Beranda

Selasa, 02 April 2019

Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar Dalam Pembelajaran PAI disekolah




A.    Pendahuluan
Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan disamping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendesain program dan keterampilan mengomunikasikan program itukepada anak didik. Dua modal ini telah merumuskan di dalm sepuluh kompetensi guru, dan memang mengelola interaksi belajar mengajar itu sendiri merupakan salah satu kemampuan dari sepuluh kompetensi guru. Sehubungan dengan itu, maka pada pembahasan pengelolaan interaksi belajar mengajar berikut ini akan diuraikan “sepuluh kompetensi guru” sebagai sumber dan dasar umum atau sarana pendukung serta microteaching sebagai program latihan dan “beberapa komponen keterampilan belajar” sebagai kegiatan pelaksanaan interaksi belajar-mengajar.
Berikut ini pemakalah akan menyampaikan materi berkaitan dengan Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar. Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami serta mendalami apa saja yang perlu di persiapkan dalam rangka melaksanakan Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar secara umum.

 B.     Pembahasan
1.      Pengertian Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar
Pengelolaan berarti proses, perbuatan, cara mengelola.[1] Sedangkan interaksi mempunyai arti aksi timbal balik.[2] Ada beberapa definisi tentang belajar antara lain:[3]
a)      Cronbach  memberikan definisi: learning is shown by a change in behavior as a result of eperience.
b)      Harold Spears memberikan batasan: learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.
c)      Geoch, mengatakan: learning is a change a performance as a result of prractice.
Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha pengusasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.[4]
Sedangkan mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya  proses belajar. Dalam pengertian luas mengajar diartikan sebagai suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.[5]
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.[6]
Dalam pendidikan, interaksi bersifat edukatif dengan maksud bahwa interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk mencapai tujuan pribadi anak mengembangkan potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-citanya serta hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Dalam interaksi itu harus ada perubahan tingkah laku dari siswa sebagai hasil belajar. Di mana siswa yang menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar dan guru hanya berperan sebagai pembimbing.[7]
Interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik).[8] Di mana interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan.
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan interaksi belajar mengajar yang dimaksud di sini adalah cara mengelola terkait interaksi belajar mengajar atau hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik guna mencapai suatu tujuan tertentu.

2.      Sepuluh Kompetensi Guru
Dalam pendidikan guru dikenal adanya “Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi”. Mengenai kompetensi guru ini, ada berbagai model cara mengklasifikasikan. Untuk program SI salah satunya dikenal adanya “Sepuluh Kompetensi Guru” yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Sepuluh kompetensi guru itu meliputi: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan kependidikan mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyulihan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: [9]

1.      Menguasai Bahan
Sebelum guru tampil didepan kelas untuk mengelola interaksi belajar mengjar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan apa yang dikontakkan dan sekaligus bahan-bahan apa yang dapat mendukung jalannya proses belajar mengajar. Dengan modal penguasaan bahan, guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Dalam hal ini yang dimaksud menguasai bahan bagi seorang guru akan mengandung dua lingkup penguasaan materi, yakni:
a.       Menguasai bhaan bidang studi dalam kurikulum sekolah
b.      Menguasai baha pengayaan/penunjang bidang studi
Menguasai bhaan bidang studi dalam kurikulum sekolah yang dimaksud adalah guru harus menguasai bahan sesuai dengan materi atau cabang ilmu pengetahuan yang dipegangnya sesuai dengan yang tertera dalam kurikulum sekolah. Kemudian agar dapat menyampaikan materi itu lebih dinamis, guru juga harus menguasai bahan pelajaran lain yang dapat memberi pengayaan serta memperjelas dari bahan-bahan bidang studi yang dipegang guru tersebut.




2.      Mengelola program belajar mengajar
Guru yang kompeten, juga harus mampu mengelola program belajar mengajar. Dalam hal ini ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru. Langkah-langkah itu adalah sebagai berikut:
a.       Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran
b.      Mengenal dan dapat menggunakan proses intruksional yang tepat
c.       Melaksanakan program belajar mengajar
d.      Mengenal kemampuan anak didik
e.       Merencanakan dan melaksanakan program remidial

3.      Mengelola kelas
Untuk mengajar suatu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Kalau belum kondusif, guru harus berusaha seoptimal mungkin untuk membenahinya. Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajarna dan menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi.

