamSebelum
Adanya Madrasah ?
4.
Apa Saja Instuti Pendidikan Islam Sebelum Adanya Madrasah Selain Kuttab dan
Masjid ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
Apa Pengertian Madrasah.
2.
Untuk
Mengetahui Bagaimna Peran Kuttab Dalam Instuti
Pendidikan Islam Sebelum Adanya Madrasah.
3.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Peran Masjid dan Jami’ Dalam
Instuti Pendidikan Islam Sebelum Adanya Madrasah.
4.
Mengetahui Apa Saja Instuti Pendidikan Islam Sebelum Adanya Madrasah
Selain Kuttab dan Masjid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Madrasah
Kalau dicermati istilah madrasah dari aspek devirasi kata, maka madrasah
merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar.
Jadi, madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam).
Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit,
tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid,
dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah
pemula.
Kata “Madrasah” berasal
dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa,Yadrusu,
Darsan danMadrasatan”.
Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq).
Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya
“membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy. Baik dari bahasa Arab
atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Padanan
madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”.[2]
Dalam sejarah pendidikan Islam, makna madrasah tersebut memegang peran
penting sebagai institusi belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya.
Sebab, pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul abad ke-11.
Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi dari masjid ke madarasah.
Ada beberapa teori yang berkembang seputar proses transformasi tersebut antara
lain; George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi
institusi pendidikan Islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak
langsung melalui tiga tahap. Pertama, tahap masjid. Kedua, tahap masjid-khan.
Ketiga, tahap madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid
ke madrasah terjadi secara langsung. Karena disebabkan oleh konsekuensi
logis dari semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak
hanya kegiatan ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan
sebagainya.
Beberapa pendapat para sejarawan terkait dengan sejarah munculnya
madrasah pertama memang ada perbedaan. Namun, menurut penulis adanya beberapa
pendapat tersebut tidak perlu menjadi perdebatan dalam tulisan ini. Sebab pada
tulisan ini nantinya, hanya akan membahas tentang kelembagaan pendidikan Islam
sebelum madrasah itu sendiri. Sedangkan sedikit pembahasan tentang madrasah di
atas sebagai acuan untuk membahas kelembagaan sebelum madrasah lebih lanjut.
Instuti Pendidikan Islam Sebelum Adanya
Madrasah ( Kuttab dan Masjid )
B. Pengertian Kuttab
Kuttab
adalah kata jadian dari "kataba", yang biasanya digunakan sebagai
tempat belajar tulis menulis, bahkan kuttab ini sudah
dikenal pada masa Jahiliyah.[3]Namun
perkembangan kuttab pada masa ini masih terbilang lambat hingga ketika Islam
datang ke daerah Arab ini hanya ditemukan beberapa orang Quraisy saja yang
pandai baca tulis.Kuttab pra Islam ini selain digunakan untuk belajar baca
tulis juga sebagai tempat pengajaran kitab Taurat dan Injil. kegiatan pada era
ini ditujukan untuk penyebaran agama Yahudi dan Kristen terhadap pemeluk agama
yang lain seperti Majusi dan masyarakat Arab. Setelah kedatangan Islam, posisi
kuttab pun masih digunakan untukbelajar baca tulis.[4]
Ahmad
Syalabi memetakan dua macam kuttab yang dibedakan berdasarkan materi pelajaran
yang disampaikan, tenaga pengajar dan masa tumbuhnya, yakni pertama, kuttab
yang menjalankan fungsinya sebagai institusi yang mengajarkan baca tulis dengan
teks dasarnya puisi-puisi Arab dan sebagian besar guru-gurunya adalah
non-muslim, sedangkan kuttab kedua adalah mengajarkan al-quran dan ajaran dasar
Islam.[5]
Pada awalnya pendidikan kuttab dilaksanakan di
rumah para guru atau perkarangan sekitar masjid, namun setelah Islam berkembang
meluas Kurikulum pendidikan pada kuttab ini hingga abad ke-4 H menunjukkan
penekanannya pada pelajaran baca tulis al-quran bagi anak-anak muslim. Adapun
yang membedakan antara suatu kuttab dengan kuttab lainnya adalah penekanan
materi pengajaran karena disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing dan
pertimbangan ulama-ulamanya, namun penekanannya tetaplah pengenalan anak-anak
muslim terhadap ilmu membaca dan menulis al-quran serta
prinsip-prinsip ajaran Islam.[6]
Kuttab di
Maroko sangat menekankan pengajaran al-quran dengan pendekatan ontografi
(mengenali satu bentuk kata dalam hubungannya dengan bunyi bacaan).Kuttab di
Andalusia sangat mengutamakan menulis dan membaca tanpa harus
menghapalkannya.Kuttab di kawasan Afrika Utara Tunisia dan sebagian Libya lebih
mengutamakan segi qira'at alquran lalu diikut seni kaligrafi
dan hadits.[7]
Institusi pendidikan Islam
tipe ini merupakan tempat pembelajaran dasar-dasar Al-quran
melalui ketrampilan menghafal dan menulis, khusus bagi anak-anak yang belum
remaja. Karena itu, tujuan utama didirikan lembaga pendidikan kuttab adalah
tempat menghafal Al-quran dan mengajarkan ketrampilan membaca dan menulis
bagi anak-anak muslim. Kemunculan lembaga pendidikan jenis ini telah dimulai
sejak masa Rasulullah saw, yaitu pembelajaran khusus bagi
anak-anak muslim yang belum bisa baca tulis dilakukan
oleh tawanan perang atas perintahnya. Pada masa awal Islam, kuttab
menempati posisi yang sangat penting dalam
pengajaran Alquran, sebab menghafal Al-quran
menjadi tradisi yang mendapatkan kedudukan terhormat di
kalangan pemimpin dan umat Islam.
