Beranda

Selasa, 02 April 2019

PENDEKATAN, MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MODEL KBK


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan peserta  didik, maka dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat menfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Kurikulum adalah suatu sistem yang mempunyai komponen-komponen yang saling berkaitan erat dan menunjang satu sama lain. Komponen-komponen kurikulum tersebut terdiri dari tujuan, materi pembelajaran, metode, dan evaluasi. Dalam bentuk sistem ini kurikulum  akan berjalan menuju suatu tujuan pendidikan dengan adanya saling kerja sama diantara seluruh subsistemnya. Apabila salah satu dari variabel kurikulum tidak berfungsi dengan baik maka sistem kurikulum akan berjalan kurang baik dan maksimal.
Berangkat dari bentuk kurikulum tersebut, maka dalam pelaksanaan kurikulum sangat diperlukan suatu pengorganisasian pada seluruh komponennya. Dalam proses pengorganisasian ini akan berhubungan erat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan.
Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan.






B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Pendekatan dan model pengembangan Kurikulum?
2.      Bagaimana Model KBK ?

C.      Tujuan Penulis
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan  sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui Pendekatan model pengembangan Kurikulum
2.         Untuk mengetahui Model KBK


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pendekatan Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep dasar. Dalam kegaiatan pengembangan kurikulu secara menyeluruh atau dapat pula hanaya ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.[1]
Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.[2]
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[3]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[4]
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis/kompetensi; dan pendekatan rekontruksi sosial[5]
1.      Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan  konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu[6]
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja[7]
2.      Pendekatan Humanistik
Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan[8]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[9]
a.         Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
b.        Menghormati individu peserta didik.
c.         Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:[10]
a.         Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
b.        Kesadaran dan kepentingan.
c.         Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan. Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
a.         Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
b.        Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.
c.         Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
d.        Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.[11]
3.      Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik[12]
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
a.    Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
b.     Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
c.    Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
d.   Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
e.    Berbagai pertimbangan perubahan politik.
f.     Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.[13]
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.[14]
4.      Pendekatan Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membentuk peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
KBK menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.[15]
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut terbagi atas tiga jenis, yaitu:
a.    Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan sesuatu jenjang paendidikan tertentu.
b.    Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan mata pelajaran tertentu.
c.    Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan atau materi tertentu dalam satu bidang tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai framework, yaitu:
a.         Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator, dan materi.
b.         Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
c.         Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.
d.        Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan pembentukan kurrikulum (curriculum council), pengambangan perangkat kurikulum.[16]
Dalam pendekatan kompetensi kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang mengarah kepada pekerjaan, dan pendekatan pengembangan pribadi, karena standart kompetensi yang dikembangkan berkenaan dengan pribadi peseta didik, seperti kompetensi intelektual, social dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan. Bedanya kurikulum berbasis kompetensi adalah lebih difokusakn pada kompetensi potensial yang esensialnya sedangkan pengembangan pribadi lebih menekankan pada keutuhan perkembangan kemampuan tersebut

B.       Model KBK
Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai pebelajar, penilaian, kegiatan belajar. mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Pembelajaran Berbasis Kompetensi merupakan suatu model pembelajaran dimana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi. Pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan sehingga mereka tuntas dalam belajarnya.[17]
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Sesuai dengan komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004 yang memuat standar kompetensi nasional matapelajaran adalah seperti tampak pada Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran.
Ranah kompetensi yang terdapat dalam KBK,antara lain: kompetensi akademik(academic competency), kompetensi kehidupan(life competency),dan kompetensi karakter nasional(national character competency).Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka pembelajaran  ditekankan pada bagaimana siswa belajar tentang belajar(learning how to learn).KBK itu sendiri Cakupannya ialah  standar kompetensi , standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar dipilih setelah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran sesuai KBK antara lain
1.        Menentukan identitas matapelajaran,
2.        Menentukan standar kompetensi,
3.       Kompetensi dasar,
4.       Materi pembelajaran,
5.       Strategi pembelajaran/pengalaman belajar,
6.       Indikator pencapaian[18]

1.      Model-model Pembelajaran dalam KBK
Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1) Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL).



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan.
Berangkat dari bentuk kurikulum tersebut, maka dalam pelaksanaan kurikulum sangat diperlukan suatu pengorganisasian pada seluruh komponennya. Dalam proses pengorganisasian ini akan berhubungan erat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan.  Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan.




DAFTAR PUSTAKA

Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009

Haiatin Chasanatin, Pengembanagan Kurikulum (Yogyakarta, Kaukaba, 2015

Hidayatfirtson http: pembelajaran berbasis kompetensi, diunduh  tanggal 9 maret 2018
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007)

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)

Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010

Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010)

Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986)

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008)



[1]  Haiatin Chasanatin, Pengembanagan Kurikulum (Yogyakarta, Kaukaba, 2015) hlm 67
[2] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[3] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.200
[4] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[5] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[6] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.140
[7] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.140
[8] Ibid.,hlm.142
[9] ibid.,hlm.142
[10]  Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.142
[11]  Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. hlm.143
[12] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.180
[13] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif,  hlm.180
[14] Ibid.hlm180
[15] Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009. Hal 54
[16] Ibid.hlm.58
[17]  Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008) h 6
[18] hidayatfirtson http: pembelajaran berbasis kompetensi, diunduh  tanggal 9 maret 2018

0 komentar:

Posting Komentar