4.      Menggunakan media/sumber
Berikut ini adalah beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menggunakan media:
a.       Mengenal, memilih dan menggunakan suatu media
b.      Membuat alat-alat bantu pelajaran yang sederhana.
c.       Menggunakan dan mengelola laboratorium  dalam rangka proses belajar mengajar
d.      Mengunakan buku pegangan/buku sumber.
e.       Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
f.       Menggunakan unit microteaching dalam program pengalaman lapangan


5.      Menguasai landasan-landasan kependidikan
Rumusan pendidikan nasional didasari pada Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 merupakan landasan konstitusional. Di dalam UUD 1945  Bab XIII Pasal 31 dijelaskan bahwa:
a.       Tiap-tiap warga negara berhak pendapat pengajaran
b.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Dalam GBHN telah diberikan arah dan tujuan sistem pendidikan nasional, yakni sistem pendidikan yang berdasarkan pancasila. Dalam pelaksanaannya rumusan yang telah ditetapkan dalam GBHN dan sekaligus telah memberikan arah itu akan dijabarkan, melalui berbagai kebijakan pendidikan di bidang pendidikan yang dalam hal ini ditangani oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Pemerintah menetapkan berbagai kebijaksanaan yang akan melandasi dan memedomani langkah atau proses pendidikan di berbagai lembaga pendidikan, termasuk kegiaatan guru.
Dengan demikian jelas, guru sebagai salah satu unsur manusia dalam kegiatan pendidikan harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional, baik dasar arah/tujuan dan kebijaksanaan pelaksanaannya seperti telah diuraikan. Dengan memahami itu semua guru akan memiliki landasan berpijak dan keyakinan yang mendorong cara berfikir dan bertindak edukatif di setiap situasi dalam usaha menglola interaksi belajar mengajar. Tindakan edukatif itu disadari oleh satu konsep bahwa manusia pada hakikatnya berhak menerima pendidikan. Melaui pendidikan inilah akan menciptakan a fully function person manusia yang berperan secara komprehensif, manusi seutuhnya atau manusia selaras, serasi dan seimbang dalam pengembangan jasmani maupun rohani. Konsep ini harus selalu memotivasi guru dalam kegiatan mengelola proses belajar mengajar. Dengan kata lain, Pancasila, UUD 1945, GBHN merupakan landasan atau falsafah bagi kegiatan guru dalam menjalankan berbagai ketetapan pemerintah dalam bidang pendidikan.
6.      Mengelola interaksi belajar mengajar
Agar mampu mengelola interaksi belajar mengajar, guru harus menguasai bahan/materi, mampu medesain program belajar mengajar, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, termpil memanfaatkan media an memilih sumber serta memahami landasan pendidikan sebagai dasar pendidikan.
7.      Menilai Prestasi Siswa Untuk Kepentingan Pengajaran
Setiap siswa pada hakikatnya memiliki perbedaan. Perbedaan semacam ini dapat membawa akibat perbedaan pada kegiatan yang lain, misalnya soal kreatifitas, gaya belajar bahkan juga dapat membawaakibat perbedaan dalam hal prestasi belajar siswa. Persoalan ini perlu diketahui guru sehingga dapat mengambil tindakan intruksional yang lebih tepat dan memadai.
8.      Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
Bimbingan diartikan sebagai bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada orang lain agar orang lain itu berdasarkan kemampuan intelegensinya mampu mengadakan penyesuaian diri yang layak. Tugas dari organisasi bimbingan dan penyuluhan ini adalah merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalaikan program bimbingan dan penyuluhan.
Prinsip konseling yang dapat digunakan untuk mengembangkan program bimbingan dan penyuluhan di lembaga pendidikan/sekolah yakni:
a.       Konseling/penyuluhan merupakan bantuan yang diberikan secara sengaja
b.      Prosesnya dilaksanakan melalui hubungan antarpersonal
c.       Sasaran konseling adalah konseli atau klien yakni mahasiswa (siswa) agar dapat mengatasi hambatan yang dialami pada proses perkembangannya
d.      Tujuannya memberikan tuntunan agar konseli atau klien mampu memilih dan menentukan cara-caranya sendiri untuk mengatasi hambatannya.
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
Administrasi sekolah berasal dari dua kata, administrasi dan sekolah. Administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan penyusunan keterangn secara sistematis dan pencatatan secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh sesuatu ikhtisar mengenai keterangn itu dalam keseluruhan dalam kaitannya satu sama lain.
Garis besar administrasi sekolah atau khusus administrasi kelas dapat dkatakan sebagai kegiatan catat-mencatat dan lapor-melapor secara sistematis mengenai informasi mengenai informasi tentang suatu sekolah/kelas. Dengan demikian ada dua pekerjaan pokok dalam administrasi sekolah/ kelas bagi guru yakni recording (catat-mencatat) dan reporting (lapor-melapor).
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
Dalam rangka menumbuhkan penalaran dan pengembangan prosesbelajar mengajar guru harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Setiap mata pelajaran diharapkan dapat memancing baik siswa maupun guru untuk terus dapat menjawab apa, mengapa dan bagaiman. Dengan demikian akan menambah wawansan bagi guru dalam upaya mengambangkann interaksi belajar mengajar yang lebih dinamis. Pertanyaan tersebut sesuai dengan prinsip “hasrat ingin tahu” dari manusia itu sendiri. Selain itu, hal yang penting adlah guru harus dapat membaca dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan. Dengan ini guru akan mendapat masukan yang bisa diterapkan untuk keperluan proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan tugas ilmu dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Tugas-tugas itu adalah sebagai berikut:
a.       Mencandrakan atau mengadakan deskripsi maksudnya memberikan gambaran secara jelas mengnai hal yang dipersoalkan
b.      Menerangkan (eksplanasi)
Maksudnya menerangkan kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa
c.       Menyusun teori
Mksudnya penelitian akan mencari dan merumuskan hukum-hukum atau mengenai hubungan antara kondisi yang satu dengan yang lain atau hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain
d.      Prediksi
Maksudnya ilmu dan pengetahuan bertugas membuat prediksi atau ramalan, estimasi dan proyeksi mengenai peristiwa yang akan terjadi atau gejala yang akan muncul
e.       Pengendalian
Maksudnya dengan penelitian berarti melakukan tindakan guna mengendalikan peristiwa atau gejala.