Pada saat ini adalah menjadi
fenomena yang tidak mengejutkan, jika Al-quran tidakhanya
dipelajari melalui lembaga khusus, tetapi
juga mendapatkn perhatian serius dari
penguasa, ulama’ dan orang kaya. Para peserta didik yang
telah menghafal dan memiliki wawasan tentang Alquran, diajarkan
ibarat-ibarat dalam ilmu Nahwu dan bahasa Arab. Disamping itu,
juga diajarkan ilmu hitung, sejarah tentang bangsa
Arab pra Islam dengan metode pembelajaran
yang lebih mengutamakan
aspek hafalan.[8]
Pendidikan pada masa Rasulullah SAW
(610-632 M) ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam
bin Abi Arqam, kuttab (rumah guru, halaman/ pekarangan masjid), Inti materi
yang diajarkan: keimanan,ibadah dan akhlak, juga baca-tulis dan berghitung untuk
tingkat dasar, al-Quran, dasar-dasar agama untuk tingkat lanjut. Guru disebut mu‟allim atau
mu‟addib, serta tidak dibayar, dan bagi tingkat dasar gurunya non muslim. Pada
saat Islam datang hanya 17 orang Qurasy yang bisabaca tulis.Di Madinah tempat belajarditambah
masjid, materi yang diajarkan ditambah pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.
Sistemnya halaqah. Metodenya tanya- jawab, demontrasi dan uswah hasanah, murid disebut dengan ashhabush
shuffah.[9]
C. Pengertian Masjid
dan Jami’
Masjid dan Jami’ adalah
dua tipe lembaga pendidikan Islam yang sangat
dekat dengan aktivitas pengajaran agama
Islam. Kedua ini, pada dasarnya memiliki fungsi yang
sama, yaitu sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama
Islam. Kemunculan masjid sebagai lembaga pendidikan
dalam Islam telah dimulai sejak masa Rasulullah saw.
dan Khulafaur Rasyidin, sedangkan jami’ muncul kemudian dan banyak didirikan
oleh para penguasa dinasti, khususnya Abbasiyah. Beberapa jami’ yang terkenal
pada masa Abbasiyah antara lain; Jami’ Amr bin Ash, Jami’ Damaskus, Jami’ al-Azhar
dan masih banyak yang lain. (Ahmad Syalabi, 1960: 87-88).
Mesjid sejak masa Nabi Muhammad
selalu digunakan selain untuk ibadah juga sebagai institusi pendidikan umat
Islam. Praktek ini pun terus dilaksanakan pada masa para sahabat namun
disinyalir di masa Umar bin Khattab-lah intensifitas mesjid selain sebagai
tempat ibadat juga difimgsikan sebagai sekolah betul-betui terlaksana. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa sampel seperti pada mesjid di kota Kufah, Basrah
dan Damaskus yang telah digunakan untuk pengajaran alquran dan hadis, bahkan
selanjutnya pelajaran nahwu (grammar bahasa Arab) dan sastra digabungkan pula
ke dalam institusi pendidikan ini.[10]
Perkembangan lebih lanjut dari
mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah munculnya masjid-masjid yang
dilengkapi dengan sarana akomodasi bagi pelajar, dan mesjid ini lazimnya
disebut dengan mesjid khan. Mesjid khan ini secara finansial didukung oleh
badan wakaf dan penghasilannya dimanfaatkan untuk kepentingan sosial.