3.      Microteching Sebagai Latihan Mengelola Interaksi Belajar Mengajar
1.      Pengertian microteaching
Secara etimologis, micro teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil, terbatas, sempit dan teaching berarti pembelajaran. Secara terminologis, micro teaching adalah redaksi  yang berbeda-beda namun mempunyai subtansi makna yang sama. Berikut pengertian micro teaching menurut para ahli:[10]
1)      Menurut cooper and Allen (1971), pengajaran mikro (microteaching) merupakan  salah satu bentuk model praktek kependidikan atau pelatihan mengajar.
2)      Menurut  Jensen  (dalam  Yatiman  ,1999),  pengajaran  Micro sebagai  suatu sistem yang memungkinkan seorang calon guru mengembangkan ketrampilannya dalam  menerapkan  teknik  mengajar  tertentu.
3)      Mc. Laughlin dan Moulton  (1975) yang menjelaskan bahwa “microteaching is as performance training method to isolate the component parts of the teaching process, so that the trainee can master each component one by one in a simplified teaching situation” (pembelajaran mikro pada intinya adalah suatu pendekatan atau model pembelajaran untuk melatih penampilan/ keterampilan mengajar guru melalui bagian demi bagian dari setiap keterampilan dasar)
4)       A. Perlberg (1984) menjelaskan bahwa “micro teaching is a laboratory training procedure aimed at simplifyng the complexities of regular teaching-learning processing” (pembelajaran mikro pada dasarnya adalah sebuah laboratorium untuk lebih menyederhanakan proses latihan kegiatan belajar mengajar/pembelajaran).
5)      Sugeng Paranto (1980) menjelaskan bahwa pembelajaran mikro merupakan salah satu cara latihan praktek mengajar yang dilakukan dalam proses belajar mengajar yang di “mikro” kan untuk membentuk mengembangkan keterampilan mengajar.
6)      Dari beberapa uraian diatas dapat simpulkan bahwa, micro teaching adalah suatu strategi yang telah dimodifikasi secara khusus untuk memberikan pelatihan mengajar  terhadap para calon pendidik (guru) dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan dasar mengajar seorang calon pendidik, dalam bentuk pengajaran mikro (skala kecil), dengan menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajarannya seperti jumlah murid, waktu dan materinya, sehingga para calon pendidik dapat memahami kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, serta dapat memperbaiki kelemahan dan mengembangkan kemampuan tersebut agar dapat menjadi seorang pendidik (guru) yang professional.
Micro Teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil, terbatas, sempit dan teaching berarti mengajar. Jadi, Micro Teaching berarti suatu kegiatan mengajar yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau segalanya dikecilkan. Maka, dengan memperkecil jumlah murid, waktu, bahan mengajar dan membatasi keterampilan mengajar tertentu, akan dapat diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon guru secara akurat. J.Cooper & D.W. Allen ( 1971, h. I ) mengatakan bahwa Pengajaran mikro adalah studi tentang suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah tertentu, yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan jumlah siswa sebanyak tiga sampai sepuluh orang.bentuk pengajaran di sederhanakan, guru hanya memfokuskan diri hanya pada beberapa aspek.pengajaran berlangsung dalam bentuk sesungguhnya, hanya saja di selenggarakan dalam bentuk mikro. membahas tentang pengertian pengajaran mikro, sejarahnya, rasional, penggunaan pengajaran mikro dan efektivitas pengajaran mikro, serta rangkuman penelitian.[11]
Micro teaching atau pengajaran Mikro merupakan kegiatan yang sangat vital bagi setiap mahasiswa atau calon guru. Untuk memenuhi tuntutan agar dapat menempatkan kediriannya utuh dan professional di bidang keguruan. Mereka beranggapan bahwa asal lulus pasti dapat mengajar, karena sudah belajar dan memiliki banyak teori yang berkaitan dengan cara-cara mengajar. Tetapi kenyataan banyak masalah yang yang timbul saling bertautan satu sama lain, baik segi tempat, waktu praktik maupun aspek-aspek yang berasal dari diri mahasiswa atau siswa praktikan. Latihan praktik mengajar yang dilakukan secara langsung dalam real class room, akan banyak ditemukan permasalahan baru yang tidak mungkin dapat dipecahkan secara cepat dan tepat pada saat di depan kelas juga.[12]
Calon guru yang melakukan real class room teaching akan berdampak cukup signifikan memenuhi maksud proses belajar mengajar. Dengan demikian, calon guru harus langsung di depan kelas berhadapan dengan 30 siswa atau lebih, untuk menyampaikan pesan atau misi satuan pelajaran yang padat dan kompleks, maka akan dirasakan sebagai beban yang berat. Sebab pada hakikatnya ia sendiri baru belajar untuk mengajar. Dilihat dari aspek historis bahwa Pengajaran mikro mulai di kembangkan di Universitas Stanford pada tahun 1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi para calon guru yang lebih efektif.Dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar, perbuatan mengajar yang kompleks itu dipecapecah menjadi sejumlah keterampilan agar mudah dipelajari. Disamping itu diteliti pula cara-cara menggunakan metode secara fleksibel dan efektif, dan disertai pertanyaan-pertanya an sebagai reinforcement.[13]
Sistem pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada satu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaan. Belajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang tidak dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya.[14]