Perkembangan khan ini sangat berkaitan erat dengan kepedulian umat Islam masa
itu terhadap para penuntut ilmu, khususnya mereka yang berasal dan luar daerah.
Dengan demikian, pendidikan Islam
danmasjid merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana masjid menjadi pusat
dan urat nadi kegiatan keislaman yang meliputi kegiatan keagamaan, politik,
kebudayaan, ekonomi, dan yudikatif. Mulai sejak masa Rasulullah saw. dengan
masjid Quba dan Nabawi hingga masjid Baghdad pada masa dinasti Abbasiyah,
masjid selalu menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.[11]Dari
masjid, kemudian berkembang menjadi masjid khan sebagai Saepudin Mashuri,
Transformasi Tradisi tempat pemondokan bagi pencari ilmu di lingkungan
halaqah masjid dari berbagai wilayah Islam.
Instuti Pendidikan Islam Sebelum Adanya
Madrasah ( Selain Kuttab dan Masjid )
D. Manazil
Ulama’ (Rumah Kediaman Para Ulama’)
Tipe lembaga pendidikan ini termasuk
kategori yang paling tua, bahkan lebih dulu ada sebelum halaqah di masjid. Rasulullah saw.dan para sahabat menjadikan
rumahnya sebagai markas gerakan pendidikan yang terfokus pada aktivitas pengajaran
akidah dan pesan-pesan Allah swt. dalam Alquran untuk disampaikan
kepada masyarakat. Selain Dari al-Arqam, baik pada periode Makkah
maupunMadinah, sebelum didirikan masjid Quba, Rasulullah saw.
menggunakan rumah kediamannya untuk kegiatan pembelajaran umat Islam. Rumah
Rasulullah saw. selalu ramai sebab setiap saat orang berduyun-duyun
datang menimba ilmu, sehingga fungsi rumah
sebagai tempat istirahat yang nyaman dan
damai menjadi terusik (tereduksi). Maka turunlah
ayat yang menetapkan aturan yang berkenaan dengan pemilik dan fungsi
rumah sebagai tempat yang harus di jaga kenyamananya di kalangan umat Islam,
termasuk hubungan antara para sahabat dengan Rasulullah saw.
dalam proses pendidikan.
E. Qushur
(Pendidikan Rendah di Istana)
Pendidikan anak bangsawan di
kalangan istana berbeda dengan pendidikan anak umat Islam pada
umumnya. Di istana, metode pendidikandasardirancang oleh orang tua murid yang
menjadi khalifah dan penguasa pemerintah agar selaras dengan minat,
bakat, dan keinginan orangtuanya. Metode pembelajaran yang diterapkan, pada
dasarnya sama dengan metode belajar anak-anak di kuttab, hanya ditambah dan
dikurangi sesuai dengan kebutuhan kalangan bangsawan istana dalam
menyiapkan putera mereka memikul tanggung jawab
negara dan agama di masa selanjutnya. Tenaga
pengajar di lembaga pendidikan ini disebut muaddib. Mereka
diberikan tempat tinggal di lingkungan istana dengan tugas mengajar
berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan peningkatan
wawasan keIslaman dalam bidang Al-quran, hadis, syair dan sejarah
peradaban manusia saat itu. Putra-putri istana terus
digembleng dengan metode semacam ini sampai
mereka melewati masa kanak-kanaknya. Kemudian, mereka beralih dari siswa
kuttab ke tingkat mahasiswa di halaqah masjid atau madrasah. Misalnya salah
seorang muaddib terkenal yang diberikan tugas oleh khlifah Harun al-Rasyid
adalah al-Ahmar untuk mendidik puteranya, al-Amin.[12]
F. Maktabah
(Perpustakaan)
Lembaga pendidikan Islam
ini menjadi suatu cara bagi para pencinta ilmu
masa dahulu dalam menyebarkan ilmu. Disamping
harga buku yang mahal dan tidak semua umat Islam
dapat memilikinya, mereka juga menginginkan suatu tempat yang bisa
menjadi pusat koleksi karya-karya mereka, sehingga
mudah diakses oleh umat. Perpustakaan tersebut terbuka untuk umum tanpa
dipungut biaya dan orang-orang yang bekerja di lembaga ini digajioleh
penguasa. Misalnya perpustakaan Iskandariyah dan Baitul al-Hikmahpada masa
dinasti Abbasiyah. Pada masa selanjutnya, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk
perpustakaan ini menjadi salah satu pusat
kebudayaan Islam, bukan lagi menjadi tempat kegiatan interaksi
pembelajaran umat. Disamping Saepudin Mashuri, Transformasi Tradisi tempat
mengoleksi buku-buku karya ilmiah dari dunia Islam dan asing juga digunakan
sebagai tempat penelitian, observasi, dan laboratorium percobaan ilmiah.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf),
dari akar kata : “Darasa,Yadrusu, Darsan danMadrasatan”. Yang mempunyai
arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq).
Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya
“membaca dan belajar” dalam bahasa Hebrew atau Aramy. Baik dari bahasa Arab
atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. Padanan
madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”.
2.
Kuttab
adalah kata jadian dari "kataba", yang biasanya digunakan sebagai
tempat belajar tulis menulis, bahkan kuttab ini sudah dikenal pada masa Jahiliyah.
Namun perkembangan kuttab pada masa ini masih terbilang lambat hingga ketika
Islam datang ke daerah Arab ini hanya ditemukan beberapa orang Quraisy saja
yang pandai baca tulis.
3.
Masjid dan
Jami’ adalah dua tipe lembaga pendidikan
Islam yang sangat dekat dengan aktivitas
pengajaran agama Islam. Kedua ini, pada dasarnya
memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai tempat ibadah dan
pengajaran agama Islam. Kemunculan masjid sebagai
lembaga pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak
masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, sedangkan jami’ muncul kemudian
dan banyak didirikan oleh para penguasa dinasti, khususnya Abbasiyah.
4.
Pendidikan
anak bangsawan di kalangan istana berbeda dengan pendidikan anak
umat Islam pada umumnya. di istana, metode pendidikandasardirancang oleh orang
tua murid yang menjadi khalifah dan penguasa pemerintah agar selaras
dengan minat, bakat, dan keinginan orangtuanya. Metode pembelajaran
yang diterapkan, pada dasarnya sama dengan metode belajar anak-anak di kuttab,
hanya ditambah dan dikurangi sesuai dengan kebutuhan kalangan bangsawan istana
dalam menyiapkan putera mereka memikul tanggung jawab negara dan agama di masa
selanjutnya.
Daftar
Pustaka
Haidar Putra
Daulay, Historisitas dan eksistensi pesantren, sekolah dan madrasah, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2001)
Haidar Putra
Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, cet.2,
(Jakarta: kencana 2009)
Hasan
Muhammad Hassan, Nadiyah jamaluddin, Maddaris al-Tarbiyah al-Islamiyah, (kairo:
Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1988)
Albert
Hourani, SejarahBangsa-bangsa Muslim,
Bandung: MizanPustaka, 2004.
BadriYatim, SejarahPaeradaban Islam, Jakarta:
RajawaliPers, 2008.
MahmudYunus,
SejarahPendidikan Islam, Jakarta:
Mahmud Yunus Wadzurriyyah 2008.
Suwito, SejarahSosialPendidikan Islam, Jakarta:
Kencana, 2005.
Zuhairini.
1992. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara
Hitty,
Philip K. History of Arabs. ( London:
The MacMillan Press, 1974).
[1]
http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/05/instuti-pendidikan-islam-sebelum-adanya.html,
Di akses pada tgl 10 september 2017, 08.30.
[2] http://munawararifin93.blogspot.co.id/2016/05/makalah-lembaga-lembaga-pendidikan.html
di akses pada tanggal 12 september 2017, 08.00 WIB.
[3]. Jawad Ali, al-Mufassal f i Tarikh al-'Arab
Qabia al-Islam (Bagdad : Dar an- Nahdhah, 1978), Vol. VIII,
hal 295.
[4]. Hasan Asari,
Menyingkap Zaman Keemasan Islam (Bandung : Mizan, 1984), hal 17-18.
[5]Ahmad Syalabi,Tarikh at-Tarbiyyah
al'Islamiyyah, (Beirut; Daral-Fikr, 1954),
hal 36.
[6]. Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan, hal
27-28.
[7]. Armai Arief,
Melacak Akar Timbulnya Dikhotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam, Jauhar.
Vol. 3, No. 2, Desember 2002, hal 215.
[8]Hitty, Philip K
. History of Arabs. (London : The
MacMillan Press, 1974), hal 408.
[9]Samsul
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007 ), hal
22.
[10]Armai Arief, Melacak Akar
Timbulnya DikhotomiIlmu Dalam Pendidikan Islam, (Jauhar. Vol. 3, 02,
Desember 2002), hal 215.
[11]Stanton, Chalaarles Michael.. Pendidikan
Tinggi Dalam Islam. Ter. Afandi dan Hasan Asyari. (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1994), hal 23.
[12]Sybi, Ahmad. 1960. Tarikh
al-Tarbiyah al-Islamiyah. hal 46-48.
[13]Jurnal
Hunafa Vol. 4, No. 3, September 2007: hal
227-236.
0 komentar:
Posting Komentar