2.      Maksud dan tujuan microteaching
Tujuan pengajaran micro teaching dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus.[15]


a.      Tujuan umum
Tujuan micro teaching menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1)      Menurut Rostiyah, tujuan micro teaching adalah untuk mempersiapkan calon guru menghadapi pekerjaan sepenuhnya dimuka kelas dengan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai seorang guru professional.
2)      Dwight Allen mengemukakan, bahwa tujuan pembelajaran mikro adalah:
ü  Bagi siswa calon guru
a)      Memberikan pengalaman belajar yang nyata dan latihan sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah.
b)      Calon guru dapat mengembangkan keterampilan mengajarnya sebelum mereka terjun kekelas yang sebenarnya.
c)      Memberikan kemungkinan bagi calon guru untuk menguasai beberapa keterampilan dasar mengajar serta memahami kapan dan bagaimana keterampilan itu diterapkan, sehingga calon guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif, efisen dan menarik.
ü  Bagi guru:
a)      Memberikan penyegaran dalam program pendidikan.
b)      Guru mendapatkan pengalaman belajar mengajar yang bersifat individual demi perkembangan profesinya.
c)      Mengembangkan sikap terbuka bagi guru pembaharuan yang yang berlangsung dipranata pendidikan.
Adapun tujuan umum dari micro teaching adalah, mengembangkan atau meningkatkan keterampilan dasar mengajar yang dimiliki oleh seorang calon pendidik (guru), sehingga mereka memiliki kesiapan diri untuk mengajar disuatu lembaga pendidikan (sekolah), dan dalam konteks mengajar yang sesungguhnya.
b.      Tujuan khusus
Secara khusus, micro teaching memiliki tujuan yaitu:
1)      Calon guru mampu menganalisis tingkah laku pembelajaran kawannya dan dirinya sendiri.
2)      Calon guru mampu melaksanakan berbagai jenis keterampilan dalam proses pembelajaran.
3)      Calon guru mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif, produktif, dan efisien.
4)      Calon guru mampu bertindak profesional

4.      Beberapa Komponen Keterampilan Mengajar
Sistem pengajaran kelas telah mendukung guru pada suatu tempat yang sangat pentig, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang diciptakannya. Berbagai peran guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaannya. Mengajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentuan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya. Itulah sebabnya, seperti telah ditekankan dimuka bahwa dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar. Beberapa keterampilan mengajar itu dapat dibagi dalam tiga klasifikasi yakni yang berkaitan dengan aspek materi, modal kesiapan dan keterampilan operasional. Hal ini sesuai dengan item-item yang ada dalam lembar supervisi dalam microteaching.[16] Adapun untuk pembahan beberapa keterampilan mengajar yakni yang berkaitan dengan aspek materi, modal kesiapan dan keterampilan operasional akan dijelaskan sebagai berikut.[17]
1.      Aspek Materi
a)      Interes
b)      Titik Pusat
c)      Rantai kognitif
d)     Kontak
e)      Penutup

2.      Modal Kesiapan
a)      Gerak
b)      Suara
c)      Titik perhatian
d)     Variasi penggunaan media
e)      Variasi interaksi
f)       Isyarat (verbal)
g)      Waktu selang

3.      Keterampilan Operasional
a)      Membuka pelajaran
b)      Mendorong dan melibatkan siswa
c)      Mengajukan pertanyaan
d)     Menggunakan isyarat nonverbal
e)      Menanggapi siswa
f)       Meggunakan waktu
g)      Mengakhiri pelajaran

5.      Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran atau lebih terkenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning adalah Konsep pembelajaran yang membantu guru Mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa (konteks pribadi, lingkungan fisik, sosial, kultural); Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan-nya dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari; dan Menempatkan  siswa didalam  konteks  bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang  sedang dipelajarinya dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa.
Dalam pembelajaran yang kontekstual ini siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapai. Diharapkan mereka sadar bahwa yang mereka pelajari itu berguna bagi hidupnya,. Dengan demikian mereka akan memosisikan dirinya sebagai puhak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.[18]
Untuk penerapanyya ada tujuh aspek dalam pembelajaran kontekstual yang perlu mendapatkan perhatian.
1)      Teori Konstruktivisme
2)      Menemkan (inkuiri)
3)      Bertanya
4)      Masyarakat belajar (learning community)
5)      Pemodelahan
6)      Refleksi
7)      Penilaian yang autentik



c.       Kesimpulan
Keterampilan mengelola kelas merupakan kemampuan guru dalam mewujudkan dan mempertahankan suasana belajar mengajar yang optimal. Yang mana Tujuan dari pengelolaan kelas adalah : Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik memgembangkan kemampuannya secara optimal, Menghilangkan berbagai hambatan dan pelanggaran disipilin yang dapat merintangi terwujudnya interaksi belajar mengajar, Mempertahankan keadaan yang stabil dalam susana kelas, sahingga bila terjadi gangguan dalam belajar mengajar dapat dikurangi dan dihindari, Melayani dan membimbing perbedaan individual peserta didik dan Mengatur semua perlengkapan dan peralatan yang memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual peserta didik dalam kelas.




DAFTAR RUJUKAN

Chalidjah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya: al-Ikhlas, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional  (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa), Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya: Usaha Nasional, 1993.






[1] Departemen Pendidikan Nasional  (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa), Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 674.
[2] Ibid, hlm. 560.
[3] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), cet. XX, hlm. 20.
[4] Ibid, hlm. 20-21.
[5] Ibid, hlm. 47-48.
[6] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), cet. III, hlm. 8.
[7] Chalidjah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: al-Ikhlas, 1994), cet.1, hlm. 66.
[8] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), cet. 1, hlm. 9-10.
[9] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi..., hlm. 164-180.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[16] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi..., hlm. 193-194.
[17] Ibid, hlm. 195-222.
[18] Ibid, hlm. 222

0 komentar:

Posting Komentar